1 CHAPTER 1 : TEMPERAMENT

Hari minggu sudah menjadi kebiasaan Haena Chanlia untuk berkunjung ke apartemen kekasihnya, Mark Liam. Jika ditanya apakah ia sukarela untuk masuk ke apartemen Mark? Sudah jelas jawabannya, tidak.

Mark memaksa Haena untuk ke apartemennya setiap hari minggu dengan alasan ingin menghabiskan waktu bersama. Sebenarnya Haena juga ingin “me time” alias rebahan, karena setiap hari ia selalu bersama Mark dari pagi saat berangkat kuliah, dikelas saat mata kuliah berlangsung, dikantin saat istirahat, hingga Haechan sampai dirumah karena diantar Mark. Tapi mau bagaimana lagi, perintah tuan muda Mark memang tidak bisa diganggu gugat. Haena hanya bisa menurut saja.

Haena sudah berada didalam apartemen Mark. Password apartemen Mark sudah berada diluar kepala sehingga memudahkan Haechan untuk masuk. "Mark!!!" teriak Haena dari ruang tamu, namun tak ada balasan. "Pasti lagi tidur nih. Kebo banget sih." umpat Haena. Ia segera ke kamar Mark untuk membangunkannya.

Saat membuka pintu kamar, ia melihat Mark sedang tertidur dengan pulasnya. Ia segera menghampiri Mark dan duduk disebelahnya. "Pasti kamu capek banget kemarin. Selesai ngampus, langsung ngerjain laporan perusahaan." Haena membelai rambut Mark.

"Setidaknya jaga kesehatan kamu, istirahat yang cukup, jangan memaksakan diri. Aku gak mau liat kamu sakit dan kurusan kayak gini.” Haena sebenarnya kasihan pada Mark karena ia bukan hanya melaksanakan kewajibannya sebagai mahasiswa, namun ia juga harus melaksanakan kewajibannya sebagai CEO di perusahaan keluarganya.

Mark adalah pewaris tunggal dari Liam Company dan bisa dibilang Liam Company adalah perusahaan terbesar dan terkaya dinegara ini. Tak ada yang menyangka jika seorang anak muda yang masih berusia 20-an adalah pimpinan dari perusahaan maju ini. Ayah Mark adalah orang yang sangat jenius dan pandai mengambil kesempatan yang ada sehingga dapat membangun sebuah perusahaan yang berjaya sampai saat ini. Karena ayah Mark sudah menua dan ingin menghabiskan waktunya bersama istri tercinta, akhirnya Mark yang harus memimpin Liam Company.

"Aku sayang kamu." Haena mengecup bibir Mark. Saat ingin menjauh, tengkuknya ditahan oleh seseorang. Ya, Mark lah orangnya. Ia sudah sadar sepenuhnya sejak Haechan membelai rambutnya. Mark melumat bibir Haechan dengan penuh perasaan. Bibir bawahnya di sesapnya hingga bengkak. Lidah yang saling berpautan seolah tak ingin lepas, saling mencicipi saliva masing-masing.

Haena memukul bahu Mark karena kehabisan nafas. "Ih, kok gak bilang kalau udah bangun?" tanya Haena kesal.

"Kalau aku bilang, nanti aku gak dapat ciuman dari kamu." Mark bangkit dan mendudukan Haena dipangkuannya. Ia mengelus rambut Haena dan mencium keningnya.

"Good morning, my bear."

***

Mark memperhatikan Haena yang sedang bercengkrama dengan seorang lelaki yang bisa dibilang cukup tampan tapi tetap Mark yang terbaik. Ia menggeram kesal akibat lelaki itu menyentuh lengan kekasihnya dan mereka tertawa bahagia. Ia tak rela jika kekasihnya bahagia bersama orang lain, bukan bersamanya. Ia segera menghampiri Haena dan lelaki itu yang bernama Jeffrey atau yang biasa dipanggil Jeff.

Mark menarik lengan Haena kasar dan menatap Jeffrey dengan nyalang. "Don't touch mine!" tekan Mark. Haechan hanya meringis karena lengannya merasa sakit akibat ditarik Mark dengan kuat. "Gak perlu kasar juga dong. " kata Jeffrey karena melihat Haena yang kesakitan.

Jangan pernah meremehkan Mark jika dengan cemburu, sudah dipastikan siaga satu. Mark yang dikenal baik, lembut, dan penyayang akan berubah menjadi Mark yang kasar, temperampen, dan suka bermain fisik.

"Udah ya sayang. Kita pulang ya." Haena mencoba menenangkan Mark agar mengontrol emosinya. Akhirnya mereka pergi, sebelum pergi Mark memberikan peringatan pada Jeffrey. "Jangan deketin pacar gue kalau lo mau selamat!" Jeffrey melihat mereka dengan tatapan sinis.

"Gue ga akan biarin lu hidup tenang, Mark."

***

"Sayang, sumpah aku gak ada niatan deket-deket sama kak Jeff." Haena menatap Mark dengan tatapan sayu. Ia sudah menjelaskan semuanya pada Mark, tapi tetap saja Mark tak mau dengar penjelasannya. Haena sendiri tidak suka dengan sikap Mark yang kasar padanya, seolah ia tak mengenal Mark kekasihnya yang lembut dan sangat mencintainya.

"Terus lo pikir gue percaya? Tadi ngapain aja lo sampai haha hihi kayaknya bahagia banget. Lo pikir gue gak punya mata? Gue liat dengan kepala mata gue sendiri dia pegang lo!" bentaknya sambil mencengkram wajah Haena.

Haena hanya bisa meringis menahan sakit, ia tidak ingin membuat kekasihnya semakin marah padanya. Ia dapat menahan rasa sakit dari kontak fisik yang Mark berikan. "Tadi Kak Jeff nolongin aku yang hampir jatuh, makanya dia pegang aku. Maafin aku." Mata Haena berkaca-kaca, sangat kuat tenaga Mark untuk menyiksanya.

"Alasan lo! Emang dasar lo jalang!"

Hancur hati Haena mendengar bentakan dari kekasihnya sendiri yang mengatainya jalang. Ia begitu marah. "Cukup! Aku gak nyangka kalau kamu bentak aku sampai bilang kekasihmu sendiri jalang! Terserah kamu mau bilang apa! Aku lelah sama kamu. Kamu selalu bentak aku, tampar aku, bahkan jambak aku. Pacar mana yang tega nyakitin orang yang dicintainya? Cuma kamu! Aku gak kuat lagi, Mark. Aku sayang kamu, tapi kamu malah memperlakukan aku kayak jalang yang gak punya harga diri sama sekali. Mending kita selesai sampai disini." kata Haena sambil mengusap air matanya.

Mark kaget dengan apa yang dikatakan Haena. Pujaan hatinya yang sangat ia cintai ingin berpisah dengannya? "Gak! Gak akan aku biarin kita selesai. Aku gak mau! Na, aku sayang kamu. Maafkan aku, bear." Mark memohon pada Haena agar mau memaafkannya. Ia terduduk dihadapan Haena dan memeluk kaki Haena. Sedangkan Haena masih menangis.

"Maafkan aku. Aku salah, aku minta maaf. Aku memang brengsek. Aku bajingan. Aku memang gak pantas untuk hidup. Aku memang harus mati karena sudah sering menyakiti kamu." Setelah Mark mengatakan itu, ia langsung ke dapur apartemennya untuk mencari pisau dapur.

Sepertinya akal sehat Mark sudah hilang, ia ingin melukai pergelangan tangannya agar ia kehabisan darah dan perlahan meninggalkan dunia. Haena yang melihat gerak gerik Mark langsung menyusul takut kekasihnya berbuat nekat. Ia terkejut saat Mark sudah menggenggam pisau dapurnya.

"MARK!!! BUANG PISAU ITU!!!" teriak Haena dan mencoba mendekati Mark. "Diam disitu, Na. Aku harus mati. Aku jahat sama kamu. Aku udah gagal jadi pelindung kamu, aku malah buat kamu menangis. Aku gak berguna. Bahkan kamu lelah menghadapi aku dan ingin kita pisah. Aku memang pantas untuk mati." Mark menangis sambil menatap Haena yang sudah kehabisan akal untuk menghentikan tindakan kekasihnya itu.

"Mark, kamu buang pisau itu sekarang! Aku sayang kamu, jangan gini. Tolong buang pisaunya, Mark. Demi aku." Haena mendekati Mark yang sedang kalut dan bergetar. Akhirnya pisau itu sudah dirampas oleh Haena dan dibuang entah kemana yang penting jauh dari jangkauan Mark.

"Jangan seperti ini lagi, aku gak suka. Aku sayang kamu. Kamu sayang aku." Haena memeluk Mark erat dan mencium bibir Mark. Haechan melumat bibir Mark. Sang empunya membalas lumatan tersebut. Ciuman itu turun ke leher Haena. Mark menyesap leher Haena hingga meninggalkan bekas kemerahan disekitarnya.

"Ahhhh.."

Suara desahan lolos dari bibir Haena. Mark yang mendengar itupun langsung semakin gencar untuk membuat karya seni lagi di leher Haena. "Jangan Mark, susah nutupin bekasnya." kata Haena. "Gak usah ditutupin, biar semua orang tau kalau kamu cuma milik aku." Pipi Haena merona mendengar perkataan Mark.

"Sayang.." panggil Mark. Haena pun mendongkak.

"Aku tau aku memiliki sisi gelap yang sering nyakitin kamu. Aku juga gak mau kalau sampai buat kamu nangis, tapi susah banget ngontrol emosi kalau berhubungan dengan kamu."

"Aku mau kamu janji sama aku?"

"Apa?"

"Jangan pernah tinggalin aku ya?" Haena menatap Mark dan mengangguk sambil tersenyum.

avataravatar
Next chapter