276 CH.276 Ketidakstabilan

Dari pagi sampai sore itu aku dan Jurai mengecek tentang Gen-0X yang sudah diperbaharui alias Gen-0X V.II. Kami berdua sama-sama mencobanya bersamaan untuk mengetahui efek sampingnya kalau misal masih ada yang tersisa. Oh ya, aku lupa memberi tahu bahwa Shin tadi sudah datang untuk mengimbuhi Gen-0X dengan sihir.

Namun aku tidak menyangka bahwa Gen-0X V.II ini bisa dibilang terlalu efektif untuk suatu alasan. Jurai waktu itu saja masih menyangkal bahwa dia tidak bisa menyempurnakan semuanya. Tentu itu tidak berarti bahwa Jurai mampu meningkatkan keefektifannya sebegininya. Shin pun juga sama menyangkalnya.

Untuk suatu alasan aku menyatakan bahwa Gen-0X V.II memang sungguh efektif, tetapi aku belum bisa mengkonfirmasi apa ada efek samping menumpuk layaknya versi pertama. Seorang ilmuwan harus menanggung semua yang dibuatnya, jadi aku harus benar-benar berhati-hati.

"Sebenarnya bagaimana bisa sih? Tiba-tiba saja Gen-0X jadi seefektif ini. Shin memang meningkatkan keefektifannya, tetapi dia menyangkal menaikkan tingkatnya sampai sebegininya."

"Entah juga, baru pertama kali ini kita meragukan apa yang kita buat sendiri."

"Kurasa begitu. Bagaimana kalau kita mencoba dengan bertarung asli sampai ke titik terendah yang masih terbilang aman? Sekaligus melatih kemampuan kita."

Memaksa tubuh untuk sampai ke titik terendah apalagi nol itu sebenarnya berbahaya karena besar kemungkinan untuk kehilangan kesadaran bahkan mengurangi jangka hidup seseorang. Namun aku dan Jurai tidak perlu takut soal itu, sejak Aeria ada juga di sini untuk bersiaga menolong kami jika sampai sesuatu terjadi.

Alasan kenapa aku merancang hal berbahaya ini adalah, biasanya efek samping suatu gen yang salah atau berlebihan itu akan muncul saat gen lain alias tubuh melemah. Jujur, kalau memang efek sampingnya karena hal ini, itu akan berbahaya.

Di satu sisi memang, penemuan ini luar biasa menolong. Namun di sini lain, nyawa pengguna dipertaruhkan dalam pertarungan hidup dan mati yang mengharuskan mengerahkan segalanya. Terlalu banyak hal yang kuragukan akhir-akhir ini. Apa ini karena aku memikirkan Kiera yang sejak kemarin malam tiba-tiba bersikap aneh kepadaku?

"Melatih kemampuan sambil mengecek keefektifan Gen-0X V.II ini ya? Aku tidak menolaknya, ayo. Seingatku lapangan depan gedung perusahaan cukup luas bukan?"

"Ingin bertarung di situ? Tidak masalah, menuju ke lapangan."

Karena kami niatnya itu untuk bekerja, jadi aku dan Jurai tidak mempersiapkan persenjataan apa pun pada kami. Ujung-ujungnya aku meminta kepada pandai besi yang adalah seorang perempuan galak itu untuk meminjamkan kepada kami persenjataan yang kemarin kupakai. Ingat tidak, yang pedang ada 500 jumlahnya?

Untuk baju zirah, itu tidak penting. Pertarungan kami itu untuk mengetes seberapa efektif ciptaan kami berdua dalam keadaan yang kritis. Kalau tidak memaksa sampai ke titik hampir berbahaya, kami tidak bisa mengetahui bahwa penemuan kami ini berhasil atau tidak.

"Huft, kurasa sekarang aku tahu penderitaanmu berbicara dengan perempuan galak itu. Benar-benar layaknya berbicara dengan hewan buas yang siap menerkam."

"Sekarang aku jadi berpikir, apa merekuitnya itu keputusan yang tepat atau tidak."

"Sudahlah, kita akan membuang waktu banyak kalau berbicara terus. Hari sudah hampir gelap, kita harus menyelesaikan ini cepat. Mengerahkan segalanya sejak awal oke?"

Bohong kalau aku mengatakan bahwa aku mampu mengalahkan Jurai kalau dia mengerahkan seluruhnya. Namun bukan tipeku yang mudah menyerah sebelum mencobanya. Lagipula Jurai tidak akan berlebihan sampai berniat membunuhku.

Anggap saja latihan dengan Jurai, itu latihan melawan lawan yang lebih kuat pertama kalinya. Hanya Jurai dengan kekuatan tanpa batasnya yang bisa melebihi kemampuanku. Kalau aku dengan Shin cukup seimbang, tetapi aku tidak bisa menyetarakannya sejak sihir yang kami miliki masing-masing berbeda jauh walau efeknya terbilang cukup sama. Teorinya yang berbeda sih.

"Tanpa menahan diri? Oke. Kutunjukkan sihir dari dunia lain yang kumiliki dan mampu membunuh semua orang satu desa. Kawakein. Retriakari."

Dua mantra sihir yang aku takuti untuk digunakan lagi sejak itu pertama kalinya aku membunuh orang lain. Saat itu aku masih hidup dengan tanpa ada ikut campur roh dari masa laluku. Makanya aku masih bisa terbilang suci dan tidak mengetahui apa pun. Itu kenapa aku pertama kali merasa begitu bersalah.

Namun kalau aku menggabungkan setiap roh yang aku miliki, membunuh itu sudah jadi hal yang sangat normal buatku. Jangankan monster, manusia saja sudah sama seperti hewan di mataku. Bukannya aku membual, tetapi bagiku manusia sudah kehilangan harga dirinya sebagai manusia sejak mereka tidak pantas membuktikan diri mereka sendiri.

Aku berpikir seperti itu karena aku sendiri pernah mengalami hal yang sama ketika aku masih 'manusia'. Kau tahu betapa tak berdayanya diriku mempertahankan semua orang yang kusanyangi? Itulah ketidak-mampuan yang dimiliki oleh setiap orang. Akhirnya itu juga yang membangkitkan rasa depresi dalamku terus-menerus.

"Woah, sihir milikmu ya? Kalau begitu aku juga akan menunjukkan apa yang menjadi kebangganku. Namun aku mendapati dirimu tidak pernah memakai sihir beratribut elemen mana pun. Semua yang kau pakai sihir penguat saja."

"Huh? Kalau diingat-ingat benar juga. Tidak pernah aku mengunakan bahkan sebuah api kecil atau yang lainnya dengan sihir. Mungkin pernah, tetapi bukan dalam pertarungan."

Mungkin dalam pikiranku tertanam suatu kebiasaan yang mengatakan bahwa aku mampu bertarung dengan kemampuan pribadiku seorang. Jadi tidak perlu mengandalkan sihir untuk memojokkan musuh. Lagipula tidak pernah kudapati monster yang harus dibunuh dengan sebuah sihir dengan atribut atau elemen khusus. Dengan sihir ya, memang ada.

Yang waktu itu, monster kelas evolusi tujuh kalau tidak salah. Itu monster yang kuat terhadap fisik, tetapi lemah dengan sihir bukan? Aku menghabisinya bukan dengan sihir jarak jauh, tetapi aku melapisi sebuah sihir beratribut netral alias tanpa atribut ke pedangku.

"Kalau kau jarang menggunakan sihir beratribut, maka kau total kebalikan denganku. Semua sihir yang paling kubanggakan dan sering kupakai adalah semua atribut atau elemen yang ada."

"Elemen dasarkah? Api, air, listrik, tanah? Apa elemen lanjutan juga?"

"Semuanya aku katakan, sampai void pun juga termasuk ke dalamnya."

Tunggu, tunggu, void? Kalau begitu kenapa dia tidak membuka wormhole saja untuk bisa sampai ke sini!? Sialan juga ini anak membebaniku selalu. Bilang saja kalau kau memang tidak mau mengeluarkan secuil kekuatannya hanya untuk berpindah dunia. Sialan memang anak satu ini.

Oh kalau ada yang tidak paham soal apa void itu, intinya itu semacam sihir yang menggunakan teori fisika kuantum negatif yang mampu menciptakan bahkan sebuah black hole. Intinya ini adalah sebuah sihir ruang. Waktu mungkin terpengaruh, tetapi bukan yang paling terpengaruh.

"Kalau kau bisa sihir void kenapa kau tidak teleportasi sendiri hah!? Memang kau itu sejak awal itu sudah ditakdirkan untuk dibenci ya? Sekarang aku jadi balik meragukan kalau kau itu saudara kandungku atau bukan."

"Oi, oi. Aku tidak mengerti konsep ruang dan waktu sama sepertimu. Konsep ruang mungkin aku paham, makanya aku bisa tahu soal sihir void. Namun konsep waktu tidak kupahami. Kau yang sudah hidup di berbagai dunia dengan waktu yang berbeda pasti pahamnya lah, jangan disamakan oi!!"

"Persetan kau! Kau menjelaskan bahwa sihirmu bisa menteleportasi orang lain, tetapi bukan dirimu. Jelaskan apa hubungannya itu dan apa yang baru saja kau jelaskan!!"

Tidak perlu kucari tahu lebih dalam, memang Jurai itu menjengkelkan apa adanya. Sebelumnya aku masih menahan diri tidak mencaci maki dirinya dengan kata-kata kasar. Namun kali ini aku cukup geram dan akhirnya kulemparkan saja semua rasa penatku padanya.

Niatnya aku ingin menguji coba Gen-0X V.II kali ini dengan serius, sekaligus melatih diri. Namun ucapannya membuatku sungguh kesal ingin menghajarnya habis-habisan. Aeria tidak akan marah kalau aku menghajar suaminya ke titik dia mau mengubah sisi buruknya bukan?

"Mana ada aku pernah mengatakan itu, yang aku pernah katakan itu, aku tidak bisa menggunakan sihir teleportasi sama sepertimu."

"Aeria, aku meminta maaf terlebih dahulu. Havenoar."

Mantra sihir barusan itu cukup sama efeknya seperti Guast untuk mempercepat pergerakan dengan mengurangi gesekan dengan udara. Namun kali ini aku meningkatkan kualitasnya sama seperti membuat tubuhku bergerak layaknya mobil kecepatan tinggi bekerja. Ya, itu biasa dikenal dengan nama streamline.

Streamline itu bekerja untuk mengalihkan udara yang menahan ke tempat yang lain sekaligus membuat udara tersebut menjadi dorongan untuk bergerak lebih cepat melawan arah. Cara seperti ini tidak perlu sulit-sulit kuterapkan dalam sihir mengetahui kemampuan imajinasiku terbilang tinggi.

Ah aku lupa menambahkan, Havenoar itu juga meningkatkan dampak serangan berkali-kali lipat dengan memperkuat otot pada kedua tangan dan kakiku. Dengan bantuan mempercepat pergerakan dan memperkuat otot, dampak serangan akan lebih mengerikan. Sejauh ini kuhitung dengan Havenoar, seharusnya dampak serangannya menjadi 10 kali lipat dari sebelumnya. Yang lain artinya bisa dikatakan berat yang ditanggung untuk menahan seranganku juga sama.

"Gila kau Sin!! Kau serius ingin membunuhku ya!?"

"Lebih baik kau kulenyapkan saja. Lanjut!! Kirigayaku!!!"

Sihir yang kali ini juga masih berhubungan dengan udara. Bedanya yang kali ini, aku mengumpulkan udara di bawah kakiku membuatnya menjadi pijakan. Menggunakan cara ini, aku tidak perlu melambatkan diri malah semakin cepat yang ada. Serangan ini meniru dengan cara kerja Assassin dulu yang menyerang seolah-olah dari segala arah.

Dibanding sihir, aku lebih menyukai kecepatan. Memang, kekuatan serangan itu penting sejak tanpa itu, kecepatan hanya akan mampu mengores musuh saja apalagi yang kekuatan pertahanannya tinggi. Sihir pun masih akan kalah dengan kecepatan sejak sihir yang punya sifat mengikuti musuh tidak banyak yang bisa menggunakannya alias tidak ada yang punya kontrol sebaik itu. Kalau ada pun, aku bergerak lebih cepat dari sihir tersebut.

"Sin!!! Sudah cukup aku bermain defensive, saatnya memasuki tahap offensive. Aku sudah muak menggunakan Longinus Diaxel mulu. Dyx, Ex, giliran kalian yang bermain."

"Dua pedang itu!?"

"Tentu, mereka berdua itu intellegence weapon alias senjata yang punya kesadaran. Saatnya bermain kasar bung sejak anda yang meminta."

Namun di saat itu kami mulai sadar… bahwa kami hampir mendekati batas bawah dan efek samping itu mulai menendang. Sebuah efek samping yang kami tidak pernah pikiran sama seperti tingkat keefektifan meningkat dengan cepat bekerja.

avataravatar
Next chapter