webnovel

BAB 3

"Bik, Bibik!"

Wanita paruh baya yang sedang berada di depan bergegas menghampiri Nico. "Iya, Tuan!" ucapnya.

"Bik, Tolong jangan ambil udang itu. Biar nanti aku berikan pada kucing di rumah kita," tutur Nico seketika membuat Sofia dan Sam menghela nafas panjang.

"Ba-baik Tuan, saya tidak akan membuangnya!" balas Bibik yang berdiri di belakang Nico.

"Sial, dia menyamankan aku dengan kucing!" bisik Sam kesal pada Sofia yang duduk di sampingnya.

Sam menggerutu kesal, ia mengacungkan kepalan tangannya kepada Nico. Sofia segera menghalau lengan lelaki itu.

"Sabar, Sam, sabar!" ucap Sofia dengan nada berbisik.

"Oh, iya Bik, lain kali Bibik nggak usah masak seafood lagi, soalnya saya dan Non Sofia memiliki alergi dengan makanan laut."

Sofia menganggukkan kepalanya kepada Bibik yang berdiri di belakang kursi Niko. "Baik Tuan!" jawab Bibik.

"Sayang! Kamu sudah makan siangnya?" tanya Nico pada Sofia.

"Be-belum Mas, ini sebentar lagi juga selesai," sahut Sofia gugup.

Nico meraih tongkatnya. "Ya sudah, kamu lanjutkan saja makan siangmu. Aku ingin melihat Alisa, rasanya tiga hari di rumah sakit membuatku rindu sekali dengan putri kita," tutur Nico bangkit dan berjalan meninggalkan meja makan.

Nico sudah cukup puas, melihat tingkah Sam dan Sofia yang terlihat sangat ketakuatan sekali saat di meja makan. Lelaki itu melangkahkan kakinya menuju kamar Alisa, putri semata wayangnya.

Suara celotehan Alisa terdengar hingga keluar ruangan. Perlahan Nico memutar gagang pintu kamarnya. Seorang gadis muda terlihat sedang begitu asyik bermain dengan balita yang usianya satu tahun lebih itu.

"Alisa!" panggil Nico. Lagi, ia tetap berpura-pura menjadi buta di depan pengasuh putrinya. Nico tidak ingin ada satupun orang yang tau jika ia sudah bisa melihat kembali.

"Alisa, itu Papa!" tutur lembut gadis cantik yang sedang membersamai Alisa. Baru kali ini Nico melihat wajah dari pengasuh putrinya. Karena kebutaan yang ia derita, membuat banyak hal yang sudah terlewatkan.

"Rahel, bawa Alisa ke sini! Aku ingin menggendongnya," tutur Nico.

"Baik Tuan!"

Gadis muda dengan rambut sebahu itu segera menuntun Alisa yang baru belajar berjalan menghampiri Nico. Seperti biasa Rahel akan meraih tangan Nico untuk menerima Alisa dalam gendongannya. Bayi gembul itu nampak sangat lucu sekali.

"Terimakasih, Rahel!" ucap Nico setelah menerima Alisa dalam gendongannya.

"Alisa, kamu cantik sekali sayang, sama seperti Mama kamu," batin Nico menatap bayi mungil yang berada di dalam gendongannya.

"Rahel, apakah Alisa masih meminum ASI?" tanya Nico.

Wajah Rahel seketika berubah. "Ma, masih Tuan!" balas wanita muda itu.

Nico menghela nafas panjang. Beberapa kardus susu formula tersusun rapi di dalam kamar Alisa.

"Berapa kali Nyonya memberikan susu untuk Alias setiap harinya?" tanya Nico.

Wajah Rahel semakin gugup. Sementara Nico tetap bersikap seperti orang buta di depan pengasuh putrinya.

"Ehm, tiga kali, Tuan!" balas Rahel setelah beberapa saat ia terdiam.

"Bagus, kalau begitu. Karena saya ingin memberikan yang terbaik untuk Alisa." Nico mengusap lembut pada rambut pirang putrinya.

"Sial, apa yang sudah Sofia lakukan pada semua orang yang berada di dalam rumah ini. Kenapa mereka berubah jadi seorang penipu semua," monolog Nico dalam hati.

____

Nico mengawasi kepergian mobil Sofia dari halaman rumahnya. Lelaki yang berdiri di samping jendela kamar yang berada di lantai atas itu mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana. Jemarinya dengan lincah berselancar pada layar ponsel kemudian meletakan benda pipih itu ke dekat telinganya.

"Halo, Hana!" sapa Nico pada seseorang yang berada di balik telepon.

"Iya Halo, selamat pagi, Tuan!"

"Hana, akhir-akhir ini saya tidak pernah mendatangi berkas-berkas penting perusahaan, apakah telah terjadi suatu dengan perusahaan kita?" tanya Nico.

Hening!

"Hana, apakah kamu masih berada di sana, kan?" seloroh Nico.

"Iya Tuan, saya masih di sini," balas Hana. "Ehm, itu Tuan, Nyonya Sofia sudah merubah surat kuasa perusahan menjadi memilki beliau," tutur Hana, sekretaris perusahaan NEW COOPERATION.

"Sialan! Sofia benar-benar ular berkepala dua!" desis Nico kesal.

"Berikan saya nomor Pak Aris, saya ingin berbicara sebentar dengan beliau. Dari tadi nomor Pak Aris kenapa sulit sekali dihubungi."

"Maaf Tuan, Pak Aris sudah tidak bekerja di sini lagi," jawab suara wanita yang ada di balik telepon.

Nico tercekat. "Apa? Bagaimana bisa?" cetus Nico meradang.

"Sa-saya tidak tau, Tuan, Nyonya Sofia yang sudah berhentinya beberapa hari yang lalu."

Nico mendengus berat. "Baiklah, Hana, jangan katakan pada siapapun jika saya sudah menghubungi kamu dan mulai saat ini kamu hanya boleh patuh dengan perintah saya, paham!" cetus Nico penuh penekanan.

"Ba-baik Tuan!" jawab Hana terbata.

"Oh iya Hana satu lagi, jangan bilang sama Ibu kalau saya menghubungi kamu," ucap Nico sebelum ia mengakhiri panggilannya.

Sesaat wajah' Nico berpikir keras. Tangannya meremas kuat ponsel yang sudah mati. "Pasti ada sesuatu yang sangat berbahaya hingga membuat Sofia memecat Pak Aris. Sepertinya Sofia tidak hanya ingin berselingkuh dengan bajing*n itu saja, tetapi dia juga ingin memiliki harta-hartaku, Dasar wanita jalang!" hardik Nico geram.

"Tuan!"

Nico tercekat melihat pembantu rumah tangganya tiba-tiba muncul di ambang pintu kamar. Nico lupa tidak menutup pintu kamarnya sebelum ia masuk.

"Bik!" Nico mengarahkan tatapannya ke arah jendela, agar wanita paruh baya itu tetap mengira jika dirinya masih buta.

"Tuan!" Bibik mengulangi panggilannya dengan tatapan heran.

"Ada apa, Bik?" sahut Nico.

"Tuan, bagaimana bisa Tuan sampai ke sana tanpa tongkat?" tanya Bibik menatap heran pada Nico yang sudah berada di samping jendela kamar.

"Bisa Bik, aku sudah terbiasa dengan ruangan ini," kilah Nico menyungingkan ulasan senyuman.

Bibik mengangguk lembut, dengan tatapan aneh pada Nico.

"Bibik sendiri ngapain ke sini?" tanya Nico.

"Saya, saya mau mengambil cucian, Tuan!" balas Bibik berjalan menuju ke kamar mandi.

"Bik tolong ambilkan tongkat saya dulu!" ucap Nico.

"Baik Tuan!" Bibik segera mengambil tongkat Nico yang berada di samping ujung ranjang.

"Terimakasih, Bik!" balas Nico saat Bibik memberikan tongkat itu kepadanya.

"Iya Tuan!"

Bibir berjalan ke arah kamar mandi. Lalu keluar membawa setumpuk pakaian kotor yang menggunung hampir menutupi wajahnya. Tidak sengaja Nico melihat sebuah benda jatuh dari tumpukan baju kotor yang sedang Bibik bawah keluar. Sesaat Nico membiarkan wanita paruh baya itu benar-benar pergi dan menghilang dari hadapannya.

Setelah memastikan Bibik pergi. Nico segera menutup pintu kamar lalu menguncinya. Lelaki itu bergegas meraih benda yang jatuh dari tumpukan baju kotor di atas lantai yang sedari tadi membuatnya penasaran.

"Apa ini?" seloroh Nico saat melihat benda seperti balon yang sudah terisi cairan bening jatuh di lantai. Nico memungut benda itu.

"Apa, kondom?" Nico tercekat, dadanya bergemuruh saat bayangan menjijikkan terlintas dalam benaknya.

____

Bersambung ...