webnovel

BAB 12

-Tatap mataku jika kamu takut dan sebut namaku dalam hatimu-

***

Yuda membunyikan klakson motornya keras tanpa henti hingga pintu masuk gudang bewarna cokelat itu terbuka yang menampilkan Arkan dan Nando. Yuda turun dari motornya berjalan menghadap mereka dengan tangan kosong sedangkan lawannya lengkap dengan alat berperang.

"Sepertinya lo takut melawan gue dengan tangan kosong, apalagi sendirian," sinis Yuda menantang Arkan untuk man to man.

Arkan menyeringai menoleh pada Bobby untuk membuka lebar pintu. Yuda melotot tajam, rahangnya keras dan tangannya mengepal menahan emosinya ketika melihat Raisa diikat di kursi dengan mulutnya disumpal dengan kain kasar. Mata mereka saling berbicara satu sama lain.

"Yud, tolongin gue tapi lo jangan terluka."

"Gue bakalan nolongin lo, Raisa, meski gue terluka nantinya."

"Lo mau bebas—''

"Di mana adik gue?!"

Perkataan Arkan terpotong ketika suara deru motor bersamaan teriakan keras menghampiri mereka. Lelaki itu melepas helmnya, berjalan cepat ke arah Arkan dengan penuh amarah. Yuda segera menahan Fairuz karena takut akan berdampak dengan Raisa di dalam sana.

"Ckkkc, lo bawa orang lain, udah gue bilang kan. Apa akibatnya kalau—''

"Di mana adek gue?!"

Arkan berdecak, mengangkat tangannya pada Fero untuk menjalankan rencana kedua. Anak buahnya segera menjalankan perintah tersebut, membawa Raisa ke ruangan lain untuk disembunyikan.

"Bang!" panggil Yuda lirih, "sorry gue enggak bisa jaga Raisa."

Fairuz hanya menoleh sekilas, menyajajarkan dirinya dengan tinggi Arkan.

"Kalau lo sentuh adik gue sehelai rambut pun, lo abis di tangan gue!"

Arkan tidak mengindahkan, menatap mata tajam Fairuz.

"Gue denger adek lo phobia gelap, kan?" ucapnya tersenyum miring sambil menjauh dari keduanya.

"Gue enggak bisa yakin selama apa dia bisa bertahan di ruang bawah tanah."

Fairus menyadari ke mana adiknya di bawa dan itu sangat berbahaya. Tanpa menunggu lebih lama lagi Fairuz menghujamkan pukulannya pada Arkan. Tak terima Arkan juga membalasnya. Yuda pun segera menyerang Nando, mereka berkelahi dengan sengit. Bobby dan Fero membantu Arkan.

"Cepet lo cari Raisa, Yu!" titah Fairuz memelintir tangan Arkan.

"Gue bisa hadapi mereka sendiri."

Yuda tampak ragu melihat Fairuz yang babak belur namun Fairuz kembali meyakinkannya. Akhirnya Yuda pun terpaksa menuruti. Dia mengambil balok dan mengarahkannya pada Bobby yang mencoba menghalangi. Fairuz melumpuhkan Fero yang ingin mengejar Yuda. Meski berkali-kali dia terjatuh namun Fairuz kembali bangkit dengan sisa-sisa tenaganya.

Deru kendaraan terdengar mendekat. Arkan menyadari kalau mereka bakalan kalah jumlah karena kedatangan Ridho bersama gerombolannya. Rio tampak berapi-api menyuruh temannya segera melawan Arkan cs.

Arkan melepaskan diri dari Fairuz, berlari ke dalam gudang menuju ruang bawah tanah. Membiarkan temannya menghadapi lawan di luar karena dia harus bisa menahan Yuda menemukan Raisa.

"Lo enggak akan bisa membukanya!" seru Arkan membuat Yuda yang sedang berusaha mencongkel pintu gudang menoleh ke arahnya.

"Lo liat itu sudah karatan dan susah untuk dibuka. Eme, sudah sepuluh menit berlalu. Sepertinya Raisa udah kehilangan kesadarannya," tutur Arkan mencela. Yuda mengubrisnya dan kembali mencoba membuka pintu besi itu dengan apa saja.

"Lo tau apa yang cewek lo bilang terakhir kalinya," jeda Arkan memancing Yuda, "dia bilang lo bakalan nyelamatin dia. Aha, mungkin dia sedang memanggilmu di sana." Yuda mengepalkan tangannya kuat, berbalik dan meninju Arkan bertubi-tubi. Rio datang menjauhkan Yuda dari Arkan yang hampir kehabisan napas karena dicekik lehernya.

"Alif lo urus Arkan!" Alif mengangguk, mengikat tangan Arkan.

"Dia di sana?" tunjuk Rio mengenai keberadaan Raisa. Yuda mengangguk lemah.

"Pintunya nggak bisa dibuka."

Rio memendarkan penglihatannya untuk mencari jalan lain.

"Yu, ikut gue!"

"Lo ke mana?"

"Gue baru ingat ini station lama, pasti ada pintu masuk kedua untuk ke ruang bawah tanah," jelasnya menaiki tangga yang menghubungkan ke sebuah ruang tak berdinding utuh.

"Abang Fairuz gimana?" tanya Yuda mengawatirkan. Rio menjawabnya tidak apa-apa karena temannya sudah mengambil alih.

"Please, Raisa, bertahanlah!" Yuda melirik jam mereka sudah membuang waktu selama dua puluh menit. Waktu cukup lama untuk Raisa menahan ketakutannya.

"Yu, sebelah sana ada bunker." Ridho datang dengan napas terengah-engah.

"Gue pernah dengar kalau stasiun ini ada bunker yang baru ditemukan, tapi—''

"Di mana, Dho? Tapi apa, cepat beritahu!"

"I-tu gue nggak yakin jalan ke ruang bawah tanah ke mana soalnya kalau lo masuk ke bunker lo bakal nemu tiga jalan sekaligus. Dua di antaranya lo bakal menuju ke laut dan terowongan kuno, kalau lo salah jalan lo ngga bisa balik."

"Lo tunjukkin di mana itu, Dho?"

"Gue ikut lo, Yu," ucap Rio tidak bisa membiarkan Yuda sendirian.

"Ya, gue juga ikut kalian," sahut Ridho membuang ketakutannya.

"Ikut gue!" ucapnya melepaskan kancing atas bajunya.

"Ini jalan masuknya, kalau kita benar maka cuma butuh waktu tujuh menit ke sana."

"Tunggu!" Suara Fairuz menghentikan mereka untuk masuk ke dalam bunker di balik tembok. Rijal membantu Fairuz untuk berjalan mendekati mereka.

"Kalian jangan salah jalan, belok kiri dan lurus saja," katanya memberitahu jalan yang mengarah ke lokasi Raisa.

"Yu, selamatin adik gue!"

Yuda mengangguk dan berjanji dia pasti akan mengeluarkan Raisa dari sana.

-Aku tidak pernah ragu dengan pilihan, berlaku juga ketika memilihmu, sebagai perasaan semu tentunya-

***

"Yuda ..."

Raisa mencoba meraih ganggang pintu, memaksakan dirinya tetap terjaga dengan ketakutan dalam kegelapan. Suara seraknya tak lagi meneriaki nama-nama mereka yang diharapkan bisa mengeluarkannya dari sini.

Raisa hanya melirih ketika memanggil nama Yuda, entah berapa lama lagi dia bisa bertahan dengan tubuh gemetarnya. Cahaya biru dari jam lengannya sudah pudar dua menit lalu karena hanya bisa bertahan setengah jam saja.

"Lo tau, kalau lo pikir Yuda bisa nyelamatin lo ya gue rasa lo cukup istimewa bagi dia. Tapi, setau gue selama ini Yuda enggak pernah benar-benar menganggap perempuan sebagai sesuatu yang special. Dan, mungkin lo sama dengan mereka."

Ucapan Arkan padanya terbantahkan ketika Raisa melihat wajah emosional Yuda tadi di depan. Ada sekelabat perasaan bahagia dalam dirinya ketika mengetahui Yuda dengan keberaniannya datang sendirian ke tempat penyekapan. Raisa tak menghiraukan apakah dirinya benar-benar special bagi Yuda atau tidak, mengingat lelaki itu sudah mengklaim dirinya adalah pacar sebelah pihak. Yang terpenting, Yuda mau menyelamatkannya dan itu sudah cukup. Raisa akan memenuhi janjinya untuk bersikap baik pada lelaki itu.

"Gadis manis ... ayo keluar! Abang hitung sampai tiga, gadis manis keluar ya, nanti abang kasih lolipop. Mau, kan? Ayo gadis manis ..."

Raisa semakin menyembunyikan tubuh gemetarnya di balik almari dalam ruangan kecil. Jarak antara dirinya dengan dua lelaki yang mengejarnya tadi sekitar lima belas langkah. Raisa menutup mulutnya agar tidak menimbulkan suara tangisannya.

"Gadis manis tadi itu lagi shooting. I-tu darah palsu, kok, nanti abangnya bangun lagi. Gadis manis keluar dulu, ya?"

"Gadis manis tau kembang api, kan? Itu tadi peluru boongan, pakek marcon jadi abangnya cuma ketiduran aja. Bangun, ya?"

Raisa menutup telinga tidak ingin mendengar lagi suara serak milik lelaki yang lima menit lalu telah menembak abang pertamanya. Tepat di hadapannya dia menyaksikan bagaimana Fuadi mengembuskan napas terakhir dengan sorot mata hampir tertutup menatap ke arahnya.

"Abang ..." lirih Raisa ketika cahaya remang menusuk penglihatannya yang mulai rabun.

"Raisa!"

Raisa tersenyum pelan ketika mendengar suara bazz Yuda memanggilnya bersamaan derap langkah kaki menuju ke arahnya. Raisa kehilangan kesadaran ketika Yuda tengah berusaha membuang penghalang susunan kardus.