webnovel

SELASA LANGIT MALAM

24/2/22

Happy Reading

***

"Aghhh!!" Selasa menjerit. "Kenapa aku tidak bisa merasakan kakiku!" teriaknya lagi sambil memukul-mukul kedua kakinya yang baru saja dilepas gips-nya.

Sepulang dari perhelatan akbar— Fashion Show Victoria Secret Angels di Amerika Serikat, tiga minggu yang lalu— Selasa Langit Malam, Model Papan Atas Internasional mengalami kecelakaan serius dan begitu parah.

Sialnya lagi … belum juga pihak agensinya memberi klarifikasi atas kecelakaan maut yang menimpa Selasa, tahu-tahu pemberitaannya sudah menyebar kemana-mana, hingga media asing dari seluruh negara pun tahu tentang kejadian kecelakaan yang menewaskan sopir Selasa itu.

Semua berspekulasi, semua menerka-nerka dan semua menduga-duga. Apa penyebab dari kecelakaan si Model cantik yang terkenal memiliki hati sebaik malaikat.

Yang lebih parahnya lagi ... ada juga yang mengatakan jika kecelakaan itu disengaja atau ada yang menyabotase mobilnya.

Dan, kecelakaan yang dialaminya itu membuat mobil kesayangannya ringsek sampai tak terbentuk.

Disaat semua media dari seluruh negara berburu berita si model cantik dan disaat seluruh lapisan masyarakat gempar akan kasus kecelakaan Selasa Langit malam ...

Disaat itulah, setidaknya ada satu orang yang tidak peduli dengan pemberitaan tersebut.

Kondisi perut yang lapar lebih berbahaya dari apapun, ok?!

"Aku lapar!!! Huhu!" Rabu merengek, matanya berkaca-kaca. "Laparrrr!!" teriaknya, tidak lupa mengelus-ngelus perutnya yang kruyuk-kruyuk.

Cacing-cacing didalam perutnya berteriak histeris, minta jatah asupan makanan.

"Sabar!!" teriaknya lagi amat frustasi dengan perutnya yang tidak bisa diajak kompromi.

"Lagian baru aja eek', masa langsung lapar lagi!! Sialan!" Rutuknya lagi menepuk-nepuk perutnya. "Aku harus cari uang dulu untuk memberi kalian makan, ok."

'Kalian' : Cacing, huhuhu

"Kita harus ke pamerannya Kak Kamis dulu. Baru aku bisa kerja dan memberi kalian makan. Jangan rewel lagi," kata Rabu setelah berhasil membuat perutnya ini tenang.

Sepulang dari Studio Gallery Pameran Lukis Kamis— teman asingnya yang baru dikenalnya seminggu lalu, pagi menjelang siang Rabu Sore Hari pergi ke Distrik A, tempat dimana para pelukis jalanan beradu nasib.

Rabu selalu menyebut tempat itu, Jalan Art Place— dimana semua seniman jalanan yang tak punya 'profesi tetap' berkumpul disana.

Sedangkan Rabu selalu menyingkat tempat itu dengan sebutan, 'AP' biar mudah katanya.

*

*

*

"Bagaimana, Dok?" tanya Selasa berharap-harap cemas. Ia mengeratkan kedua tangannya di pegangan kursi roda.

Setelah bangun dari tidur panjangnya dan sekaligus pelepasan gips, Selasa sempat histeris karena tidak bisa merasakan kakinya sama sekali.

Selasa pikir, kedua kakinya diamputasi tapi setelah selimutnya dibuka ternyata kedua kakinya sedang di gips, "Pantas tidak ada rasanya," gumamnya saat itu masih sedikit lega namun setelah gipsnya dilepas…

Selasa benar-benar tidak bisa merasakan apa-apa pada kedua kakinya.

Ada yang aneh dengan semua ini!

Setelah beberapa hari pemulihan kesehatannya, ia dibawa ke ruang Ortopedi untuk memeriksa keadaan kakinya lebih jauh lagi.

Dan, disini lah Selasa sekarang.

Di ruang pemeriksaan Dokter Spesialis Ortopedi— Dokter yang menangani kasus cedera atau penyakit pada pasien yang mengalami Trauma pada bagian tulang, sendi, tendon, otot dan saraf.

Biasanya cedera didapatkan saat si pasien berolahraga terlalu keras hingga membuat salah satu otot ligamennya terjepit dan yang paling parah adalah kasus kecelakaan yang membuat si korban bisa lumpuh sementara atau lumpuh permanen.

Cedera serius yang ditangani Dokter Gerald— Dokternya Selasa— saat ini adalah Pasien yang mengalami kecelakaan mobil yang mengakibatkan kedua kaki pasiennya tidak merasakan sakit. Bisa digerakkan pelan-pelan tapi mati rasa.

Diagnosis awalnya jika tulang belakang Selasa mengalami benturan yang amat keras dan saraf bagian belakang yang terhubung ke pinggul, pinggang dan kedua kakinya ada yang terputus atau mengalami trauma cukup parah.

Dokter Gerald baru saja mengetuk kedua lutut Selasa dengan palu kecil, dan ... iyaa, sesuai dugaan, Selasa sama sekali tidak bisa merasakan apapun.

Alih-alih menjawab pertanyaan Selasa yang tadi, dokter Gerald malah beralih melihat layar komputernya.

Jujur, Selasa yang lulusan Sarjana Ekonomi dua tahun lalu sangat asing dan begitu bodoh dengan tangkapan layar hitam putih yang ada di layar komputer itu.

Yang, Selasa tahu tipis-tipis jika gambar hitam putih itu adalah bagian tulang belakang miliknya dan kedua kakinya.

Selasa tidak tahu apa-apa tentang gambar hitam putih yang menurut pengamatannya itu terlihat baik-baik saja.

Serius, tidak ada kebengkokan sama sekali atau ada tulang yang terlepas dari tempatnya.

Lihat lah, sepanjang garis tulang punggungnya tampak lurus dan tidak ada retak. Tulang kakinya yang panjang pun tampak normal. Tidak bengkok namun memang ada retaknya sedikit.

Oh, mungkin ini yang digips kemarin, pikir Selasa.

Tapi, di bagian mana retaknya? Kanan atau kiri? Seingatnya kedua kakinya di gips.

Selasa sampai menunduk, mengamati kedua kakinya, tangannya menekan-nekan dan mencubit-cubit pahanya sendiri secara bergantian. "Tidak sakit," gumam Selasa.

Lalu ia semakin menundukkan tubuhnya dan perlahan mengambil palu yang nganggur di meja dokter.

Pikirnya, mungkin dokter Gerald terlalu pelan memukul tempurung lututnya tadi jadi tidak terasa apapun.

Ok!

Tuk tuk tuk!

"Tidak sakit," lirihnya. "Sekali lagi."

Tuk tuk tuk!

Ketukannya agak keras namun…

"Eh, beneran tidak sakit iya? Apa yang sebenarnya terjadi pada kakiku?"

"Nona Selasa?"

"Eh, i-iya, dok?" Selasa kembali menegakkan tubuhnya. Meletakkan palu kecil itu kembali ke meja dengan salah tingkah.

Sambil mendengar penjelasan dokter Gerald.

Selasa mencoba mengingat kembali kejadian kecelakaan itu namun nihil karena posisinya saat itu sedang tertidur sangat pulas. Jadi ketika ia bangun sudah ada di rumah sakit dengan kaki yang digips.

Saat ia bertanya apa yang terjadi, semua orang hanya menggeleng.

Raut wajah mereka pun nano-nano rasanya. Ada yang merasa iba, kasihan, memberi perhatian berlebih dan ada yang menangis meraung-raung, dan iya … Selasa tahu itu semua hanya akting.

Yang ia tahu dari musibah kecelakaannya itu hanya dua. Jika sopirnya sudah meninggal dunia ditempat kejadian perkara dan manajer sekaligus sahabat setianya— Senin— mengalami patah tulang tangan dan gegar otak ringan. Keadaannya sudah baik-baik saja dan tangannya yang patah pun sudah lepas gips, tinggal pemulihannya.

Selasa baru benar-benar tahu kronologi kecelakaannya ketika ada polisi yang memperlihatkan video cctv padanya.

Disana terekam jelas dimana dan bagaimana kecelakaan itu terjadi.

Di dalam video itu, ada mobil yang tidak berplat nomor yang entah datangnya dari mana, tiba-tiba saja menghantam mobilnya dengan begitu keras. Menyeret mobilnya hingga sejauh 3 meter dan menghantam tiang listrik yang ada disana.

Ia dengar jika pengendara mobil itu adalah pria tua lanjut usia. Pria itu meninggal di tkp sama seperti sopirnya.

Dari hasil otopsi, wajahnya rusak, tulangnya remuk semua dan iya … seluruh organ dalamnya hancur didalam. Jadi tidak bisa dikenali dengan baik kondisi si penabrak itu.

Aneh!! Semua ini benar-benar ada yang aneh. Semua ini adalah kegilaan yang nyata.

Sungguh kegilaan yang dadakan, kan? Iya, kan?

Dan, jauh diatas semua keanehan dan kegilaan yang dialami Selalas. Diagnosis dokter Gerald lah yang paling tidak masuk akal saat masuk ke telinganya. Dokter Gerald mengatakan jika dirinya...

"Tidak!!! Itu tidak mungkin!! Dokter bohong!! Dokter jangan bercanda sama saya!!!" Selasa berteriak histeris.

Kedua tangannya memukul-mukul kaki bagian pahanya, karena hanya itu yang terjangkau olehnya saat ini.

"Aku tidak boleh lumpuh. Aku tidak boleh lumpuh!! Aku masih bisa jalan!! Aku masih bisa jalann!!! Arghhh!!"

Selasa tidak tahu bagaimana harus mengekspresikan rasa syoknya!!

Selasa bingung!

Bagaimana ini?

Apa yang harus Selasa lakukan saat ini?!

Selasa … Selasa … Selasa!!

Hiks!

"Hanya kedua kaki ini yang bisa membuatku keliling dunia!! Hanya dengan ini aku bisa melihat dunia dengan kedua mataku sendiri! Hanya dengan ini aku bisa menjelajah luasnya dunia!! Hanya ini!! Ini adalah mimpiku!!! Kenapa harus aku!! Kenapa aku!!!"

Selasa tidak terima dengan takdir yang menimpa dirinya.

Lumpuh sama saja kehilangan 'Dunia Impiannya'.

"Ayoo, jangan seperti ini!" Selasa memukul tempurung lututnya.

Tidak ada rasa.

Tidak sakit.

Arghhhh!!

Selasa mencoba berdiri. "Ayo, kau bisa!!"

Percobaan pertama gagal. Dia terduduk lagi namun Selasa tetap mencobanya lagi.

Gagal lagi!!

"Ayolah, kita akan ke Victoria Secret lagi tahun depan," katanya mengelus-ngelus sayang lututnya yang baru saja dipukul-pukul itu. "Kau ingat? Ada Paris Fashion Week yang menanti kedatangan kita."

Brugh!

Selasa terjatuh dari kursi roda yang didudukinya.

Dokter Gerald sudah biasa menangani pasien serupa Selasa selama 35 tahun ia jadi Dokter Spesialis Ortopedi. Ia membantu Selasa yang jatuh dalam keadaan tengkurap namun tetap kekeh mencoba untuk berdiri.

Dokter Gerald menyuruh Perawat yang sejak tadi ada di luar untuk masuk— membantu Selasa.

Selasa histeris, menangisi nasib sialnya yang begitu aneh dan gila.

Kepalanya pusing.

Kenapa harus aku?!

Kenapa bukan orang lain saja!

Matanya mulai berkunang-kunang. Ada cahaya kilat vertikal yang tampak.

Gelap dan...

Pet!!

Selasa pingsan karena dokter Gerald menyuntikkan obat penenang padanya.

***

Salam

Galuh

Next chapter