Sementara adik dan kakak ini berjalan pulang sembari mendebatkan ikan hilang yang menurut Laudi ikannya telah pergi ke kehidupan bawah karena ada lubang yang menghubungkan kehidupan disini dan kehidupan bawah. Ikan yang hilang menemukan jalan setelah masuk ke dalam putaran pusaran. "setuju ngga", kata Laudi pada kakaknya yang masih saja tidak percaya pada keyakinan adiknya.
"darimana saja kalian?", tanya ayah melihat dua anaknya basah kuyup.
"bilas badan kalian!", pinta ayah.
"oke ayah!", sahut dua anak ini.
"mamah mana ayah?", tanya Laudi.
"ada di dapur", sahut ayahnya.
Mereka bergegas menemui ibu yang baru saja selesai masak makan siang setelah mereka mandi. "tadi aku lihat ikan yang belum pernah dilihat sebelumnya", Laudi menceritakan pada ayahnya yang sementara duduk di meja makan. Tidak lupa Laudi juga mengutarakan pendapat tentang adanya kehidupan bawah karena hilangnya ikan itu.
"aneh kan ya ayah!", kata Laudi.
"aku boleh izin ke pusaran besok ngga ayah", izinya ia pada ayahnya.
"jangan anakku!", sahut ibunya yang takut terjadi apa-apa pada anaknya jika dekat-dekat pusaran mengingat kejadian 8 tahun lalu selain suaminya yang hampir tertelan pusaran ada juga anaknya bernama Waruka tertelan pusaran hingga tidak ditemukan jasadnya.
ibunya melihat dengan matanya sendiri bagaimana Waruka meminta tolong saat ia terseret ke pusaran hingga menghilang begitu saja. Bayang-bayang kejadian 8 tahun lalu itu pun terlintas dibenak ibunya hingga air mata menetes begitu saja. Ia tidak ingin kejadian itu terulang kembali. "kenapa mamah nangis?", Tanya Laudi yang belum tahu cerita hilang kakak perempuannya.
"Waruka adalah kakakmu", sahut ayahnya, diikuti Laudi terdiam tanpa kata, mulutnya menganga, entah harus berkata apa.
"gimana ceritanya ayah", tanya Laudi sekita itu.
"8 tahun lalu", ayahnya mulai cerita bahwa saat itu ia dan istrinya serta bapaknya (kakek Laudi) sementara berada dirumah, tiba tiba datang warga berteriak memanggil dan menangis dengan keras di depan pintu. "Lamadi! Wadai! Lamadi! Wadai!", berulang ulang warga memanggil nama ayah dan ibu Laudi.
Mereka kaget, bergegas keluar. "ada apa ini!", tanya Wadai, ibu Laudi.
"anak kamu... anak kamu... anak kamu...", seorang warga tidak mampu cerita.
"coba tenang dulu Bu...", pinta Lamadi, ayah Laudi.
"Waruka terseret arus!", kata seorang warga.
Mereka pun bergegas pergi ke laut. Rumah Laudi berada tidak jauh dari pesisir pantai. Lamadi dan istrinya serta kakek Laudi berlari ke pesisir, menghidupkan speedboat dengan kecepatan tinggi menuju pusaran air. Sementara itu, Waruka yang terbawah arus laut tangannya dipegang oleh temannya yang berada diperahu kecil. Arus begitu besar saat itu, tidak ada yang berani mendekat ke pusaran air.
Speedboat tiba sekejap. Melihat situasi berbahaya, Lamadi langsung lompat ke laut, menolong anaknya yang tangannya telah terlepas dari genggaman temannya.
"ayah tolong....!", teriak Waruka memanggil ayahnya.
Lamadi berenang sekuat tenaga mendekati anak perempuannya, namun hanya bisa memegang ujung jari-jarinya. Waruka terbawa arus masuk kelingkaran pusaran air, dengan tatapan tidak percaya pada keadaan yang terjadi, ibunya yang berada dispeedboat menangis sejadi-jadinya melihat Waruka yang berputar-putar dalam pusaran air.
"tolong anakku tolong anakku tolong anakku", teriak Wadai, ibu Laudi. Sementara itu, Waruka semakin masuk dalam putaran pusaran air hingga hilang begitu saja. Bersamaan Lamadi berjuang keluar dari tarikan arus pusaran air. Hampir saja tertelan oleh pusaran air jika kakek Laudi tidak melajukan Speedboat dengan kecepatan tinggi, menarik anaknya dari laut ke Speedboat, bergegas keluar dari daya tarik pusaran air.
Tak ada kata selain air mata yang mengalir dipipih Laudi setelah mendengar cerita Waruka, kakak perempuannya. Namun karena ia percaya ada kehidupan dibalik bahaya pusaran air, ia pun percaya kalau kakaknya masih hidup di kehidupan bawah.