1 Pamela si Gadis Aneh

Semilir lembut angin musim gugur, tampak seorang gadis berkacamata tengah berjalan gontai sembari  menyangklong tas gendongnya. Wajahnya muram, dan penuh ketakutan.

Seperti ada hal yang membuatnya merasa tertekan.

Dia adalah Pamela Anastasya Adam, gadis berusia 17 tahun yang masih duduk di bangku SMA.

Sepanjang perajalanan pulang bibirnya terus bergumam dengan tubuh gemetaran.

"Astaga! Kenapa aku tadi mengatakan hal itu kepada Bu Fiona?"

"Ah, kalau sampai Agnes tahu, pasti dia dan teman-temannya akan membuat masalah kepadaku,"

"Aku harus pulang secepatnya, kalau sudah sampai rumah mereka tidak akan berani menyerangku!" Pamela mempercepat langkah kakinya.

Namun tak lama terdengar suara melengking dari kejauhan.

"PAMELA! JANGAN LARI!" teriak seorang gadis berambut ikal.

Pemela berhenti sesaat, dan menoleh kearah sumber suara.

"Astaga! Bagaimana ini?" Pamela semakin panik, dia kembali mengambil ancang-ancang untuk berlari, namun gadis berambut ikal kembali meneriakinya.

"JANGAN BERLARI! ATAU BESOK AKU AKAN MENGUBURMU HIDUP-HIDUP!" Ancaman itu berhasil menghentikan langkah Pamela.

Kemudian kawanan remaja yang seumuran mendekatinya. Dia adalah Agnes musuh bebuyutan Pamela, serta dua sahabatnya yang bernama Julia dan Emily.

"Hei, Pamela!" Agnes mendekat lalu menarik rambutnya dengan kasar.

"Akh, sakit ...!" gadis itu merengek, saat rambut pirangnya ditarik dengan kencang, "tolong lepaskan, Agnes!"

"Nanti! Kalau rambutmu sudah rontok semuanya, aku baru akan melepaskanmu!"

"Ah, jangan! Aku mohon, Agnes ...." Pamela menagis sesenggukan.

"Beraninya kamu mengadu kepada Bu Fiona! Kamu sudah bosan hidup, ya?!" bentak Agnes.

"Ampun, Agnes, tapi aku tidak bermaksud mengadu. Dia yang memaksaku untuk bercerita!" tukas Pamela membela diri.

"Aku tidak butuh penjelasanmu! Yang aku mau hanya membalas semua perbuatanmu kepadaku!" tegas Agnes.

Kemudian salah satu temannya ikut berbicara.

"Iya, gara-gara dia mengadu sudah merampas uang jajannya! Kita jadi kena hukuman!" imbuh Julia.

"Tapi—"

"Diam!" Agnes tak memberi kesempatan bagi Pamela untuk berbicara.

"Ayo, kita hajar sekarang!" sergah Emily.

Tiga gadis itu menampar dan menendang tubuh Pamela dengan brutal.

Pamela tak sanggup melawan, tiga lawan satu tidaklah sepadan.

Gadis itu meringkuk, di pinggir trotoar jalan sambil memegang kepalanya.

"Tolong! Hentikan!" teriaknya sambil menangis kesakitan.

"Rasakanlah tendangan ini! Anggaplah tendanganku ini dari neraka!" pekik Agnes.

"Haha! Seru juga menyakiti Gadis Aneh, ini!" ujar Emily dengan tertawaan khasnya.

Mereka melakukan tindakan keji sesuka hati, kerena keadaan jalanan sedang sepi.

Namun terlihat seorang wanita paruh baya yang meneriaki mereka.

"Hei! Berhenti!" Kawanan gadis menengok secara serempak.

"Bu Fiona?!" ucap Agnes.

"Ayo! Lari!" Emily menarik tangan kedua temannya.

"Dasar, Anak-anak Nakal! Selalu saja membuat ulah!" Fiona segera mendekati Pamela.

"Astaga! Pamela, kamu baik-baik saja?" Dia mengulurkan tangannya.

"Ayo bangun, biar aku membantumu!"

Kemudian Fiona memapah gadis itu dan mengajaknya masuk ke dalam mobil.

"Aku akan membawamu ke klinik terdekat!" ajaknya.

Tak sepatah kata pun yang keluar dari bibir Pamela, dan dia hanya pasrah dibawah pergi oleh wali kelasnya.

***

Sepulang dari klinik, Fiona mengantarkan Pamela pulang.

Tepat di depan gerbang, dia menyempatkan diri untuk mengobrol sebentar bersama anak didiknya itu.

"Pamela! Aku berjanji setelah ini akan melaporkan tindakan mereka pada pihak sekolah! Dan akan kupastikan mereka tidak bisa mengganggumu lagi!" ujar Fiona dengan yakin.

"Bu, aku mohon jangan lakukan itu," pinta Pamela.

"Kenapa? Mereka, itu para Anak-anak Nakal! Mereka harus mendapatkan hukuman!" kata Fiona.

"Tapi, mereka berbahaya! Dan aku yakin mereka tidak akan tinggal—"

Drt....

Getaran ponsel memotong kalimat Pamela.

"Sebentar, Pamela!" ujar Fiona seraya meraih benda pipih dari sakunya.

"Halo, ada apa, John?"

[....]

"Apa?! Ibuku terkena serangan jantung?!" teriak Fiona dengan ekspresi yang syok.

Wanita itu langsung bergegas pergi.

"Maaf, Pamela! Kita bahas lagi nanti, aku harus pergi ke rumah sakit!" ujarnya sembari berlari dan masuk ke dalam mobil.

Pamela menatapnya dengan nanar.

Pikirannya benar-benar tak tenang, dia merasa bosan hidup di dunia ini.

Bahkan ingin berhenti sekolah saja. Bila harus mati pun ia juga rela.

Sejak duduk di Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas, ia selalu mendapatkan perlakuan buruk dari teman-temannya.

Mereka selalu mengatakan jika dia adalah gadis jelek dan aneh.

Pamela sendiri juga merasa haran dengan dirinya sendiri. Dia tak seperti gadis-gadis lain, yang bisa berbicara dengan santai dan tak pernah ada beban saat berkumpul dengan teman sebayanya.

Lain halnya dengan dirinya yang selalu gugup, serta merasa tak percaya diri.

Entah mengapa dia selalu saja salah tingkah di depan orang banyak.

Saat mengobrol saja, dia selalu gemetaran, sehingga tak jarang orang-orang menganggapnya aneh.

"Aku ini gadis yang payah ... apa tak ada sedikit pun sisi keberuntunganku?"

Lamunannya tergoyahkan saat tiba-tiba seseorang menabraknya di depan gerbang.

Bruak!

"Ah, maaf!" tukas gadis itu.

"Kamu siapa?" tanya Pamela.

"Aku sedang dikejar oleh dua Penjahat, aku mohon biarkan aku bersembunyi di sini, ya!" ujar si gadis dengan wajah yang memelas.

Pamela belum menjawabnya, namun gadis itu langsung masuk ke dalam gerbang.

Dan tak lama dua pria bertubuh kekar menghampirinya.

"Hei, Nona! Apa kau melihat seorang gadis yang lari kearah sini?" tanya salah satu pria itu.

Pamela terdiam sejenak, kemudian dia melirik si gadis yang bersembunyi di balik pot bunga.

"Dia tadi berlari kearah sana!" tukasnya seraya menunjuk letak yang berlawanan.

"Ah, baiklah! Terima kasih, Nona!" ucap pria itu lagi, dan Pamela menjawabnya dengan anggukkan kepala.

Pamela merasa aneh dengan penampilan mereka yang terlihat berbeda. Tak lama si gadis yang tadi menabraknya keluar dari dalam persembunyian.

"Terima kasih atas bantuannya. Dan perkenalkan namaku, Ximena!" gadis itu mengulurkan tangan kearah Pamela.

"Pa-mela," jawab Pamela gugup seperti biasanya.

"Yasudah, kalau begitu aku pergi dulu, ya!" Dia menepuk pundak Pamela kemudian berlari.

Terlihat ada benda yang terjatuh dari saku gadis itu. Pamela segera meraih dan berteriak memanggilnya.

"Hei! Cerminmu terjatuh!" Namun sayang gadis itu tak mendengar teriaknya.

"Ah, yasudah aku ambil saja!"

Pamela memegang cermin itu dan masuk ke dalam rumahnya.

Dia bejalan sambil bergumam, membicarakan orang-orang yang baru saja ia temui tadi.

"Ini bukan hari Halloween, kan?"

"Lalu kenapa mereka berdandan seperti itu?"

"Kalau dilihat-lihat gadis yang tadi sangat cantik, dan pakaiannya mirip seorang putri dari kerajaan!"

"Atau mungkin mereka baru saja keluar dari panggung teater?"

"Ah ... masa bodohlah!" Dia masuk ke dalam kamar.

Sesaat dia menghentikan langkah kakinya. Lalu melirik benda yang ada di tangannya.

Entah mengapa cermin kecil itu terlihat aneh, ketika netranya

terfokus pada benda itu, Pamela seperti terhipnotis. Dia seakan tak bisa mengalihkan pandangannya hingga terdapat kilauan cahaya terang yang membuat pupilnya menyipit.

Bersambung ....

avataravatar
Next chapter