1 Prolog : Hubungan yang retak

Mungkin sudah sejak dulu, aku percaya bahwa aku adalah anak yang pantas dicintai. Percaya bahwa jika aku mati maka akan ada orang yang bersedih atas kematianku. Tapi itu dulu, saat aku hanya berusia lima belas tahun.

Sekarang aku sudah berumur enam belas tahun, umur dimana aku bisa memikirkan semuanya kembali, dengan akal dingin. Dan kini aku paham betul apa yang menjadi harapan kosong dan apa yang menjadi kenyataan.

Kenyataannya adalah bahwa hidupku itu menyedihkan. Bahkan tanpa perlu dipikir lama pun aku sudah tahu, betapa menyedihkannya hidupku.

Dan harapan bahwa aku adalah anak yang layak dicintai itu jelas kebohongan. Buktinya saja hari ini aku....

Aku berlutut didepan ayahku..

Memintanya memaafkanku.....

Memintanya memberiku kasih sayang....

"Ayah..... Apa yang harus kulakukan agar Ayah mencintai diriku?" tubuhku bergetar hebat karena kesedihan. Air mata mengalir lebat dari mataku. Mataku panas, seolah ada asap yang mengenainya. Rasanya air mataku tak mau dan tak akan pernah berhenti.

"Apakah aku harus menjadi sebaik Mana? Apa aku harus menjadi secantik dirinya? Sepintar dirinya? Sesempurna dirinya?" dengan mataku yang kini tertutup air mata, aku menatapnya. Tapi dia hanya melihatku dengan tatapan dingin, seolah olah aku bukanlah orang yang dikenalnya. Seolah olah aku bukanlah putrinya, anggota keluarganya.

"Haruskah aku menjadi dirinya? Dan dengan begitu, Ayah akan menganggapku sebagai keluarga Ayah. Ayah takkan lagi membenciku.." jemariku gemetaran, hatiku rasanya sakit. Semua perasaan yang terpendam selama enam belas tahun sekarang tumpah keluar. Meluap, seolah tak ada lagi ruang yang kosong dihati.

"Bukankah aku juga putri Ayah? Selain Mana, bukankah masih ada aku? Tapi kenapa, pada diriku..... Kenapa kau begitu membenci diriku?" tak ada jawaban yang keluar dari mulutnya. Dihadapanku, Ayah hanya memandang dingin putrinya yang sedang berlutut dan menangis.

"Bahkan jika kau berlutut padaku, aku tetap tak akan pernah mencintaimu" kata kata itu keluar dari mulutnya. Bergerak cepat menusuk jantung. Bagaikan pisau yang membelah tahu dengan begitu mudahnya, sama seperti kata kata itu bereaksi terhadap hatiku.

"Kenapa?" hanya kata spontan itu yang keluar dari mulutku, terdengar lirih bahkan mungkin itu takkan sampai pada dirinya.

"Karena aku tidak ingin punya putri sepertimu" bagai kilat yang menyambar ditengah hujan deras, kata kata itu merasuk dalam hatiku. Bahkan aku sudah tahu itu, seharusnya aku sudah tahu itu... Tapi tetap saja aku ingin percaya.... Percaya bahwa masih ada tempat dihatinya untukku.

"Mengapa Ayah... Semua orang yang aku kenal mengatakan kalau aku layak dicintai, aku layak mendapatkan kasih sayang. Mereka semua mengatakan aku anak yang baik, mereka ingin punya putri sepertiku. Tapi kenapa Ayah.... Kenapa Ayah sama sekali tak menyayangiku? Kenapa Ayah tak menganggapku sebagai putrimu?" aku hanya butuh alasan, apapun itu... Tolong.... Aku hanya butuh alasan... Alasan agar aku tak hancur kemudian...

Tapi yang aku dapatkan bukanlah alasan, bukan pula penjelasan. Hanya kata hinaan, yang kejam menusuk hati.

"Pasti mereka berbohong padamu. Betapa bodohnya kau sampai bisa dibohongi mereka" hanya kata itu yang keluar dari mulutnya. Setelah itu dia berjalan menjauh, pergi dari putrinya yang disini masih terduduk dilantai. Meninggalkannya sendiri, tak menengok kebelakang.

Bagaimana bisa ini menjadi seperti ini? Apa harapan untuk dicintai ayah itu memang mustahil? Apakah aku benar benar jahat hingga pantas mendapat hukuman seperti ini? Apakah harapan akan hidup aman serta bahagia bersama keluarga itu memang mustahil untukku?

Didalam tubuhku hanya ada keputus asaan yang berputar cepat. Kesedihan yang merasuk, membuat luka dalam dihati dan penyesalan yang saking besarnya mungkin dapat mengambil alih kendali tubuh ini.

avataravatar
Next chapter