1 Werewolf Gagal

Terlihat seorang gadis tengah tertidur dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Gadis dengan rambut berwarna hitam gelap itu terlihat pulas dalam tidurnya. Padahal matahari sudah menunjukkan wujudnya sejak tadi, tapi gadis itu tidak terusik dengan sinar matahari yang memasuki celah penutup jendelanya.

Terdengar suara ketukan dari pintu kamarnya membuat gadis itu mulai membuka maniknya perlahan. Gadis itu berdecak kesal menatap tajam ke arah pintu kamarnya.

"Caroline bangun!!"

Suara teriakan dari balik pintu kamar membuatnya duduk dengan raut wajah yang masih mengantuk. Hari libur yang jarang dia dapatkan ini malah hancur akibat suara teriakan dari luar. Padahal dia berniat tidur seharian tanpa melakukan apa pun. Manik birunya melirik ke arah jam dinding, terlihat jarum yang mengarah ke angka sepuluh.

"Yak!! Caroline bangun!!"

Lagi-lagi suara itu terdengar membuat gadis itu merenggut kesal.

"Iya.. Iya" jawabnya menyibak selimut dan langsung melangkah menuju kamar mandi.

Setelah cuci muka dia melangkah mendekati pintu kamarnya, dimana masih terdengar suara yang menyuruhnya membuka pintu kamarnya. Tangannya menyentuh kunci yang menggantung di lubang pintu kamarnya. Pintu terbuka memperlihatkan seorang pria dengan setelan pakaian santai menatapnya tajam.

"Apa kau tidak tau jam?!"

Pria itu terlihat marah menatap gadis di hadapannya yang mengabaikan atensinya sekarang "ini masih pagi" ucap gadis itu sesekali mengedipkan maniknya merasa mengantuk.

"Kau tau aku baru tidur jam empat pagi tapi kau malah menganggu acara tidurku"

Lagi-lagi gadis itu mengucapkan hal yang tidak berguna, tapi itulah kenyataan yang ada. Bahwa dia baru tidur fajar tadi, rasanya dia masih ingin memejamkan mata di atas ranjang empuknya.

Luis menghela nafas panjang "Caroline paman mencarimu"

Ucapan pria di depannya itu membuat manik Caroline terbuka lebar menatap tidak percaya akan apa yang baru saja dia dengar "apa kau bilang!!"

Gadis itu tidak percaya, dia ingat jelas bahwa dua hari yang lalu kedua orang tuanya ada tugas ke luar kota. Dan harusnya mereka akan kembali seminggu kemudian. Tapi kenapa baru dua hari mereka pergi, mereka sudah kembali dan mencarinya. Apakah pria di hadapannya ini tengah menipunya karena kebiasaannya yang selalu tidur di saat hari libur.

"Jangan bercanda!" gadis itu terkekeh menatap pria di hadapannya yang menghela nafas panjang.

"Apa aku pernah bercanda, kau hanya punya waktu sepuluh menit untuk siap-siap" ucap pria itu langsung pergi meninggalkan Caroline yang hanya bisa menatap kepergian sepupunya itu.

"Hah.."

Pintu kembali dia tutup, dia memikirkan alasan ayahnya memanggil dirinya dan kenapa kedua orang tuanya pulang lebih cepat. Ini jelas sangat aneh, dia tau bagaimana sikap kedua orang tuanya dan mereka tidak pernah sekalipun mencarinya jika bukan hal penting. Lalu apakah kali ini ada hal penting yang ingin di katakan oleh ayahnya.

"Ah.. Menyebalkan!!"

Jika dia terus mengulur waktu pasti ayahnya akan datang ke kamarnya dan marah-marah. Dia ingat jelas sikap ayahnya itu dan Caroline tidak mau mengalami hal itu sekarang. Langkah kakinya menuju kamar mandi, dia langsung bersiap untuk bersih-bersih.

Rambutnya masih setengah basah tapi Caroline mengabaikan hal itu dan langsung pergi ke luar kamar. Langkahnya menuju ke arah ruang kerja sang Ayah dan dia malah bertemu dengan sepupu yang selama ini menjadi satu-satunya orang yang memahami dirinya.

"Luis" ucap Caroline menatap Luis yang tersenyum kotak melihat dirinya sekarang.

"Paman sudah menunggu"

Pintu itu di buka menunjukkan sebuah ruangan besar dengan gaya klasik namun masih terlihat berkelas dan elegan. Caroline melirik Luis sebelum masuk ke dalam ruangan yang sangat dia benci itu. Dia menghembuskan nafas dan langsung melangkah mendekati meja kerja sang Ayah.

"Ayah"

Kursi hitam itu berbalik memperlihatkan seorang pria paruh baya yang menatapnya tajam dan dingin. Tidak ada kasih sayang yang terlihat di manik hitam gelap ayahnya itu. Padahal dia adalah pria yang menjadi ayahnya selama ini. Caroline tertawa dalam hatinya merasa lucu jika harus mengharapkan sebuah sambutan hangat dari sang Ayah.

"Dasar anak tidak tau diri!!"

Tunggu!!

Apa dia tidak salah dengar ayahnya mengatakan bahwa dia tidak tau diri. Ini terdengar sangat lucu, harusnya dia yang mengatakan bahwa ayahnya itu yang tidak tau diri. Sebagai Ayah dia tidak pernah memberikan sebuah kasih sayang dan hanya menatapnya dengan tatapan seperti dia adalah sebuah hama di rumah ini.

Selama dua puluh tahun dia hidup, dia hanya hidup dengan kasih sayang ibunya yang tidak seberapa. Dan dia lebih banyak menghabiskan waktu dengan bibi pengasuhnya yang sudah meninggal lima tahun lalu. Dan dia hanya hidup bergantung dengan Luis, sepupunya selama ini.

"Bukankah Ayah yang tidak tau diri!!" Caroline mengatakan hal itu dengan tatapan marah, ada perasaan kecewa di manik biru terangnya tapi semua itu tertutup oleh egonya yang tinggi.

"Aku tidak tau diri, bukankah kau yang tidak tau diri. Werewolf gagal sepertimu tidak pantas menyandang nama keluarga"

Caroline terdiam dengan kedua tangan yang mengepal kuat, dia tau di umur dua puluh tahun harusnya dia sudah bertemu inner woflnya dan bisa merubah wujudnya menjadi Werewolf. Tapi dia tidak, padahal dia adalah seorang Werewolf. Dia tau dirinya berbeda tapi pantaskah seorang Ayah mengatakan anaknya seseorang yang gagal.

"Ayah tau apa soal diriku!!" Caroline berteriak menatap tajam pada sang Ayah yang bergerak maju mendekati Caroline.

Caroline takut saat dia bisa merasakan tekanan kuat dari ayahnya, dia benci pria di depannya ini. Dia benci pria Alpha yang terus menyudutkannya selama ini. Andai dia bisa memilih, dia pasti akan memilih untuk tidak pernah terlahir. Dan dia tidak perlu merasakan hal seperi ini, tapi kenyataan selalu berbeda dengan harapan.

"Kau!!!"

Suara berat Alpha di depan Caroline membuat Caroline semakin kuat mengepalkan tangannya. Dia tidak suka tekanan yang di berikan Alpha di hadapannya ini. Andai saja dia juga seorang Alpha pasti dia bisa melawan Alpha di depannya ini.

'Luis tolong!!'

Leher Caroline di cekik kuat membuat Caroline tidak bisa bernafas dengan benar, rasanya sesak dan Caroline hanya bisa pasrah. Apakah tidak ada seorangpun yang akan menolongnya "dasar Werewolf gagal!!"

Pintu terbuka, di sana Luis berdiri dengan tatapan terkejut menatap apa yang terjadi di ruangan itu. Luis berlari melepaskan Caroline dari cengkraman ayahnya "paman, Caroline bukan Werewolf gagal. Dia hanya belum, tapi pasti dia akan menjadi Werewolf yang sesungguhnya"

Luis mengatakan hal itu dengan Caroline di pelukannya, dia bisa melihat tatapan pamannya yang tajam dengan amarah yang membara "bawa makhluk cacat itu pergi sekarang!!"

avataravatar
Next chapter