1 Kafe Rein

Kafe yang terletak disudut kota itu tampak sepi dari luar, siapa yang mengira bahwa suasana di dalamnya ramai penuh dengan pengunjung. Sepuluh meja dilantai pertama telah dihuni oleh pelanggan yang rata-rata berjumlah tiga sampai empat orang. Lantai dua yang biasanya digunakan untuk pelanggan dengan kelompok besar hanya tersisa satu meja dari total empat meja panjang. Sementara lantai teratas terdapat deretan ruang privat yang digunakan untuk jamuan penting atau rapat kantor telah dipesan. Meskipun sibuk, para pelayan bekerja dengan tenang. Rein, Manajer kafe yang memantau dari jauh terlihat puas dengan hasil pekerjaannya.

Kring!

Suara lonceng kecil yang melekat pada pintu mengalihkan perhatian manajer muda itu. Tiga perempuan berusia muda berjalan masuk melalui pintu. Salah satu dari mereka dengan mini dress berwarna biru terlihat tenang sementara dua temannya yang memakai pakaian seragam hitam putih pendek tersenyum mengejeknya. Melihat pengunjung yang datang, Rein tersenyum dan berjalan mendekati mereka.

"Hey..." sapa gadis dengan dress biru. Ia menggelengkan kepalanya terlihat tak berdaya dengan ejekan kedua temannya.

"Bisnis kekasihmu sudah berjalan dengan baik, untuk apa kau menguras dompet pekerja miskin seperti kami?" Aya, gadis berseragam hitam putih dengan rambut panjang itu mengamati kafe sekilas sebelum tersenyum mengangguk pada Rein.

"Aku merasa kalau kita hanya alasan agar Bea bisa bertemu kekasihnya dijam kantor." gadis berambut pendek dengan pakaian sama, Jean ikut menggoda sahabatnya.

"Kukira kalian tidak akan datang hari ini, aku baru saja akan membatalkan pesanan kalian," ucap Rein menyela gurauan mereka untuk menyelamatkan gadisnya yang sudah menyerah menghadapi serangan mereka. Ia memberi gestur agar mereka mengikutinya sebelum berjalan ke lantai tiga.

"Kau sudah lama tidak bertemu dengan kami, jangan memberi kesan pelit!" Gumam Jean menarik tangan Aya mencari dukungan, tapi Aya hanya menggelengkan kepalanya dan berjalan ke lantai atas.

Aya mengamati interior lantai tiga yang berbeda dengan lantai di bawahnya. Jika lantai bawah terlihat sederhana dan nyaman, lantai ini terlihat mewah dan elegan. Ia dapat mengerti jika Rein kesulitan menyisihkan satu ruang kosong disaat bisnis sedang ramai.

Memasuki kamar ujung dengan pintu bertanda anggrek ungu kecil, mereka disuguhkan dengan pemandangan senja yang indah melalui dinding kaca. Ada satu set sofa mewah berwarna hitam dan kursi berderet di depan sebuah mini bar.

"Oh... kau sangat jahat pada sahabatmu, mengapa kau tidak mengundangku kesini lebih awal!" Seru Jean dengan nada berlebihan, Ia memandang sepasang kekasih itu dengan tatapan menyalahkan. Ia sangat menyukai interior dan atmosfer ruang ini.

"Bukankah aku mengudangmu hari ini?" Balas Bea jelas tidak mau disalahkan.

"Tempat yang bagus..." puji Aya mengamati mini bar yang cukup lengkap.

"Syukurlah kalau kalian menyukainya, tolong datang lebih sering. Teman Bea adalah temanku" ucap Rein tertawa.

"Kau mungkin sudah melewati kafe ini beberapa kali, tapi tidak tertarik untuk masuk saat melihat bagian depan" cibir Bea membela kekasihnya yang pekerja keras. Hubungan mereka baru berjalan dua bulan, Ia tak mau memperlihatkan kelakuan sahabatnya yang memalukan di depan Rein.

"Uhuk..." Jean memiliki wajah canggung, tebakan Bea sepertinya tepat.

"Kafe ini dibangun membelakangi jalan, jadi memang kurang menarik saat dilihat dari jalan" Rein tidak menyalahkannya, banyak pengunjung yang menjadi pelanggannya setelah dikenalkan oleh temannya, "aku akan turun sebentar menyelesaikan pekerjaanku sebelum bergabung dengan kalian, pilih menu apa pun yang kalian suka, aku yang traktir"

"Kau tidak perlu melakukannya... mereka mungkin terlihat miskin, tapi mereka sangat kaya" tolak Bea, karna inilah Ia tak mau mengajak sahabatnya ke kafe ini. Rein pasti sudah sibuk dan kesulitan menyisihkan waktu, mengapa Ia masih harus membayar makanan mereka?

"Sudah kubilang, temanmu akan menjadi temanku... Mark dan Ares akan datang menyusul, Kayden bilang Ia akan datang jika punya waktu" ucap Rein mengalihkan percakapan sebelum berjalan keluar dari ruangan, Ia menoleh melihat ketiganya dan menambahkan, "Aku akan meminta Lu datang, pesan sesuka kalian"

Thud

Pintu tertutup dengan suara halus, Bea berbalik memandang kedua temannya. Sebelum Ia membuka mulut, Jean dan Aya sudah menyahut "Don't worry"

"Aku tidak akan mempermalukanmu" ucap Aya tersenyum menenangkan, Ia memahami hubungan keduanya yang masih di tahap awal pacaran.

"Aku tidak akan memesan makanan yang mahal" sambung Jean menggelengkan kepalanya.

"Ckck, kau sudah melakukannya..." Bea berdecap tak berdaya.

"Itu karna kau mengetahui bar kafe tersembunyi ini tapi masih merahasiakannya, Ack!" Jean beralasan sebelum Aya memukul bahunya cukup keras. Ia menatap gadis itu merasa teraniaya.

"Hubungan mereka masih baru, saat itu mereka masih dalam masa pendekatan. Jika itu kau, apakah kau akan mengenalkan lelaki yang kau sukai pada sahabatmu yang lajang! Apalagi pria hebat seperti Rain!" Ucap Aya memarahi Jean yang tidak sensitif sama sekali.

"Ugh... kau benar, Aya yang peka akan situasi ini" Jean mengiyakan celotehan Aya, meskipun nadanya agak mengejek.

Pandangan Aya meredup mengingat kisah cintanya yang layu sebelum bersemi. Ia yang pernah mengalami gagal mendapatkan pria karna dikhianati sahabatnya merasa tertusuk. Ya, dia memang pernah menyukai seorang pria hebat yang sulit ditemui dalam puluhan tahun. Sayangnya sahabat terdekatnya saat itu ikut mendekati pria itu dan mendapatkannya sebelum Aya berhasil. Jika tidak salah, saat ini mereka sudah bertunangan dan akan menikah tahun depan.

Kedua sahabatnya yang menyadari perubahan mood Aya saling melirik menyalahkan. Mengapa mereka harus mengungkit kisah itu lagi.

Tok tok!

Sebelum keduanya sempat menghiburnya, suara ketukan pintu datang menyela mereka. Seorang pria tampan berseragam barista masuk dengan sopan. Ia adalah Lu, salah satu orang kepercayaan Rein yang akan mengambil tugas melayani mereka.

"Apakah kalian akan memesan makanan atau langsung kubuatkan minuman? Ada koktail baru yang memiliki alkohol rendah." Lu menawarkan dengan wajah ramah dan membuat mereka merasa nyaman.

Mereka duduk di sofa mengambil daftar menu yang tersedia dan menyadari bahwa harga makanan dilantai atas seharusnya berbeda dengan lantai bawah.

"Lu, apakah kau punya rekomendasi? Dua gadis ini suka makanan pedas dan manis. Apa pun dengan rasa itu mereka akan memakannya." tanya Bea dengan akrab, Ia mengenal Lu sebelum bersama Rein, pikirnya tak masalah apa yang mereka pesan, Ia akan meminta tolong kepadanya agar tagihan mereka diserahkan pada Bea.

Lu tersenyum mendengar nada Bea yang meremehkan kedua sahabatnya, Ia menyadari bahwa mereka pasti sahabat dekat sehingga bisa saling mengejek. Lu mengetahui manajernya dan Bea masih saling berbicara dengan sopan dan terkadang ada suasana canggung saat mereka bersama.

Setelah memesan serentetan menu makanan, ketiga gadis itu kembali membicarakan tentang pengalaman mereka akhir-akhir ini. Sudah lebih dari seminggu ketiganya tidak bertemu, Aya dan Jean sibuk dengan pekerjaan magang mereka, sementara Bea sibuk membantu dan memberi dukungan kekasih barunya itu.

"Hey... lihatlah wajah kuyu kalian, bukankah sudah kubilang untuk magang di perusahaan keluarga kalian sendiri. Memang perusahaan kalian tidak mampu membesarkan nona muda pengangguran?" Bea mencela keduanya, mereka berasal dari keluarga kaya, mengapa mereka memilih diperbudak di perusahaan pemerintah dan tidak memanfaatkan status mereka.

"Tidak! Pengalaman itu lebih berharga dari emas... aku tidak ingin mengurus perusahaan yang disodorkan padaku." Bantah Jean dengan penuh harga diri. Sejak awal, Ia tidak pernah mempertimbangkan perusahaan ayahnya untuk memulai magangnya.

avataravatar