1 Berpaling Tawar

KECERIAAN suara para pelajar SMA Asa Bunga terdengar ramai memenuhi seluruh ruang-ruang di gedung bangunan sekolahnya. Mengisi hangatnya pagi di hari pertama masuk sekolah, setelah sebelumnya para pelajar lewati hari liburan akhir pekannya. Suara keramaian para pelajar yang lebih mirip sebuah Pasar Basah yang tengah ramai-ramainya itu seakan tiba saja pecah dan lantas lenyap. Terkalahkan suara bel masuk sekolah. Keadaan depan, belakang, samping, lapangan, kantin, dan depan kelas yang tadinya seperti Pasar Basah itu kini berubah menjadi seperti hampanya sebuah Taman Pemakaman Umum. Sepi. Sunyi. Hampa. Hening. Serem.

Selang waktu lima menit. Semua para pelajar yang sempat menghilang itu terlihat berhamburan dari ruangan-ruangan kelasnya. Mereka tampak seperti penumpang kereta api yang tengah menyambut kereta kesayangannya datang. Berlari-lari kecil. Melangkah pasti menuju lapangan upacara. Laksanakan rutinitas di senin pagi. Apel pagi.

Eva terlihat khusyuk mengikuti jalannya upacara. Dan tatkala susunan acara upacara tengah berada di sambutan Kepala sekolah selaku Pembina upacara. Tiba-tiba Elisha sahabatnya berbisik memanggilnya. Tepat di belakangnya.

"Va! Eva! Hei Eva!" ujar pelan Elisha.

Eva diam. Acuh tak acuh.

"Eva! Eva! Aku ada di belakang Kamu!" ujar Elisha dengan irama suaranya yang masih pelan, namun kali ini dengan nada yang agak sedikit ditekan hati-hati.

Eva diam. Seakan-akan tak menghiraukan apa yang tengah dilakukan sahabatnya itu.

Elisha tampak kesal saat Eva mengabaikannya. Ia tak henti menggodanya. Menghembuskan pelan napasnya ke rambut hitam Eva yang lurus sepundak. Berulang-ulang. Terus-menerus.

Eva mulai merespon Elisha. "Ada apa sih, Lis? Kamu tahu kan kita lagi ngapain?" balas Eva kesal. Dengan nada suara yang pelan.

"Iya, Aku tahu! Tapi ini penting banget!"

"Sepenting apa sih dibandingin sama upacara?"

"Pokoknya lebih penting daripada nganterin kucing yang mau ngelahirin! Coba deh Kamu lihat baris keempat dari kanan kamu!" seru Elisha.

"Kenapa? Ada yang pingsan?"

"Bukan itu! Tapi ada yang lagi curi-curi pandang sama Kamu, Va!" ujar Elisha meyakinkan.

Eva perlahan menengok ke arah kanannya. "Ich! Nggak banget, kali!" kata Eva ketus. Kembali memalingkan pandangannya ke depan, setelah ia tahu yang dimaksud Elisha sahabatnya itu sedang tersenyum kepadanya. Ia kembali terdiam dan kembali mendengarkan Kepala sekolahnya yang tengah lantang berbicara. Begitupun Elisha dan juga semua para peserta upacara yang lainnya.

"Kalian tahu, acara Pensi di sekolah kita ini akan diadakan hari apa?" tanya Bapak Kepala Sekolah. Berwibawa.

Hari minggu, Pak! Teriak para murid lantang. Termasuk Eva serta Elisha sahabatnya.

"Sehubungan dengan acara tersebut, maka pihak sekolah akan membebaskan kalian dari belajar!"

Horrrreeeeeeeee!! Sorak-sorai para murid memotong pembicaraan Bapak Kepsek.

"Tunggu! Tunggu dulu! Bapak belum selesai. Kalian memang akan dibebaskan oleh pihak sekolah dari belajar dalam waktu seminggu ke depan ini, sampai acara Pensi di sekolah kita ini selesai diselenggarakan. Tapi kalian harus tetap masuk dan memakai seragam sekolah seperti biasanya! Karna buku daftar kehadiran sekolah akan tetap berlaku untuk kalian." Tegas Bapak Kepsek.

Hhhuuuuuuuu! Nggak asiiiiiikkk! Kagak gauuuulll! Kami ingin libuuuuur! Teriak Para murid serempak.

Mereka tampak kesal karna terpaksa harus menelan sebuah kekecewaan saat setelah mendengar sambungan kata dari Bapak Kepseknya.

" Diam! Diam semuanya! Ingat, Bapak membebaskan kalian karna Bapak ingin kalian bisa lebih berkonsentrasi lagi ke acara Pensi itu. Bapak ingin kalian bisa bekerja sama dengan panitia Pensi, agar Pensi kali ini lebih sukses dan lebih bagus dari acara Pensi tahun yang kemarin. Mengerti kalian?" Tegas Bapak Kepsek.

Mengerti Paaaaak! Teriak para murid serempak.

Susunan acara upacara kembali dilanjutkan. Melanjutkan susunan acara upacara yang baru berjalan setengah. Mengiringi sang fajar yang tengah berubah menjadi mentari. Menghangatkan para mereka yang tengah kedinginan. Memanaskan para mereka yang sebelumnya telah terhangati rasa kemalasan diri yang tengah menghinggapi erat semangatnya untuk mengikuti upacara di senin pagi.

***

Para Pelajar tampak seperti dedaunan di tengah musim gugur yang tengah disapa buaian desir angin pagi yang tengah membelai langkahnya. Bertebaran di mana-mana. Beramai-ramai membersihkan kelas kesayangan mereka masing-masing.

Eva dan Elisha. Mereka berdua adalah pelajar yang tak terlalu rajin dan tak jua benar dikatakan begitu pemalas. Namun mereka adalah selayaknya seperti sebagian dari para pelajar pada umumnya. Karna mereka tak ingin di katakan pemalas di depan teman-teman ataupun di depan Guru-gurunya, mereka mencoba mencari segenap kesibukan. Hingga mereka terperintahkan Wali kelasnya tuk memebersihkan kaca jendela kelasnya yang telah tampak kusam.

Di tengah kebisuan dalam kesibukan di antara keduanya. "Va, Kenapa sih, kamu selalu menghindar dari dia? Dia kan selalu perhatian sama kamu!" ujar Elisha sembari melirik ke arah Eva yang berada tepat tak jauh di sampingnya. Memecah kebisuan yang tengah mengikat dikeduanya.

"Dia? Dia siapa maksud kamu? David Panda anak kelas tiga IPA satu, itu?" Jawab Eva.

"David Pandy! Bukan Panda!" tegas Elisha.

"Ya whateverlah!" ujar Eva ketus.

"Kenapa sih kamu selalu cuek sama dia? Padahalkan dia itu suka sama kamu!"

Eva tersenyum. "Kamu kenapa selalu cuek sama Trian? Dia sih udah ketahuan bukan suka lagi sama kamu, tapi dia cinta sama kamu!" tanya balik Eva.

Elisha menelan ludah. "Ya itu sih karna aku gak ada ataupun mungkin belum ada perasaan apa-apa sama dia! Lagian aku masih ragu sama dia!" jawab Elisha kikuk.

"Itu, kamu tahu jawabannya!" tegas Eva sembari tersenyum. Memain-mainkan alisnya. Kedua matanya membinarkan sebuah keceriaan selayaknya seorang wanita remaja diseusianya.

Elisha terdiam. Mengerutkan keningnya.

Benar juga apa yang dibilang Elisha! Kenapa juga aku harus cuek sama dia! Bisik hati Eva. Tapi, kenapa juga aku harus mikirin dia! Siapa dia!

Tatkala Eva sedang terdiam. Terbuai indah lamunan-lamunannya. Tiba-tiba Elisha mencolek pipinya yang berkuning langsat. Cerminan warna kulit dari sesosok wanita asli Indonesia pada umumnya.

"Ya ilah, dia pake ngelamun segala, lagi! Lihat tuh, ada David! Di luar sana! Di depan pintu!" kata Elisha.

Eva terdiam. Terpaku pandang di kaca jendela kelasnya yang masih kusam yang tengah di bersihkannya.

"Alaaaah, tadi ngelamun, sekarang diam! Eva! David lagi natap kamu tuh!" Ujar Elisha sembari menudingkan telunjuknya ke arah dimana David berada.

"Iya, Lis! Iya, aku juga tahu! Memang kenapa?" ujar Eva tidak senang, sambil melirik ke arah David yang tengah berada di luar kelasnya. Dan secepat sambaran petir, Eva pun kembali mengalihkan pandangannya dari David yang mulai tampak jelas tengah tersenyum kepadanya.

" Pake tanya kenapa! Ya senyumlah! David kan lagi senyum sama kamu," ujar Elisha.

"Kamu aja yang senyum sama dia! Aku gak mau!" kata Eva ketus.

"Kalau kamu gak senyum, percaya deh, dia gak akan pergi sebelum kamu senyum sama dia!" tegas Elisha.

"Masa sih? Sekarang, coba deh kamu lihat dia!" ujar Eva.

Spontan, Elisha mengikuti apa yang dikatakan Eva. Elisha terpana. Elisha terkesima. Elisha tersenyum. Elisha tampak terlihat kegirangan saat melihat apa yang tengah terjadi kepada David, selayaknya anak usia lima tahun yang tengah menyaksikan seorang badut yang tengah beraksi dengan lelucon-leluconnya.

***

MEREKA berdua tampak serempak kompak tertawa. Ketika melihat David diboyong Wali kelasnya. Menarik David dengan menjewer kupingnya. Seraya Wali kelasnya berkata; "Dasar pemalas! Orang-orang lagi bersih-bersih kelas, kamu malah di sini. Senyum-senyum sendiri, kayak orang sakit. Ayo ikut Bapak!"

David diboyong Wali kelasnya. Kembali masuk ke kelasnya.

Eva dan Elisha tak henti tertawa. Terpingkal-pingkal. Membayangkan saat pertama kali mereka melihat wajah David yang kesakitan. Menahan rasa sakit kupingnya. Kuping yang ditarik-tarik dari depan kelas tiga IPA tiga hingga menuju ke dalam ruang kelas tiga IPA satu.

***

avataravatar
Next chapter