1 Negeri Aman dan Damai

Negeri Proksia dengan hamparan nan luas bersemai di setiap pelosok ujung utara sampai ujung selatan, baginya sebuah ketentraman dan keindahan alamnya. Wilayah-wilayahnya sungguh mengagumkan. Rakyat yang makmur serta tanah-tanah negeri yang subur makin memperkaya kepunyaan Raja yang dicintai seluruh rakyatnya itu. Raja August ke-17 memimpin selama puluhan tahun selalu mampu mensejahterahkan rakyat dan penduduknya dengan baik dan bisa dikatakan sempurna. Beliau adalah Raja yang sangat Bijaksana baik dalam menjalankan kepemerintahan maupun dalam memimpin keluarganya, betapa tidak? Memiliki satu Ratu, Ratu Tanesia dan tujuh selir namun semuanya aman dan damai saja.

Raja August-17 hanya memiliki anak dari Ratunya, sedangkan selir-selirnya tidak diperbolehkan memiliki anak, hal ini sudah menjadi aturan kerajaan secara turun temurun. Hal inilah yang menyebabkan lingkungan keluarga kerajaan menjadi tetap kondusif dan damai karena mampu menghindari perselisihan, perebutan kekuasaan kelak dari anak-anak Raja dari istri yang berbeda andai semua selirnya punya anak. Maka dari itu hanya sang Ratu yang diperbolehkan memiliki anak dari Raja August-17. Raja August-17 memiliki dua putra dan dua putri. Salah satunya adalah Pangeran Hikabara atau akrab dipanggil Pangeran Bara.

Pangeran Bara dianugerahi kekuatan mampu mengendalikan angin sedari lahir, namun masih dalam skala kecil, seperti mampu menumbangkan pohon, mendorong sapi-sapi yang sedang makan dan latihan-latihan kecil. Pangeran Bara sekarang berusia dua puluh tahun dan sudah ada calon Permaisuri yang harus ia nikahi karena dorongan dari Kerajaan yang mengharuskan dirinya sebagai Putra Mahkota yang pertama, sementara adik laki-lakinya masih berusia tujuh belas tahun. Selain itu juga memperluas kekuasaan dengan menggandeng Kerajaan dari Negeri lainnya. Meningkatkan hubungan diplomatik, ekonomi dan politik pada zaman itu. Salah satu cara adalah saling menikahkan Pangeran dan Putri Raja, meskipun tanpa didasari rasa cinta atau bahkan belum kenal sekalipun.

Pangeran harus mengesampingkan rasa cintanya, karena pernikahan yang memang kadang harus tanpa landasan cinta itu harus terjadi, namun prinsip mereka lambat laun akan tercipta rasa cinta juga kelak.

Persis seperti yang dialami Raja August-17 juga yang masa mudanya harus menikah dengan Putri Tanesia dari negeri seberang yang sama-sama tidak saling mengenal apalagi mencintai, namun lambat laun akhirnya mereka mempunyai empat orang putra dan putri juga sebagai buah cinta keduanya. Begitulah cara menikahnya para pangeran dan putri Raja kala itu di desain sedemikian rupa. Anak-anak kerajaan harus mematuhinya, serta memang belum pernah ada yang menolak atau menentang kebijakan ini secara turun temurun.

"WUUUSHHHH ...." Deruan angin kencang keluar dari kepakan kedua tangan Pangeran Bara. Dia mendorong kuat ke beberapa arah untuk terus melatih kekuatannya. Berdiri di atas bukit yang tidak terlalu tinggi, sesosok pemuda ini dengan gagah dan tegas menggerakkan tangannya. Mengibas-ngibaskannya untuk mengundang angin lagi, lalu menyemburkannya lagi. Begitu ia ulang seterusnya. Ia berambut hitam legam, berkilau disentuh oleh kilatan-kilatan cahaya Surya, rambutnya lurus sebahu yang lebih sering ia kuncir atau ia bentuk gulungan di atas kepalanya. Beginilah sehari-hari kesibukannya kalau tidak berlatih menguasai angin dia akan berlatih pedang kepada pamannya, adik kandung Ayahandanya. Semua Putra maupun Putri mahkota wajib mampu menguasai pedang, meskipun beratus tahun negeri ini penuh dengan kedamaian tapi untuk kewaspadaan dan jaga-jaga jika ada suatu kondisi yang tidak diinginkan. Kerajaan mewajibkan keluarga kerajaan maupun rakyatnya untuk berlatih pedang.

"Plok plok plok!!!" Suara tepuk tangan dari belakang Pangeran Bara. Ketika ia menoleh ia tersenyum manis karena mendapati kedua adik perempuannya mendatanginya di bukit itu.

"Kakak, sudah main anginnya. Ayok kita bermain pedang," sapa kedua adik perempuannya. Hikamawa (Mawa) dan Hikamela (Mela) yang usianya hanya selisih satu tahun saja, bagi yang tidak cermat akan mengira mereka berdua kembar karena hanya selisih satu tahun saja.

"Wah ... aku tidak bawa pedang," kata sang kakak.

"Kami sudah bawakan kak, ayuk satu lawan dua ... kan kakak laki-laki, kami perempuan," tantang Mawa  sambil tertawa-tawa bercanda.

"Ayo, jangan menyesal kalau kalian berdua tumbang ya? Hahaa." Sang kakak menjawab tantangan itu dengan segera menghunus pedang kesayangannya itu yang bergambar ular Naga.

Mereka bertiga segera mengayunkan pedangnya masing-masing untuk saling menyerang. Kedua adik perempuannya menyerang dari arah kiri dan kanan. Pertarungan latihan antar saudara ini sudah selayaknya pertarungan sesungguhnya. Wajah mereka serius dan sungguh-sungguh melakukan penyerangan bersama kepada kakaknya itu, dalam memainkan dan menangkis pedang lawan.

Sengit dan cekatan serta bunyi nyaring antara pedang-pedang yang saling bertabrakan itu sangat keras di telinga. Ada kira-kira satu jam  mereka masih bertahan dalam memainkan pedangnya, hingga peluh mereka tak dapat mereka hindarkan. Saling mengucur deras karena gerakan yang sangat semangat dan lincah.

Ketika anak-anak sedang asyik bermain pedang, Raja dan Ratu membicarakan hal yang sangat serius dan penting untuk masa depan kerajaan, yakni Pangeran Bara.

"Apakah Baginda sudah memikirkan baik-baik jika ingin menjalin hubngan dengan Kerajaan Batuyata?" ucap Ratu Tanesia kepada suaminya itu.

"Tentu saja, aku sudah banyak memantau perkembangan kerajaan itu, jika kita menikahkan anak-anak kita, maka akan semakin luas dan makmur wilayah kekuasaan kita, Raja Batuyata juga sangat bijaksana sama halnya denganku." jawab tegas Raja August-17.

"Kapan kita pertemukan Bara dengan Putri Batuyata?" lanjut sang Ratu.

"Secepatnya, aku akan kirim utusan untuk mengundang keluarga kerajaan itu ke singgasana kita besok, kalau bisa secepatnya saja, aku ingin segera menyatukan kepemimpinan kita dengan semua mengikuti aturan kerajaan kita, kerajaan Proksia." Pandangan mata Raja August-17 sangat tajam di arahkan ke atas langit sambil bangkit berdiri dari posisi duduknya tadi, sepertinya Raja memiliki keinginan besar sehingga tak akan menunggu lama lagi untuk menyatukan kedua kerajaan besar itu secepatnya.

Sang Baginda Ratu hanya mendukung apa yang menjadi keinginan suaminya itu, begitulah Ratu harus selalu mengikut dan patuh pada apa yang menjadi titah sang Raja, wanita hanya bisa menyampaikan saran, namun semua keputusan adalah mutlak kuasa sang baginda.

Setelah satu jam ketiganya beradu saling menghujamkan pedang. Lelah dan kehausan melanda mereka karena cairan tubuh mereka terkuras menjadi keringat. Semuanya tidak terkalahkan, karena mereka semua adalah sudah terlatih dari kecil. Siapa lagi pelatihnya kalau bukan sang Paman. Paman August-18, yang juga seorang pangeran kerajaan. Beliau sebagai panglima juga orang yang sangat cerdas dalam kerajaan. Beliau sangat patuh kepada kakaknya sang Raja August-17.

"Waaah haus aku kak, apa ada yang bawa minum? Aku bawakan pedang sampai lupa akan minuman yang harusnya aku bawa juga." papar Mela sembari menyeka peluhnya dengan pakaian lengan panjangnya itu.

Kedua saudaranya menggelengkan kepala pertanda tak ada yang membawanya.

"Kita turuni bukit ini sedikit lalu ke arah rerimbunan pohon dibawah itu, ada sungai yang jernih disana, aku selalu minum disitu setiap kali selesai latihan." ajak Bara kepada kedua adik perempuannya.

"Ayo kak, jangan menunggu lagi. Ini sudah petang, nanti kita dicari Ayahanda dan Ibunda kita," balas Mawa segera berlari mendahului keduanya untuk menuruni bukit dimana mereka semua berpijak sambil membawa pedangnya masing-masing yang sudah diamankan, dimasukkan pada selongsongnya.

avataravatar
Next chapter