webnovel

Bolos Ke Mana?

Guru matematika tiba, semua siswa kembali fokus ke pelajaran. Namun, Ratih dan Guntur merasa khawatir dengan dua orang yang penuh kontroversi itu. Revanza mungkin bisa tertolong dengan para fans mengenai alasannya ia bolos, tapi berbeda dengan Najwa.

"Najwa ke mana?" tanya guru matematika.

"Izin, Pak! Dia bilang perutnya sakit." Ratih coba melindungi bestie kesayangannya.

"Masa? Sakit perut apa sakit hati?" sindir seorang gadis.

Kelas pun tertawa di atas penderitaan Najwa yang sekarang sudah berada diluar dinding sekolah bersama sang pangeran.

"Sebaiknya kita cepat menjauh dari sekolah, takutnya para guru mulai bawa bambu runcing dan tombak untuk memburu kita."

Revanza jalan ke arah kampung di belakang sekolah. Ia menggunakan topi miliknya untuk menutupi wajah tampannya.

"Gue baru tahu ternyata dia punya humor ala komedi anime."

Najwa mengejar Revanza, ia jalan berdampingan dengannya.

"Kita mau ke mana?" Najwa menoleh ke arah Revanza.

"Tugas Biologi, gue mau kerjakan tugas itu." Revanza mengambil ponsel miliknya.

"Hah? Tapi tugas itu harus melakukan riset dulu, 'kan?" Najwa bingung.

Revanza berhenti, ia menunjukkan layar ponselnya. Ternyata ia sudah memesan taksi online.

"Karena itu, kita akan melakukan riset ke Taman Mini," ucap Revanza.

"Hah! Lo gila!" Najwa sangat terkejut.

"Kenapa, nggak mau?" Revanza menatap mata Najwa.

"Bu-bukan, tapi kita baru saja bolos sekolah dan sedang pakai seragam sekolah, lo mau ditangkap polisi karena bolos?" Najwa begitu takut.

Ia sudah membayangkan bila harus dipenjara hanya karena bolos sekolah. Najwa sampai berpikir bila ditahan, ia harus menjadi budak dari para senior ditahanan.

Taksi online pesanan Revanza sudah tiba. Ia segera naik dengan membuka pintu tengah.

"Lo mau ikut atau jadi gembel di pinggir jalan?" Revanza tidak langsung menutup pintunya.

"Iye, gue masuk." Najwa tidak bisa menolak, ia segera masuk ke dalam mobil dan menutup pintunya.

"Jalan, Pak," pinta Revanza.

Di sepanjang jalan Revanza terus main game MOBA dengan suara yang begitu berisik. Najwa yang duduk disampingnya pun sampai terganggu, padahal ia sedang ghibah di grup chat.

"Lo kenapa mau sekelompok sama gue? Padahal lo bisa ajukan banding tadi," tanya Najwa.

"Ini cuma perihal masalah kelompok, bukan sidang perceraian." Revanza sedang fokus dalam game.

"Tapi gue itu si bebek." Najwa merasa dirinya begitu hina.

"Lalu, lo membenarkan julukan si bebek?" Revanza harus kalah karena fokusnya hilang.

Ia menoleh ke arah Najwa yang tampak termenung.

"Seekor bebek buruk rupa tidak akan di pandang bila berjalan di samping seekor singa yang gagah. Jadi, jangan terlalu dipikirkan. Gue akan melindungi lo dari hujatan orang-orang," ungkap Revanza.

"Hah? Maksudnya dia itu singa? Entah kenapa, perkataan bocah ini jauh lebih menusuk dari kenyataan gue yang dihina setiap hari." Najwa merasa agak kesal di hati.

Mobil berhenti di depan pintu gerbang utama Taman Mini. Mereka berdua segera turun dari mobil. Revanza langsung jalan menuju ke bagian ticketing.

"Eh, sebentar! Uang jajan gue ketinggalan sebagian di rumah! Bagaimana, dong!" Najwa panik.

"Gue yang bayar." Revanza membeli dua tiket.

"Terima kasih, gue tertolong," ungkap Najwa.

"Gak perlu, sudah seharusnya yang kaya bantu yang miskin," jawab Revanza.

"Heh? Ini orang sombong sama menghina beda-beda tipis, ye!"

Najwa terus mengikuti Revanza dari belakang. Perjalanan menuju ke taman burung masih sangat jauh, ia harus menahan rasa haus dan pegal.

"Gue nyerah!"

Najwa langsung duduk di paving block. Tenggorokannya seperti gua tanpa mata air, kering.

"Ini …."

Revanza memberikan botol minum miliknya yang begitu mahal berwarna hitam dan bisa diseduh untuk air panas juga.

"Wah, ini botol mahal."

Najwa langsung menenggak air di botol itu. Bodohnya, ia menempelkan bibirnya di mulut botol.

"Lo mau?" Najwa menawarkan air itu.

Namun saat melihat bibir Najwa menempel di mulut botol, Revanza menolaknya mentah-mentah.

"Sudah, habiskan saja." Revanza justru balik badan dan pergi.

"Dia kenapa?" Najwa bingung.

Mereka berdua menyusuri jalan. di sisi kiri jalan terlihat beberapa anjungan rumah adat dari provinsi yang ada di Indonesia. Sudah sangat lama bagi Najwa untuk ke Taman Mini lagi. Baginya, kemewahan seperti berwisata hanya bisa dinikmati dengan makan bakso bersama keluarga di warung bakso langganan.

"Lo tidak apa-apa bolos?" Najwa merasa khawatir.

"Kenapa, lo suka sama gue juga?" Revanza melihat smartwatch di tangan kanan.

"Hah? Gue bukan pemuja fanatik lo, yah!" Najwa justru menyangkal.

Revanza balik badan. Ia melihat ke arah Najwa dengan pandangan sedikit kabur.

"Lo kenapa?" Najwa merasa ada yang aneh dengan Revanza.

Revanza cepat-cepat masuk ke salah satu anjungan, ia berusaha menaiki tangga kayu yang curam. Najwa langsung mengejar langkah cepat Revanza. Ia merasa bingung, namun saat sudah sampai di lantai 2 anjungan rumah adat, ia melihat Revanza merebahkan dirinya di lantai kayu.

"Revan!"

Najwa langsung lari menghampirinya. Mata Revanza masih terbuka, namun ia seperti tidak merasakan kehadiran Najwa.

"Revan! Lo kenapa!"

Najwa panik, ia melihat Revanza menutup matanya. Dengan cepat Najwa mengecek napas dan nadinya, untungnya semuanya masih normal.

"Dia pingsan …."

Najwa melepaskan topi Revanza dan memberikan ransel miliknya sebagai bantal untuk kepala si pangeran. Ia juga menurunkan dasi dan membuka kancing kerah baju Revanza agar ia bisa bernapas dengan leluasa.

"Bodoh, apa dia terlalu memaksakan diri?" Najwa coba memegang dahi Revanza, untungnya tidak demam.

Najwa mendekatkan wajahnya, ia melihat wajah Revanza yang sangat menggemaskan. Lekukan hidung, alis tebal, bibir merona, pipi yang gembul, rahang yang tegas dan wangi harum dari parfum yang digunakan Revanza sangat menggoda batin Najwa. Tidak sengaja, ia menyentuh lekukan hidung Revanza hingga bibir lembutnya.

"Sempurna, lo sangat sempurna," ucap Najwa.

"Seandainya kita bisa jadi teman, tapi sayangnya dunia kita berbeda. Gue seperti kuntilanak yang hidup di malam hari dan lo seperti pemburu hantu. Mau bagaimana pun kita tidak bisa menyatu."

Najwa sangat kecewa. Ia merasa kenyataan terlalu kejam. Bahkan sangat kejam disaat alam ini menciptakan manusia sempurna seperti Revanza dan dirinya yang menjadi manusia penuh dengan kekurangan.

Tidak lama kemudian, mata Revanza terbuka. Ia melihat Najwa sedang berdiri di pagar pembatas. Najwa membelakangi Revanza, ia tidak tahu bila sang pangeran sudah sadar.

Revanza bangun dan coba berjalan pelan mendekati Najwa. Bodohnya, Najwa tidak menyadari bila di belakangnya saat ini ada Revanza yang sedang berdiri. Ia terus memperhatikan senyuman Najwa.

"Lagi lihat apa?" tanya Revanza.

"Hah?" Najwa langsung putar badan.

"Lo senyum-senyum sendiri?" Revanza bingung.

Najwa langsung memegang wajah Revanza, tanpa sadar ia malah meraba wajah Revanza karena khawatir bila pangeran pingsan lagi.

"Ada yang sakit? Atau lo merasa demam atau bagaimana?" Najwa sangat khawatir.

"Gue tidak apa-apa, bisa tolong lepaskan tangan lo dari muka gue?" pinta Revanza.

"Oh, maaf, sengaja," jawab Najwa.

"Hah? Sengaja? Jangan-jangan pas gue pingsan tadi, lo pegang-pegang gue?" Revanza mundur selangkah.

"Nggak! Gue gak mungkin pegang-pegang lo!" Najwa langsung membantah, walaupun kenyataannya dia pegang.

"Gue masih murni dan suci, tolong jangan membuat gue jadi makhluk mortal kayak lo," ungkap Revanza.

"Uwah, ini bocah sepertinya terlalu banyak nonton anime. Makhluk mortal? Dia kira dirinya dewa, sang makhluk immortal?" pikir Najwa dihati.

"Kita lanjut jalan lagi, Gue mau sampai di taman burung sebelum jam 12."

Revanza mengambil ranselnya, ia juga mengenakan topinya lagi.

"Lo kenapa pakai topi? Panas?" tanya Najwa.

"Gue adalah vampir dari ras Eropa, bila terkena matahari, kulit gue langsung terbakar." Revanza menuruni tangga kayu.

"Ternyata Tuhan Maha Adil, selain tampan dan kaya, ternyata dia juga bodoh."

Mereka segera melanjutkan perjalanannya ke taman burung.

"Ngomong-ngomong, terima kasih karena sudah jaga gue pas pingsan tadi." Revanza merasa malu, ia segera bergegas jalan.

"Hah? Dia juga bisa ucapkan terima kasih? Tapi entah kenapa, gue merasa dia itu lucu dan menggemaskan," ungkap Najwa dihati.