webnovel

Rain Sound

biar kutanyakan pada mu. apa kau percaya cinta pertama akan terjalin saat kamu hanya memendamnya disudut hatimu tanpa pernah mengungkapkannya, tanpa sekalipun memperlihatkan langsung padanya? kebanyakan orang akan berkata tidak mungkin. ya sangat tidak mungkin. namun suara hujan malam itu seakan menjadi pertanda bagi chika, jawaban yang seharusnya tidak mungkin entah mengapa berubah menjadi mungkin. tapi apa yang terjadi? bagaimana mungkin perasaan yang tulus ini terjalin dalam hubungan yang tak jelas. haruskah chika bahagia atau merasa sedih? ini tentang kisahku dan cinta pertamaku

Kirei0713 · Teen
Not enough ratings
14 Chs

Ini Aneh

Seketika senyum yang sedari tadi di tahannya mengembang secara perlahan. "Ehem,," ana berdehem dengan suara keras membuat senyum chika menghilang seketika juga, diliriknya ketiga temannya yang menatap dengan pandangan menyelidik, seakan bersiap menumpahkan beribu pertanyaan yang harus di jawab chika untuk memenuhi rasa penasaran mereka yang seakan menumpuk.

     Belum juga ani bersuara dengan sekali hentakan chika berdiri dan melangkah keluar kelas meninggalkan ketiganya yang masih terdiam mematung didepan tempat duduk menatap chika yang berjalan cepat keluar kelas, saat telah tersadar dina, ana maupun ani seketika berlari mengejar chika yang sudah berada di parkiran "Bentar.. bentar.. ini, kalian berdua-" "aku pulang,, see you~" belum selesai ani melemparkan pertanyaan nya chika sudah pergi mengendarai motor dan berlalu meninggalkan ketiganya.

      "Chika..." hanya suara teriakan dina menyebut namanya yang terdengar dari kejauhan. Chika sudah bisa menebak akan jadi seperti apa dirinya jika harus memuaskan rasa penasaran teman temannya itu. Ada baiknya menghindar karena besok sudah libur sekolah.

      "Abah besok pergi ke sulawesi mau ketemu nenek, nenek sakit, kamu sendirian dirumah gak masalah kan?" Chika terdiam beberapa saat, menatap tiap guratan diwajah abahnya, ada kesedihan tiap ia menatap kedua bola mata biru abahnya yang tak secerah dulu. Sekarang hanya tinggal ia berdua dengan abah dirumah ini, rumah yang dulunya menjadi saksi banyak nya tawa, tangis, canda, pertengkaran bahkan kasih sayang yang di curahkan pada semua anggota keluarga dan semua itu hilang bersamaan perginya pusat dari keramaian rumah ini, yaitu ibu, Meninggal diawal chika smp.

      Chika mengangguk sembari mengulas senyum terbaiknya, mengabaikan setitik kekhawatiran yang tampak di kedua bola mata abahnya.

"Kamu yakin?" Suara itu lagi, tersirat kecemasan dari getar-getar suaranya. Sekali lagi chika mengangguk merespon kecemasan abah. "Abah memang pergi sama siapa besok?" Bukan tanpa alasan chika bertanya, karena yang ia tahu kesehatan abahnya sendiri tidak begitu baik dan sangat sering sakit, bahkan sudah beberapa kali keluar masuk rumah sakit.

     "Sama kakakmu" singkat padat dan jelas, tanpa perlu bertanya lagi, chika sudah mengerti yang di maksud adalah kakaknya yang kini masih menetap di samarinda, berbeda dengan kedua kakaknya yang berada di luar kota. Ia mengangguk sembari berjalan kearah ruang tengah "jaga kesehatan" ujar chika dengan suara yang menyerupai bisikan, terlalu malu untuk berucap namun juga berharap abahnya mendengar sekalipun tak merespon. Jika chika adalah anak yang cuek dan bicara seperlunya, maka sama halnya dengan abahnya, karena sifat chika benar-benar seperti tiruan dari abahnya.

        Hari mulai semakin gelap adzan maghrib mulai berkumandang memberi seruan untuk segera menunaikan ibadah sholat, chika beranjak dari tempat duduknya dan mematikan tv, berjalan menuju tempat wudhu dan bersiap sholat. Abahnya sedari tadi sudah pergi kemasjid melaksanakan sholat, sudah menjadi rutinitas sehari hari bagi chika beribadah dalam kesunyian. Tak ada satupun suara hanya suara chika yang terus melantunkan ayat suci al-quran.

     Chika bukanlah seseorang dari keluarga yang sangat relegius, ia melaksanakan sholat dan menutup aurat disamping karna ibadah dan pahala, baginya sholat juga salah satu bentuk istirahat yang menenangkan untuk jiwa dan pikirannya. Ia bahkan mulai aktif beribadah semenjak melihat abahnya yang tak pernah bolong melaksanakan sholat, ada rasa malu tersendiri saat ia tak melaksanakan sholat atau bahkan jarang beribadah.

      Selesai melaksanakan sholat chika berangsur menuju ruang tengah menyalakan tv dan merebahkan diri di sofa dengan sebelah tangan yang menggenggam ponsel

     "Sibuk? Ini aku arka, ada yang perlu kutanyakan"

     Chika tersenyum mendapati pesan yang masuk ke ponselnya adalah dari arka, tapi juga merasa bingung dengan isi pesan itu

     "Silahkan, gak perlu pakai ijin"

       Beberapa detik setelah chika mengirimkan pesan melalui whatsapp, panggilan masuk dengan nama arka memenuhi layar ponsel chika, dengan perasaan cemas dan penasaran chika mendekatkan ponsel kearah telinga nya

"Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumussalam, ya kenapa?" Lama terdiam tanpa satupun suara, terdengar hela nafas dari ujung telpon menunjukkan bahwa bukan hanya chika yang merasakan kegugupan pada saat ini

      "Aku gak pintar berbasa basi..." hening chika hanya terdiam menunggu kelanjutan dari ucapan arka

"Aku suka sama kamu" Deg. chika membeku seketika, tak ada sedikitpun keraguan dari ucapan arka, semuanya terdengar jelas dan tegas di telinga chika. Harusnya chika merasa senang saat ini, tapi ia hanya terdiam takut semua yang ia dengar hanya khayalannya semata. "Apa kamu mendengarku?" Nada suara arka mulai mengecil, hening berbalut keraguan, beberapa kali chika mencoba membuka mulut, tapi kembali tertutup rapat.

     Chika memejamkan mata mencoba mengusir semua perasaan yang mengganggunya saat ini "kamu bilang apa tadi?" Chika terlalu takut salah mengartikan, maka ia hanya bisa kembali bertanya meyakinkan bahwa pendengarannya tidaklah salah.

"Aku suka kamu" ulangnya dengan lebih percaya diri, suara yang penuh sirat ketegasan.

      Seketika wajah chika terasa panas, dan jantung yang berdetak tak karuan, ia tak mengira bahwa perasaannya yang selama ini ia pendam, perasaan yang menemaninya selama hampir 3 tahun perjalanan SMA nya akan berbalas dengan arka yang juga memiliki perasaan yang sama padanya. Chika menghembuskan nafas secara perlahan meredakan detak jantung yang makin meliar.

       "Ap-apa kamu yakin? Maksudnya, maksud mu kamu suka aku? Aku? Chika?" Sekuat apapun chika menutupi kegugupannya, hasilnya tidak jauh berbeda, jika teman-temannya sekarang mendengar ucapan chika mereka mungkin akan menertawakannya karena berbicara layaknya kaset rusak. Sebuah tawa kecil terdengar dari ujung telpon, ya, arka yang sedang tertawa, menertawakan tingkah konyol chika. Chika hanya bisa memejamkan mata berusaha menetralkan segala perasaan gugup dan ekspresi wajahnya yang tak henti-hentinya tersenyum.

      "Ya kamu, memang siapa lagi?" Hening tak ada lanjutan dari kalimat arka, ia seakan menunggu jawab yang akan di berikan chika, sayangnya kegugupan belum sepenuhnya menghilang dari kepala dan hati chika hingga ia hanya berujar "oh" dengan singkatnya. Bukan sebuah jawaban atau pun sebuah kalimat.

       "Kamu tau? Ini mungkin akan terdengar aneh dan bodoh, tapi aku benar-benar sedang jujur, aku menyukai mu, menyukaimu sejak lama dari awal kita bertemu, dikelas saat aku tanpa sengaja melihatmu belajar dipagi buta dan kita juga tanpa sengaja bertatapan. Sejak Saat itu, aku benar-benar menyukaimu" ujar arka di ujung telpon, tak ada sedikitpun keraguan dari perkataannya, membuat chika berbunga-bunga hanya dengan mendengar kejujurannya.

     Chika  menggerak gerakkan jari jemarinya di atas sofa dan berusaha sebisanya menahan senyum yang sedari tadi terukir. Ia tak mau terlalu senang, tak ingin terlalu berharap, biar perasaan senang dan berharapnya ada pada tahap seperlunya, sekedarnya dan secukupnya pikir chika. Karena tak terlalu baik untuk senang secara berlebihan dan berharap berlebihan yang akhirnya bisa saja mengantarkan pada sakit yang berlebihan pula.

     "Sebenarnya aku, aku juga punya perasaan yang sama, sejak lama, bahkan lebih lama darimu" suara hujan terdengar keras menutupi ungkapan perasaan chika yang ia lontarkan dengan nada sekecil mungkin. Namun tak sedikitpun menghalangi pendengaran arka. Baik arka maupun chika kembali terdiam dalam kecanggungan malam ditemani suara hujan yang terus terdengar semakin keras.

     "Hujan deras ya, disini juga hujannya deras banget" arka mencoba memutuskan tali kecanggungan diantara keduanya, sedangkan chika masih terbuai dengan suara arka yang terdengar melalui telepon, salah satu hal yang sangat di sukai chika, suara lembut nan menenangkan dari arka.

      "Chika... walau kita sama-sama saling suka, aku gak ada niatan buat mengikat hubungan kita dengan status pacaran" ujar arka.

kebahagiaan yang semula terbangun dalam diri chika seakan runtuh dengan seketika, baru beberapa menit yang lalu arka mengungkapkan perasaannya, dan sekarang ia bahkan berpikir untuk tidak mengikat hubungannya dan chika meski tau bahwa mereka saling menyukai.