webnovel

31

Aku hanya bisa menuruti semua yang ia katakan, karena kepalaku tak mampu berpikir jernih. Aku kehilangan semangat, kehilangan gairah karena memikirkan Nova.

Saat memasuki dapur, sarapan telah tersaji disana. Segelas teh panas untukku, dan segelas kopi panas berada diseberangnya. Sepiring roti tawar yang telah diolesi dengan selai terletak di antaranya.

"Kamu gak mandi Pram?" tanyaku sambil duduk di kursi, berseberangan dengannya.

"Nanti aja deh bu. Hari ini gak ada ujian. Nanti habis anterin ibu aja baru mandi."

"Kalo gitu biar ibu berangkat kerja sendiri aja Pram. Biar gak ngerepotin kamu."

Beberapa saat Pram menatapku.

"Enggak. Keadaan ibu gak memungkinkan. Saya yang anter ibu."

Aku hanya bisa menghela nafas. Benar apa yang dikatakannya, keadaanku sedang tidak baik.

Pram mengantarkanku sampai kedepan warung, seperti biasanya. Suasana masih sangat sepi, karena warung tempatku bekerja belum buka.

Di dalam, kulihat ibu pemilik warung tengah sibuk menata beragam aneka menu disebuah meja berukuran besar.

"Bu.. saatnya bekerja. Ibu harus semangat." Pesannya sambil memegang kedua lenganku.

Aku hanya mengangguk untuk menjawabnya. Pran lantas memelukku, kemudian memberikan kecupan di keningku.

Si ibu pemilik warung melihat kami sambil tersenyum.

Aku berusaha untuk bekerja dengan baik, berusaha untuk memfokuskan pikiran pada pekerjaanku, namun hal itu sungguh sulit untuk kulakukan.

"Mbak Rindi sakit ya?" tanya si ibu pemilik warung.

"Enggak bu. Saya baik-baik aja kok."

"Dari tadi mbak Rindi kelihatan lesu. Ibu kira sakit. Kalo Mbak lagi gak enak badan, Mbak boleh pulang, biar bisa istirahat."

"Enggak bu. Saya sehat kok bu."

"Ya sudah.. kalo Mbak capek, istirahat dulu dibelakang, biar ibu yang beresin meja-mejanya."

"Gak apa-apa bu, saya gak capek kok." Aku berusaha meyakinkan si ibu, lantas melanjutkan pekerjaanku.

Ketika jam makan siang berlalu, tidak satupun teman-teman Pram terlihat disana.

Setelah menyelesaikan pekerjaan, aku beristirahat sejenak di dapur, sambil menikmati makan siang. Dari arah depan, samar-samar terdengar suara orang yang telah kukenal.

"Semua pada libur. Jadi gak enak. Sepi." Rita duduk disampingku, dengan membawa sepiring makan siang.

"Kamu gak libur?"

"Tadi ada ujian Mbak, jadi ya kudu masuk."

"Yang lain libur?"

"Ho ooh… pada libur. Kesel." Ia terus bercerita sambil menikmati makan siangnya.

"Tadi berangkat kerja di anterin Pram lagi?"

"Iya."

"Cieeeeeee… romatis banget..!"

"Apaannnnn sih..??"

"Hahahahahahahaahahaa…"

"Gak nyangka aja sih, ternyata Pram bisa romantis gitu. Secara dia pendiem banget. Dingin banget. Kayaknya gak ada asik-asiknya pacaran sama dia."

"Hhuuussssss… kamu ini.." balasku sambil mencubit pinggangnya.

"Cowok kamu dimana sih Rit? Kok mbak gak pernah dikenalin?" tanyaku.

"Dia kuliah di kota lain Mbak, jadi ya gini ini."

"LDR."

"Iya.. LDRan gitu deh."

"Kalo Mbak mah enak.. bisa sama-sama terus."

"Ya gak gitu juga kali Rit.. gak selalu harus sama-sama terus"

"Iya sih mbak.. tapi kan gak sampe harus nahan kangen kayak aku.."

"Iya sih." Jawabku, mengamini ucapan Rita.

"Kalo pun Mbak kangen, ato Pram Kangen, tinggal jalan 2 langkah aja, udah bisa ketemuan."

Aku tertawa mendengar celoteh Rita.

"Tapi kalo LDR.. kangennya kan bisa disimpen.. ntar dikeluarin pas ketemu. Pasti rasanya lebih gimana gitu. Lebih greget." Aku mencoba menghiburnya, menyemangatinya.

"Iya sih Mbak.. tapi ribet kalo udah gak bisa nahan kangennya."

"Heh.. ya harus bisa belajar nahan dong Rit. Masa iya kamu mau selingkuh?"

"Kalo selingkuh sih enggak Mbak.. cuman ya gitu itu.. ribet kalo udah gak tahan."

"Hahhh?? Gak tahan kangen?"

"Ya iyalah Mbak.. aku kan juga cewek normal."

"Maksudnya..??"

"Diiihhhh.. pura-pura lugu.."Protesnya.

"Haduuhhhhhhh… ribet ngomong sama kamu Rit. Gak jelas."

"Maksudnya.. ribet nahan kalo kangen kelonan" bisiknya.

"Astagaaa…. Nakal ya kamu..!"

Rita hanya tertawa.

"Ya iyalah mbak.. aku kan cewek normal. Kadang kan kangen juga dimanja-manja, kangen dibelai-belai."

"Duuuhhhhhh… kamu ini.. kalo cuman dibelai, dimanja, gak harus kelonan juga kan??" protesku.

"Ckckckckckck.. mbak ini." Gumannya sambil menggelengkan kepala.

"Manja-manjaan, belai-belaian kan enaknya pas lagi kelonan.. ya kali belainya sambil balapan karung."

"….."

Aku tertawa mendengar protesnya.

"Nakal." Jawabku singkat.

"Iihhhh.. biasa kaliiiii." Protesnya lagi.

"Emang Mbak sama Pram gak pernah kelonan??"

"Eeehhhhhhh… kok nanya gitu sih?" protesku. Ia menatapku dengan penuh kecurigaan.

"Haaayyyyooooo.." Rita meledkku sambil tersenyum nakal.

Aku hanya bisa menggelengkan kepala, heran dengan kegilaannya.

"Enak gak kelonan sama Pram, Mbak??"

"Iiihhhhhh.. apaan siihhhh???" protesku. Aku merasa malu dengan apa yang sedang kami bicarakan.

"Kalo dilihat-lihat sih, kayaknya kalian sering kelonan." sambungnya lagi.

"Astaaaagaaaaaa...Rriitaaaaaaaaaaaa….!!" Protesku sambil mencubit pinggangnya karena gemes.

Rita tertawa keras sambil meringis menahan sakit akibat cubitanku. Suaraku yang keras ternyata terdengar hingga kedepan, sampai ke telinga ibu pemilik warung.

"Ada apa tho mbak? Tadi ibu denger Mbak teriak?" tanya si ibu.

"Ini lho Bu, Rita nakal." Jawabku.

Rita masih saja tertawa.

"Ibu kira ada apa."

"Ya sudah, ibu tinggal dulu." Sambungnya.

Rita menghabiskan setengah hari itu bersamaku. Ia memilih menemaniku di warung daripada pulang ke kostnya karena ia merasa kesepian dan tidak memiliki rencana apa-apa.

Terkadang aku harus meninggalkannya untuk melanjutkan pekerjaanku. Namun lebih banyak waktu kuhabiskan bersamanya, karena setelah jam makan siang, warung tempatku bekerja relatif sepi pengunjung. Hanya ada 1 atau 2 orang yang datang.

Kami sedang bersiap pulang ketika Pram muncul didepan pintu.

"Kamu gak libur?" Tanya Pram pada Rita.

"Enggak. Tadi ada ujian."

"Hhmmm… malam minggu.. langit udah mendung… mungkin nanti malam hujan.. wah.. pas banget tuh Mbak." Celetuk Rita saat kami sedang berjalan pulang, menuju ke parkiran kampus.

"Ritaaaaaaaaa…. Hhhhhiiihhhhh" teriakku dengan gemes sambil kembali mencubit pinggangnya.

Sekali lagi ia tertawa sambil meringis menahan sakit di pinggangnya.

"kalian lagi ngomongin apa?" tanya Pram heran.

 "Enggak.. Rita cuman lagi gila aja Pram." Jawabku dengan cepat, sebelum Rita mulai membuka hal yang kami bicarakan sejak tadi.

Sesampainya di parkiran, Pram meninggalkanku dan Rita, untuk mengambil sepeda motor yang ia parkirkan. Letaknya sedikit jauh, dibagian ujung area parkiran.

"Mbak.. buruan pulang..udah mendung tuh." Guman Rita sambil memandang langit yang memang kelihatan menghitam.

"Iya.. kayaknya mau hujan." timpalku.

Rita Lantas memandangku dengan tatapan usilnya.

"Enak buat gituan mbak." Bisik Rita, lantas berlari meninggalkanku.

"RRRIIIITTTTTTTAAAAAA….. HHHIIIIHHHHHHH..AAAWWAASSS KAMU YYYAAAAA!!!" jeritku keras hingga menarik perhatian Pram.

Ia terus berlari, menuju ke arah sepeda motornya yang terparkir tak jauh dari tempatku berdiri. Ia tertawa terbahak-bahak melihatku yang kesal karena ulahnya. Dari kejauhan, kulihat Pram menggelengkan kepala.

"Itu tadi kenapa sih bu? Kok teriak gitu?" tanya Pram ketika kami sedang dalam perjalanan pulang.