1 "Real Or Dream"

"Udah daritadi ya, tahan banget lo ngeliat si Raka dari jendela kamar gue?"

Freya tersentak, ia membalikan badannya dan menatap tajam satu-satunya cewek selain dirinya yang ada di dalam kamar tersebut.

"Suka-suka gue lah! Mata-mata gue, lagian emang dia nya ganteng kok, gak ngebosenin."

"Oke, serah lo aja."

"Tapi Lan, menurut lo, Kak Raka itu idaman banget gak sih?"

Alanna mengedikkan bahunya. "Entah. Gue gak tau karena gue gak pernah nyari tau soal dia."

"Tapi seenggaknya lo pasti tau dia orangnya kayak gimana kan?"

Alanna mengerlingkan bola matanya. "Yang bener aja lo, kan udah gue bilang gue gak tau soal dia, lagian lo kira gue emak-emak komplek yang doyan gibah? Gue bukan biang gosip, dan juga kalo gue bisa saran sama lo, kalo lo suka sama dia, ya tinggal ngomong aja lah sama orangnya. Atau mau gue anter?"

"Gak segampang omongan lo Lan, lo tau kan kalo Kak Raka cowok yang disukain banyak cewek di sekolahnya? Kan lo satu sekolah sama dia, harusnya lo ngerti posisi gue," terang Freya dengan mendenguskan nafasnya.

Alanna mendekat ke arah jendela ruang kamarnya itu dan ikut melihat adanya Raka bersama teman-teman cowok nya sedang berkumpul di depan gerbang rumah cowok tersebut.

"Liat kan lo? Kak Raka tuh temennya aja cakep-cakep! Gue yang cuman serbuk rengginang gini cuman bisa mengagumi dia dari jauh."

Helaan nafas lelah terdengar dari mulut Alanna, sungguh ini bukan kali pertama Freya menyebut dirinya sendiri sebagai serbuk rengginang disaat banyak juga cowok di sekolah cewek tersebut yang naksir dan mengajak Freya berkencan, tapi ditolaknya.

"Lo janji sama gue ya Lan, apapun yang terjadi lo gak akan ngerebut Kak Raka dari gue kan?"

"Apaan sih lo? Ngerebut apanya? Gue deket aja nggak, apalagi suka, yang bener aja lo."

Freya tersenyum lebar, "Lo bener-bener sahabat gue!"

Alanna ikut tersenyum dan menerima pelukan Freya padanya. "Jika gue diharuskan milih salah satu antara lo atau cowok, gue pasti bakalan milih lo Fey."

"Gue juga!"

Untuk kesekian kalinya janji diantara persahabatan mereka berdua itu terucap.

Drrtt Drrtt

"Eh hp gue dering, dimana sih tadi gue naro nya?"

"Atas meja nakas gue pe'a."

Freya terkekeh geli, ia mengambil ponselnya dan segera mengangkat panggilan.

"Halo Ma?"

"..."

"Ini Fey lagi sama Lanna kok Ma. Kalo gak percaya ini Mama denger aja suara Alanna."

"Halo Tante!" Alanna agak berteriak agar suaranya terdengar oleh wanita di sebrang sambungan telepon milik temannya ini.

"..."

"Ya udah iya-iya Fey pulang sekarang."

"..."

"Bentar," Freya menolehkan kepalanya ke arah Alanna yang mengangkat sebelah alisnya bingung. "Kira-kira lo mau nganter gue balik gak Lan? Sopir gue disuruh ngejemput Abang gue nih. Jadi gue bingung balik sama siapa."

"Gue bisa, sama gue aja," Alanna mengangguk tanpa pikir panjang, toh mengantarkan Freya sampai rumahnya sudah merupakan rutinitas sekaligus ia punya alasan untuk mencari angin segar di Minggu siang ini.

"Fey pulang dianter Lanna, Ma. Mama tenang aja gak usah khawatir."

"..."

"Dah~"

Panggilan terputus.

"Cus sekarang, ge-pe-el," Alanna langsung menyambar kunci mobil di atas meja nakasnya sekaligus cardigan untuk menutupi pakaian atasnya yang berbahan tipis.

Sesampainya di luar, ternyata sudah ada seseorang yang tengah menunggu kedatangan Freya.

"Gio? Ngapain lo kesini segala?"

"Bokap lo nyuruh gue buat ngejemput lo, gue sih cuman diminta anterin lo balik aja, buruan naik."

Freya menggelengkan kepalanya, ia bersikeras untuk pergi bersama Alanna. "Gue udah bilang juga sama Nyokap gue, gak usah ngarang deh."

"Gue gak ngarang, lo bisa lihat sendiri nih," Gio mengangkat ponselnya dimana layar tersebut menampilkan satu panggilan video sudah berlangsung 30 menit yang lalu.

"Gak mau! Gue bakal tetap balik sama Lanna. Udah bilang kok sama Nyokap gue, nih liat!" Freya tidak mau kalah dengan memperlihatkan layar ponselnya ke hadapan Gio.

"Oke. Gue ekor in di belakang."

Freya mengerlingkan bola matanya. Tapi interaksi mereka terhenti saat Alanna menyuruh Freya untuk segera naik ke mobilnya.

~¤~

"Thanks Lan."

"You are welcome. Ya udah gue cabut sekarang Fey."

"Oke, tiati di jalannya jangan ngebut-ngebut!"

Alanna terkekeh, larangan Freya terdengar seperti saat ia menasehati kekasihnya.

Klakson mobil Alanna merupakan cara ia berpamitan pada Gio yang rupanya masih berada di depan gerbang rumah Freya.

Sebetulnya tidak membutuhkan waktu lama, hanya 30 menit dan Alanna sudah sampai ke area perumahan dimana rumahnya berada.

Namun sesuatu menyita perhatian Alanna, ia melihat sekumpulan cowok dengan baju yang berbeda dari yang sebelumnya Alanna dan Freya lihat. Ia taksir usia mereka sebaya dengannya, kini mereka baru saja keluar dari rumah Raka. Dan pergi secara berurutan.

Tidak hanya 1 atau 2 motor saja melainkan belasan. Sedangkan kendaraan roda dua yang dibawa teman-teman Raka sebelumnya hanya ada 6.

Sesaat setelah mereka semua pergi menggunakan motor tersebut, hanya ada satu mobil masih berada di lokasi yang Alanna tebak itu merupakan kendaraan yang dibawa oleh orang tua Raka.

'Hebat banget ortunya punya banyak anak buah.. apa si Raka ortunya mafia ya? Atau mantan anggota geng motor?' bathin Alanna berbicara dalam hati.

"Tapi kenapa pintunya gak ditutup lagi?" ia bergumam pelan, rasa penasaran Alanna semakin tinggi. Alanna memilih untuk turun dari mobilnya sebelum ia memasukkan mobil tersebut ke garasi rumah.

Tepat saat masuk ke dalam rumah Raka ia terhenyak melihat 2 orang cowok yang baru saja melakukan tindak kejahatan pada tetangga sekompleks nya tersebut dan masih berdiri dengan memegang sebuah benda ilegal di tangan kanannya.

Spontan Alanna berteriak histeris melihat keadaan Raka yang sudah terkapar dengan wajah yang tak utuh, bahkan sampai peluru terlihat bersarang pada beberapa titik di anggota tubuhnya.

Teriakan Alanna membuat satu peluru ikut terlepas dan menancap tepat di jantung gadis itu dan Alanna spontan terduduk sebelum terjatuh dengan posisi terlentang di atas lantai.

Tatapan Alanna dan tatapan Raka kini bertemu, Alanna bisa melihat jika Raka di tengah sekaratnya menatap Alanna dengan tersenyum, bibirnya seolah mengeja kata "Maaf.."

Dan air mata cowok itu menetes turun menuruni rahang tegasnya dan jatuh di atas lantai, seiring itu Alanna ikut kehilangan kesadarannya.

Mereka, mati secara mengenaskan di tangan orang misterius.

'Saya bersumpah atas nama Tuhan, saya nggak menginginkan kematian seperti ini dan saya akan balas dendam jika saya hidup kembali.'

Bathin Raka dalam hatinya, setelah itu, ia ikut menghembuskan nafas terakhir menyusul Alanna yang merupakan tetangga rumahnya tersebut.

●●●

avataravatar
Next chapter