1 01. Keputusan yang di nanti

"Kau meminta perceraian kita dipercepat?"

Nuansa di sekitar ruang tamu mendadak suram di iringi sebuah ketegangan, mempersulit pasokan udara masuk kedalam rongga dada hingga Minchae merasa gelisah sendiri. Bibir Minchae kelu, ia kesusahan saat akan menjawab pertanyaan yang ditujukan untuk nya.

Bagaimana tidak, intonasi yang diucapkan oleh Seojun terlalu dingin hingga menikam kewarasan nya. Minchae saja tidak berani menatap langsung mata Seojun demi keselamatan dirinya sendiri, sebab ia khawatir jika bertatapan dengan pria dingin itu nyalinya akan semakin menipis.

"Jawab Minchae?!"

"I-iya. Benar begitu." jawab Minchae gugup, tubuhnya tersentak setelah mendengar Seojun menyebut namanya.

Tarikan nafas panjang berusaha Minchae sembunyikan agar lawan bicaranya tidak mengetahui betapa ia merasa tidak percaya diri. Ia harus fokus dan mengumpulkan nyali agar percakapan ini bisa berahir dengan cepat.

"Emm.. Mungkin ini terdengar tiba-tiba. Tapi aku sungguh memikirkan ini dengan matang sejak beberapa hari yang lalu." Minchae meneguk salivanya dengan susah payah, setelah memberanikan diri menjawab pertanyaan tadi sedikit lebih panjang.

Seojun mengangguk, pria itu terlihat langsung paham dan tidak menyanggah ucapan Minchae.

- Diam dan hening -

Seojun masih berada di tempat yang sama, tapi membuang waktu 15 menit Minchae yang amat berharga, dengan hanya duduk diam tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutnya. Seojun tidak tau bahwa saat ini, untuk bernafas dengan normal saja Minchae sangat kesulitan, saking merasa tegangnya. Seperti ia tengah berada di ruangan kecil tanpa ada ventilasi yang menyediakan pasokan udara baru untuk nya.

Minchae menghembuskan napas singkat lalu berdehem sekali, mencoba mengusik pribadi pria yang tengah diam mematung di depan nya.

Dan berhasil.

Ahirnya Seojun bereaksi setelah menunduk selama beberapa menit lamanya.

*Astaga, jangan bilang barusan ia tertidur?* tanya Minchae dalam batin nya, lalu ia menyumpah serapahi pria itu dengan perasaan teramat geram tentunya.

"Aku masih tidak mengerti kenapa kau mengajukan permintaan seperti ini." ucap Seojun tatkala tangan nya meraup mukanya sendiri seperti ia tidak begitu paham dengan situasi yang terjadi sekarang ini. "Apakah aku berbuat salah padamu?" lanjut Seojun.

Tuhan. Minchae salah ketika mengira Seojun langsung paham dengan maksud dan tujuan dari ucapan nya, dan berpikir bahwa percakapan yang cukup menegangkan ini akan berakhir dengan segera setelah Seojun mengiyakan permintaan nya.

Minchae membuka matanya lebar-lebar di tengah ia merasa kebingungan. Bagaimana ia menjawab pertanyaan ini?

"Tidak. Tentu saja bukan karena itu." jawab Minchae kemudian, dengan kedua tangan melambai-lambai di depan dada untuk mendukung ucapan nya. Seojun diam lagi, mengedipkan matanya beberapa kali lalu menggeleng kan kepalanya sekali ke arah kanan, karena masih tidak percaya dengan permintaan Minchae yang diluar espektasi nya.

Ini sungguh tidak terduga, pikir Seojun. Terdengar sebuah desahan lirih yang berhembus keluar dari mulutnya.

"Lalu beri aku alasan, kenapa kau ingin mengakhiri kontrak ini menjadi lebih cepat." Seojun kembali mengemukakan rasa keingin tahuan nya.

"Emm__"

"Kurasa ini tidak benar. Bukankah waktu 4 tahun terlalu lama untuk kita tinggal bersama sebagai pasangan?" Minchae mendadak mendapatkan keberanian untuk mengangkat kepalanya menjadi lebih tinggi, sekarang pun matanya sudah berani menatap mata Seojun meskipun hanya sekilas.

"Aku yakin di benakmu pasti pernah memikirkan hal ini juga bukan? pernikahan itu harus di dasarkan dengan perasaan cinta, meskipun tidak menikah sungguhan, tapi nyatanya kau dan aku menjalani kehidupan kita secara berdampingan setiap hari, bahkan kita juga tinggal bersama, seperti pasangan sungguhan."

"Aku tau kau juga merasa tidak nyaman tinggal denganku. Jangan mengelak karena kita sudah tinggal bersama selama 2 tahun dan aku bisa merasakan itu."

Wow, di dalam sana Minchae merasa harus melakukan selebrasi untuk dirinya sendiri karena bisa mengatakan itu semua dengan lancar dan tanpa berbelit-belit. Ia sendiri tidak pernah membayangkan bisa mengatakan hal seperti itu pada Seojun.

"Jangan mencoba membaca ku dan menjadikan nya sebuah alasan. Aku hanya ingin mendengar alasanmu yang sebenarnya." Sahut Seojun di tengah kebanggaan yang dirasakan oleh gadis di depan nya, tentu saja ia tidak tau apa yang tengah di pikiran oleh gadis itu jika tidak diucapkan lewat kata-kata.

Rasanya seperti sebuah menara tertinggi di dunia roboh seketika, saat sebuah pedang menyerang kaki menara itu tepat pada titik penyangga nya sehingga menyebabkan menara itu jatuh dan hancur berkeping-keping. Ucapan Seojun menjatuhkan mental Minchae yang tadi sudah naik jauh ke atas angkasa. Meskipun begitu Minchae tidak menyesal telah mengatakan semua hal tadi, karena mau bagaimana pun apa yang ia katakan, semuanya adalah fakta.

"Baiklah terserah, yang penting aku sudah mengatakan alasanku." sahut Minchae ketus.

Kalau sudah seperti ini Minchae jadi semakin ingin mempercepat perpisahan diantara mereka. Ia tidak peduli lagi dengan respon apa yang akan di berikan oleh Seojun untuk nya.

"Kau sungguh-sungguh ingin melakukan nya?" Seojun memastikan sekali lagi.

"Ya tentu saja. Untuk apa aku berbohong mengenai hal semacam ini?" Minchae kembali menatap mata Seojun, dimana ia ingin menunjukkan keseriusan nya dalam berbicara.

Entah mengapa Minchae malah melihat respon aneh yang ia lihat, Seojun baru saja tersenyum dengan wajah aneh. Ia merasa pria itu memikirkan sesuatu hal mengenai ucapan nya, yang tidak ia ketahui apakah itu.

"Coba kau pikirkan beberapa hari lagi."

"Kalau dirasa sudah benar-benar memikirkan nya dengan matang dan keputusan mu tetap tidak berubah. Kita akan membahas hal itu lagi nanti." pria berambut hitam dengan piyama yang tengah ia kenakan juga berwarna hitam itu melipat kedua tangan nya di depan dada dan mengalihkan pandangan nya ke arah luar jendela, dimana cuaca pagi ini sedang buruk, hujan badai beserta beberapa suara guntur yang mengiringi perbincangan serius mereka.

Agaknya semesta memang sengaja memberikan soundtrack gratis, sesuai dengan situasi dramatis yang tengah terjadi diantara kedua orang ini.

"Aku sudah bilang kan Kim. Aku telah memikirkan hal ini selama berhari-hari dan aku telah yakin dengan keputusan ku. Kim Seojun." Minchae mengatakan nya dengan nada tinggi seperti ia sudah kehilangan kesabaran. Ia lelah mengatakan nya secara berulang-ulang, harus berapa kali ia menegaskan bahwa keputusan nya sudah bulat dan ia tidak main-main dengan ucapan nya.

Sorot mata Minchae terlihat tegas diarahkan tepat ke manik mata milik Seojun. Jujur, pria itu baru kali ini mendapati Minchae bicara dengan intonasi setegas itu bahkan melihat kilatan emosi di dalam matanya.

Tapi ia tidak goyah dan berkata, "Kau membutuhkan persetujuan ku. Kubilang tunggu hingga beberapa hari baru kita bicarakan lagi. Sudah, aku mau berangkat kerja." tatapan Seojun tak kalah serius, ia membalas tatapan mata Minchae dengan lebih tajam.

Curang!

Tentu saja Minchae kalah, kalau Seojun sudah mengeluarkan aura kuat yang ia punya. Sekarang Minchae yang bersikeras berubah menjadi lunak bahkan melembek hanya karena beberapa kata dan tatapan tajam dari Seojun.

avataravatar
Next chapter