webnovel

Prince Charming Vs Gula Jawa

Memiliki kekasih ganteng, pintar, dan populer sama sekali tidak terlintas dalam pikiran Kanya. ⁣ ⁣ Tapi siapa sangka dirinya yang hanya gadis biasa-biasa saja, bisa digilai seorang laki-laki tampan, bergelar Prince Charming di Kampusnya, bernama Naren. ⁣ ⁣ Tentu saja, hubungan itu tak semulus harapan. Karena banyak gadis yang menginginkan Si Prince untuk bisa jadi kekasih mereka. ⁣ ⁣ Akhirnya, karena suatu sebab hubungan mereka kandas. Tapi kemudian, Kanya bertemu dengan Naren kembali setelah lima tahun. ⁣ ⁣ Apakah Kanya akan kembali pada Naren? Atau dia akan berpaling pada Kenan, teman laki-laki yang selalu menemaninya selama Naren pergi?

Yuli_F_Riyadi · Urban
Not enough ratings
174 Chs

Part 29 - Liburan ke Kota Batu

Halo ketemu lagi dengan si gula jawa.

Kuy vote dulu sebelum baca.

***

"Aku sudah memesan kamar hotel di Batu. Malam ini kita berangkat. Tiga hari aja 'kan?"  Kenan bicara seraya melepas sepatunya. Dia baru pulang dari kampus menemui dekan fakultas Desaign Kreatif dan Bisnis Digital di ITS. Ternyata dia beneran akan mengajar di sana.

Aku tahu, kemampuannya sebagai ilustrator tidak diragukan lagi. Di usianya sekarang, Kenan Adriyan Malik sudah menjadi salah satu ilustrator ter-famous di Indonesia. Sering diundang sebagai pemateri di seminar-seminar besar dalam dan luar negeri.

"Hotel? Bukannya kita akan menyewa villa? Aku nggak tau kalo ternyata kamu mengubah rencana."

"Aku jamin tempatnya bagus. Aku dapat rekomendasi dari teman."

"Terserah kamu saja." Aku kembali pada kegiatan awalku, menonton teve.

"Aku nggak tau, apa yang menyebabkan kamu berubah pikiran ingin pergi berlibur. Bukannya waktu itu kamu bilang akan pulang ke Jakarta?"

Kalau aku pulang ke Jakarta, itu artinya aku membiarkan Naren menemukanku. Sampai saat ini aku memang masih menghindari laki-laki itu. Pertemuanku dengan Arsen, tidak lantas membuatku berubah pikiran untuk kembali merekatkan hubunganku dengan Naren.

"Kepalaku mumet, karena banyak pekerjaan. Itu aja," jawabku sambil lalu.

"Bukan karena menghindari prince charming-mu itu kan?"

Aku mendengus. Kenan masih terus saja mencurigaiku. Terlebih lagi, dia tidak pernah melihatku menemui Naren setelah beberapa hari berlalu.

Kenan berdiri, posturnya yang menjulang membuatku harus mendongak saat melihatnya.

"Sebaiknya kamu selesaikan masalahmu, jangan lari seperti ini," katanya sebelum beranjak masuk kamar. Untuk beberapa saat aku tercenung, ada nada yang sulit aku artikan saat Kenan mengatakan itu. Apa hanya perasaanku saja? Kenapa aku melihat ada sorot terluka di matanya?

Aku menggeleng dan seperti biasanya, aku menganggap semua hanya angin lalu. Naren, dia masih terus menghubungiku hingga sekarang. Dia seperti orang yang kurang kerjaan. Seharian bisa ada seratusan lebih panggilan tak terjawab. Belum lagi pesan wa yang terus datang bertubi-tubi.

Aku menatap layar ponselku, sebenarnya hal ini sudah terpikirkan dari kemarin-kemarin. Aku ingin terbebas dari gangguan Naren. Dan hari ini kurasa waktu yang tepat. Aku melarikan jariku mencari nomor kontak Naren. Kemudian meletakkan benda persegi itu di atas meja setelah sukses memblokir semua akses yang terhubung pada laki-laki itu.

***

Diperlukan sekitar kurang lebih dua jam perjalanan dari Surabaya ke Kota Batu. Memasuki Batu, aura sejuknya sudah berasa. Terlebih malam hari seperti ini, udara dingin langsung menyergap. Kami melewati Malang terlebih dulu baru kemudian ambil jalur kanan menuju kota tujuan.

"Kita akan menginap di resort yang masih terbilang baru di Panderman Hill."

Keningku berkerut. Saat Kenan bilang akan menginap di hotel saja itu bagiku terdengar aneh. Aku tahu betul, meskipun dia itu mampu, jarang sekali Kenan berlibur dan mengajak menginap di hotel. Dia itu lebih suka tidur beralaskan tikar di alam terbuka. Seonggok tenda cukup untuk menaunginya. Kalau pun harus menginap di sebuah tempat, dia lebih memilih di penginapan-penginapan kecil atau malah rumah penduduk yang disewakan untuk menginap.

Mataku agak sedikit melebar saat mobil Kenan memasuki area hotel yang sangat luas dan mewah.

"Kenan, ini serius kita akan menginap di sini?" tanyaku memalingkan wajah padanya.

"Tentu saja. Bukan hanya mewah, hotel ini menawarkan view yang menarik. Cukup tetap tinggal di sini saja pikiran kamu akan fresh kembali. Di sini nggak ada kebisingan seperti di Surabaya."

"Java Sweet Orange hills resort Batu?" aku membaca nama hotel itu dengan pelan. Kenapa aku tidak suka dengan nama resort ini ya?

"Kita sudah sampai." Kenan memandangku tersenyum. Lalu memintaku untuk segera turun, karena dia akan menyerahkan mobilnya pada layanan vallet di resort ini.

Kami langsung disambut ramah oleh seorang bell boy yang berdiri di depan pintu masuk lobbi. Dengan santai Kenan menggendong tas ranselnya tanpa peduli padaku yang masih kebingungan.  Kenapa Kenan membawaku berlibur ke tempat seperti ini?

Mataku mengedar, memindai lobbi  yang begitu luas. Sampai aku berpikir ini lobbi hotel atau bandara? Tapi memang mengesankan sih. Konsepnya bagus. Apalagi letaknya di kaki bukit. Jika ingin ketenangan dan jauh dari kebisingan, tempat ini mungkin bisa jadi salah satu pilihan yang cocok. 

Kenan terlihat sedang berbicara dengan resepsionis di front desk. Tidak seperti hotel-hotel lainnya, di sini masing-masing resepsionis ada mejanya. Ada lima orang penunggu front desk itu.

Aku masih menikmati kemegahan di area sepanjang lobbi, saat Kenan memintaku mendekat. Aku segera menghampirinya.

"Kamar kita ada di lantai tujuh. Dari sana kita bisa melihat  mountain view dengan jelas dan keren. Kamu juga bisa menikmati sunset di restoran yang ada di sini. Kamu pasti suka. Yuk."

Bell boy mengantarkan kami ke kamar yang sudah direservasi Kenan. Lagi-lagi aku terpukau dengan konsep resort ini. Sehingga aku tidak yakin ini adalah hotel. Ini lebih  mirip sebuah apartemen.

Terlebih saat aku sudah sampai di kamarnya. Aku menatap Kenan tak percaya.

"Kamu pesan suite president room?"

"Iya. Ada dua lantai di sini. Kamu tinggal pilih mau tidur di kamar atas atau bawah."

Aku masih melongo saat Kenan menarikku masuk ke dalam. Kenan malah dengan santainya menaruh ransel di atas sofa yang menghadap LCD yang menggantung.

"Ah, udara di sini membuatku ingin buang air terus. Aku ke kamar mandi dulu. Kamu lihat-lihat saja. Dan tentuin sendiri mau pilih kamar mana."

Sumpah, ini bukan Kenan. Untuk apa dia memesan kamar paling mahal di sini? Astaga, liburan kali ini benar-benar berbeda. Aku membayangkan villa kecil dengan privat swimming pool. Dan entah mendapat inisiatif dari mana Kenan membelokkan rencananya. Ini sudah seperti residen yang Naren tempati.

Aku berjalan ke arah balkon dan langsung disuguhi pemandangan yang menakjubkan. Keindahan Kota Batu dengan kerlap-kerlip lampu menghampar sejauh mata memandang. Hawa dinginnya terasa sekali. Apa yang orang katakan benar. Jika Malang itu adalah Bandung, Batu adalah Lembangnya. Udara  bersihnya langsung masuk ke rongga hidungku. Rasanya sangat menyegarkan. Pemandangan dari atas sini benar-benar memukau. Pantas mereka si kaya rela merogoh kocek dalam untuk membayar ini semua. Aku bisa memastikan saat matahari terbit nanti, bukit Panderman akan terlihat jelas dari atas sini.

"Aku yakin kamu menyukainya."

Aku memutar badan, dan mendapati Kenan sudah berada di belakangku. Aku memang suka dengan apa yang aku lihat sekarang, tapi itu tidak membuat tanda tanya besar di kepalaku lantas hilang.

"Kenapa memilih kamar mewah kayak gini?"

"Apa ada yang salah?" tanya Kenan mengambil posisi di sebelahku, besandar pada teralis balkon.

"Nggak ada yang salah. Tapi buat apa? Ini bukan kamu banget."

Laki-laki itu terkekeh. Memutar badan lalu menahan kedua lengannya pada pinggiran teralis besi. Matanya kini memandang lurus ke arah bukit Panderman yang sudah tertutupi kepekatan malam.

"Sesekali aku ingin memberimu yang terbaik," ujarnya pelan. "Menjelajah pulau atau naik gunung itu hal yang biasa buat kamu. Aku sudah sering melihatnya. Jadi, aku ingin memberimu kesenangan yang lain daripada biasanya.

Aku pikir kamu akan suka. Apa kamu nggak merasa tempat ini begitu romantis? Nggak salah kan aku memilih tempat ini sebagai liburan kita?"

"Dibandingkan dengan liburan, kita sudah seperti pasangan yang sedang honeymoon."

"Anggap aja begitu."

"Lihat saja. Bahkan ada kolam air panas di situ. Langsung terhubung pada kamar utama. Ya ampun, ini mungkin beneran kamar yang didesign khusus untuk pasangan penganten baru, yang setelah lelah mengarungi malam lalu mereka berendam air hangat di bawah kilauan sinar rembulan."

Kenan tergelak mendengar kalimatku. Kemudian menyentil keningku.

"Sakit, Kenan!" seruku mengelus kening.

"Aku baru tau ternyata sekarang kamu gemar nonton drama romantis."

"Mana ada?!" aku mendelik.

"Yang seperti kamu bilang tadi itu, bukannya adegan dari drama romantis?"

Aku mendengus. Terserah sajalah dia mau bilang apa.

"Udah ah,  aku capek, mau mandi terus tidur. Aku mau tidur di kamar atas aja," ujarku beranjak meninggalkan Kenan.

"Hey, kamu nggak pengin mandi bareng aku di kolam air panas itu?"

Bola mataku berotasi mendengar kelakar Kenan yang sama sekali tidak berfaedah itu. Aku bisa mendengar dia tertawa melihatku naik ke lantai dua dengan muka ditekuk.