1 PROLOG

"Gue yang naik duluan,  lo jaga-jaga dulu aja di bawah. Awasin kali ada yang liat. Dan mulut lu diem kalo nggak mau gue sumpal pake sepatu."

Aku menoleh saat mendengar suara itu. Ada dua anak cewek dan cowok yang sedang grusak-grusuk di samping pohon yang tumbuh dekat tembok tinggi di belakang sekolah. Aku merapatkan tubuhku sembari mengintip apa yang mereka lakukan.

"Gue takut Kan," ujar si cowok. Mukanya terlihat cemas.

"Cemen banget sih lo. Udah ikutin gue aja. Lo gak maukan ketinggalan konser itu?" si cewek  yang nampak lebih dominan berujar meyakinkan si cowok.

"Ya tapi nggak harus kaya gini caranya."

Sekarang aku tahu apa yang sedang mereka lakukan. Bolos sekolah. Hmm...

"Kita akan naik menggunakan tali ini. Di balik tembok ini udah ada tangganya nanti kita tinggal turun ke bawahnya."

"Gila aja! Masa kita naik tembok setinggi ini cuma pake tali sih Kan?! Gue nggak mau, ntar gue jatuh bukannya nonton konser malah mati sia-sia."

"Nggak usah lebay deh. Nih lihat cara gue."

Cewek itu mulai menarik tali yang bergelantung di tembok pembatas. Seperti sedang memastikan daya beban tali itu. Tak lama kemudian dia mulai menaiki tembok pembatas dengan bantuan tali itu dan beberapa tonjolan yang seperti sengaja sudah dibuat.

Aku ternganga melihatnya berayun merambatkan tangan, lalu kemudian kaki-kakinya menapaki setiap tonjolan dengan mudah. Tangannya terus bergerak naik ke atas seiring dengan gerakan kedua kakinya yang lincah. Aku melihat dengan takjub. Dia cewek dan dia bisa melakukan itu. Aku sendiri nggak yakin bisa melakukannya.

"Sekarang giliran lo, cepetan naik."

Saat  dia sudah sampai di atas, aku bisa lihat dengan jelas wajah cewek spider berkulit coklat itu. Gila! Baru aku lihat cewek semanis dia.

"Sorry Kan,  mending gue nggak usah nonton konser itu daripada jatuh terus patah tulang."

"Astaga! Den lo mau kemana?"

Cowok itu pun kabur meninggalkan cewek itu sendirian di atas tembok pembatas sana.

Seseorang menepuk pundakku dari belakang.

"Lo lagi ngapain?"

Aku menoleh dan mendapati Eizal teman sekelasku berada di belakangku ikut memerhatikan apa yang aku lihat.

"Oh si Kanya. Kabur lagi dia ya?"

Eizal mengenal anak itu? Dan kulihat di atas tembok sosoknya sudah tidak terlihat lagi.

"Memang dia sering begitu?" tanyaku tak percaya.

"Kurang tau sih, tapi gue pernah lihat dia bolos tempo hari."

"Anak kelas berapa memangnya dia?"

"Anak kelas satu."

"Anak kelas satu tapi berani bolos begitu???  Menakjubkan."

"Lo bakal lebih takjub lagi kalo liat dia naik wall climbing."

Rasa penasaranku dimulai dari sini. Dengan sosok mungil berkulit coklat pemanjat dinding. Boleh juga. Kedua sudut bibirku tertarik membentuk seulas senyum.

Dia Kanya, si gadis gula jawaku. Pencuri hatiku sepuluh tahun yang lalu.

avataravatar
Next chapter