44 Alasan yang Sesungguhnya

Suara air menjadi sebuah sapaan untuk mereka, di sana terdapat sebuah air terjun yang begitu indah. Caroline terlihat begitu senang melihat air terjun itu, dia jelas sudah sampai di tempat tujuannya tanpa ada masalah sama sekali.

Suara Livina kembali terdengar begitu gembira, Caroline ikut tersenyum menatap ke arah Frey yang tengah membasuh wajahnya. Hari mulai siang dan mereka baru saja sampai, sekarang tinggal menunggu ibu Livina datang. Jika mengikuti saran Livina maka ibu Livina akan datang sebentar lagi.

Sambil menunggu Caroline ikut membasuh wajahnya dan meminum sedikit air yang terasa begitu hangat. Padahal ini adalah musim dingin tapi air terjun ini tidak membeku bahkan Caroline bisa melihat pancaran sihir walau kecil di antara air itu.

Caroline duduk tenang membiarkan Frey melakukan hal yang ingin dia lakukan, Frey mendekat mengulurkan sebuah roti pada Caroline "makanlah! Kau pasti lapar" ucap Frey ikut duduk di sebelah Caroline.

Caroline mengangguk, dia menerima dengan baik roti itu dan memakannya tanpa ragu. Keduanya makan dengan tenang, tidak ada yang berniat membuka pembicaraan saat ini. Rasanya menyenangkan melihat air terjun, dan Caroline sangat menyukainya.

Waktu berlalu dan keduanya sudah selesai makan sekarang, dan di saat itu juga seorang wanita muncul. Wanita dengan surai hitam gelap dan manik ungu gelap itu membuat Caroline tau siapa dia. Caroline bergerak bangkit dia terlihat begitu lega melihat wanita itu datang.

Ibu Livina, wanita yang ingin dia temui selama ini "kau boleh memanggilku apa pun!"

Wanita itu bersuara, suaranya begitu lembut bahkan wanita itu masih terlihat begitu cantik di usia yang sudah ribuan tahun itu. Bagi mereka itu adalah umur yang masih muda tapi bagi para manusia mungkin itu sangat tidak masuk akal.

Frey ikut bangkit, dia tersenyum pada wanita itu sebelum melirik Caroline yang tersenyum tipis "Livina sangat ingin memanggil anda ibu" ucap Caroline menatap tepat pada manik ungu gelap itu.

Wanita itu tersenyum lebar, merasa senang akan ucapan Caroline dia langsung mendekat memeluk tubuh Caroline. Caroline memang bukan anaknya tapi di dalam diri Caroline ada anaknya dan dia tidak akan pernah membedakan mereka berdua, baginya mereka itu sama.

"Maaf jika kau tidak menyukai pelukanku"

"Tidak apa ibu, aku sangat menyukainya" Caroline menyahut, dia seperti merasakan bahwa dirinya masih memiliki sosok ibu, sosok ibu yang dulu dia abaikan dan akhirnya sudah tiada karena kegilaan saudara tirinya.

Dia adalah anak yang buruk dan Caroline tidak ingin Livina menjadi anak yang buruk seperti dirinya. Dan dia akan menganggap ibu Livina sebagai ibunya sendiri. Caroline tersenyum penuh akan syarat kesedihan, dia tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.

Wanita itu juga ikut tersenyum, dia semakin mengeratkan pelukannya tanpa peduli pada Frey yang terlihat biasa saja melihat interaksi mereka. Pelukan itu terlepas, keduanya saling bertatapan dan mulai duduk mengabaikan Frey yang memilih menjauh.

Seperti ucapan Caroline, dia tiak boleh bertanya akan apa pun dan dia akan melakukannya. Karena nantinya dia akan tau apa yang sebenarnya di lakukan Caroline saat ini, walau tidak sekarang tapi hari itu akan tiba. Dan Frey tersenyum, mulai menikmati cuaca yang begitu bagus walau di tengah musim dingin.

Caroline dan wanita itu masih terdiam, keduanya duduk tenang menatap ke arah air terjun itu. Suara di kepala Caroline jelas sangat berisik tapi ibu Livina sendiri tau akan apa yang di katakan Livina. Dia hanya diam mendengarkan semua ucapan Livina yang sangat berisik.

Keduanya tertawa kecil "dia tetap manis seperti dulu" gumam wanita itu menatap ke arah Caroline yang hanya mengangguk walau dia tidak tau kehidupan Livina dulu.

"Kalian benar-benar mirip! Aku bahkan tidak bisa percaya jika Moon Goddess membantu kami dulu"

Ini yang Caroline tunggu, yaitu pembahasan soal takdirnya yang terjadi karena campur tangan Livina, ibu Livina dan Moon Goddess. Jelas ini yang sangat ingin dia dengar dan sekarang dia akan mendengarnya dengan baik.

"Perang antara kaum Werewofl dan Vampire memang sudah lama berhenti karena empat Lycan terakhir membunuh habis para prajurit Vampire. Tapi empat Lycan itu terluka cukup parah dan salah satunya adalah ayah Livina"

"Aku berusaha mencari keberadaan empat Lycan terakhir itu tapi tidak ada tanda-tanda tentang mereka, pada akhirnya para Werewofl juga mulai menyerah mencari mereka dan menganggap mereka semua mati. Tapi hal yang tidak mereka tau adalah mereka yang masih hidup dan Livina yang seorang Half"

Wanita itu terdiam sejenak menatap ke arah Caroline yang menantikan kelanjutan cerita ini. Dia tau soal ini dan Caroline jelas membutuhkan informasi lain tentang Livina. Wanita itu menghela nafas lagi, melirik Frey yang tertidur di bawah pohon.

"Livina punya satu kekuatan sihir yang tidak masuk akal, dia bisa melihat masa depan dan melihat perang antara Vampire dan Werewofl akan terjadi lagi. Awalnya aku tidak percaya tapi Livina bersikeras sampai dia mengatakan satu hal yang terjadi saat itu, yaitu kematian Ketua penyihir es"

Ingatan soal hal itu membuat wanita itu tersenyum kecut, andai saja waktu itu dia percaya pasti dia bisa menyelamatkan ayah kandung Livina. Tapi nyatanya dia baru mempercayai Livina di saat keadaan Livina mulai memburuk.

"Sejak itu aku percaya dengan apa yang di lihat Livina tapi seroang Lycan wanita adalah hal yang tidak mungkin ada dan di umur yang masih muda Livina mulai sakit-sakitan. Semua mimpi masa depannya menjadi memburuk dan dia mulai tidak bisa bangkit dari tidurnya. Sampai hari dimana Livina tidak bisa bicara"

Air mata wanita itu jatuh membuat Caroline menggenggam tangannya dengan lembut. Dia tidak tau soal ini dan Caroline jelas tidak bisa percaya akan alasan kenapa Livina tidak melakukannya di masa lalu.

"Aku menyalurkan semua sihirku untuk membuat Livina hidup lebih lama tapi semuanya tidak ada gunanya sampai Moon Goddess datang di dalam mimpi Livina, aku bisa melihatnya karena sihirku ada di tubuh Livina. Dan seperti yang kau tau sekarang, kau adalah orang yang kami pilih untuk melakukan sesuatu yang besar"

Caroline terdiam meremat kuat kedua tangannya yang terasa begitu dingin, apakah bisa dia menyalahkan Livina sekarang. Jika Livina tidak sakit apakah Livina akan menyelamatkan empat Lycan itu.

Caroline menangis dia memeluk tubuh wanita yang menjadi ibu Livina "maaf.."

"Kau tidak salah" pelukan itu di lepas dan wanita itu langsung menyentuh kening Caroline "sekarang kau akan menerima takdirmu bukan?"

Caroline mengangguk dengan sebuah cahaya terang muncul di keningnya.

avataravatar
Next chapter