1 1. Barista Dan Privasinya.

"Es susu coklat pekat tidak manis, tolong satu," pesan pria dengan pakaian sangat rapi, jas yang memeluk erat tubuh tegap dan tingginya, lalu dasi yang mengalunginya dengan baik di lehernya bahkan ada sekitar satu jam tangan mahal melingkar di tangan kanannya dan juga hampir empat gelang miliknya sengaja diperlihatkan pada pria yang bekerja sebagai barista pagi ini.

"Silahkan pesan pada pekerja yang bertugas, pesananku hanya akan dibuat jika ada tertera note--"

"Dua es susu coklat tidak manis, Jeon Jung Ki." Baru saja menjelaskan prosedur yang sudah berlaku hampir lima tahun terakhir di caffe tempatnya bekerja, pembeli itu dengan sangat berani langsung menaikkan pesanannya menjadi dua dari satu.

"Baiklah, duduklah dulu Kim Tae Woo." Pria yang mendapat respon lebih sedikit dan menjelaskan bagaimana pria itu akan membuatnya Tae Woo lega.

Tae Woo masih melihat dengan serius, mata yang tajam dan juga fokus yang satu dimana tangan putih, lentik dan bersih milik pria barista itu melakukan pekerjaannya.

"Bisa kau duduk, KakTae Woo?" Pria tadi terkekeh, dia mengelus puncak kepala pria barista itu dan berjalan menjauh meninggalkan tempatnya yang lancang.

"Baiklah, bekerja lah dengan baik, dan aku akan menunggu pesananku dengan bekerja di tempat yang sama juga, Jeon Jung Ki." Pria barista tadi memilih menghela nafasnya berat dengan mata yang menatap tajam pada punggung lebar, tegap dan tegas itu dengan wajah serius.

"Jung Ki." Seseorang memangilnya, dia menegur pekerjaan Jung Ki sebab pria itu justru memilih untuk tetap diam dengan mata melihat ke arah pria yang baru saja datang ke tempatnya membuat minuman.

"Maaf, Kak." Ji Min terkekeh, pria itu kembali menulis nkte yang sama untuk pria yang sama. "Dia susu coklat tidak manis kan? Akanku tulisnya," ucap Ji Min dengan memberikan note tambahan untuk pria yang sama.

"Terimakasih, Kak." Ji Min terkekeh, Jung Ki masih sibuk dengan pekerjaannya untuk memberi sedikit penutup dan hiasan diatas minumannya.

"Ada apa denganmu? Itu sudah menjadi hal biasa sebab hampir satu tahun terakhir juga dia menjadi pelanggan kita, bukankah begitu?" Jung Ki terdiam. Dia tidak menjawab sebab memang pada kenyataannya pria itu (Tae Woo) memang sudah menjadi pelanggan tetap di caffe tersebut hampir satu tahun terakhir.

"Sekarang pukul sepuluh, Jeon Jung Ki. Jadi ku pikir lebih baik, percepat pekerjaanmu agar pelanggan tidak menumpuk di satu waktu sebelum makan siang." Jung Ki menganggukkan kepalanya pelan, dia setuju dengan apa yang dimaksudkan oleh Park Ji Min.

Sebab itu juga Jung Ki lebih cepat menyelesiakannya dan memberikan langsung sekaligus lima pesanan sebelumnya. Ji Min tersenyum, pria itu mengambil note kelima sebelumnya dan menaruhnya pada paku untuk menghitung berapa minuman yang sudah terjual dalam satu hari.

Jung Ki menghela nafasnya berat, ada tujuh lagi, dan salah satunya milik Kim Tae Woo. HaruskangJung Ki membuatnya lebih dulu atau mengantri, matanya mencari tempat duduk dimana pusatnya bisa melihat pekerjaan Jung Ki membuat beberapa pesanan.

Pria itu masih melihat ke arah mata Jung Ki dengan serius sebab dia juga tahu alasan apa yang berusaha pria itu katakan padanya.

Mata tajam dan bibir menahan sesuatu Jung Ki balas, namun satu detik setelahnya suara bell masuk pelanggan yang lain masuk membuat Jung Ki hanya harus menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.

Tidak ada respon dan jawaban. Oleh karena itu dia tahu.

"Maaf, Kak Ji Min. Aku belum terbiasa pagi ini, masih terlalu lambat untuk membuatnya," ucap Jung Ki sebab pesanan yang dia buat masih terlalu terlambat sebab tangannya masih belum teebiasa.

Ji Min terkekeh, dia mengelus kepala pria itu dengan lembut. "Asal kau fokus, aku bisa menerimanya Jung Ki." Ji Min membawa empat dari tujuh pesanannya, namun Jung Ki masih belum membuat pesanan milik pria yang memintanya langsung padanya.

"Dua lagi," minta Ji Min dengan menulis satu menu minuman yang sama untuk yang baru datang, Jung Ki tersenyum tipis sebab harinya akan panjang karena hari ini adalah satu hari terakhir dia bekerja sebelum akhir pekan.

"Tolong antarkan pada pria yang sama lebih dulu, pesanan yang ini Kak Ji Min." Ji Min menggelengkan kepalanya pelan, dia sama sekali tidak bermaksud untuk menolak. Tapi terlalu banyak minuman yang terbuang sebab Ji Min mengikuti apa yang Jung Ki inginkan.

"Maaf Jung Ki, kau tahu apa alasanku. Aku tidak bisa," jawab Ji Min dengan keberatan jika keinginannya saja tidak ingin meminta pesanan padanya, kenapa Ji Min dengan lancangnya juga memberikan pesanan pria itu.

Dan ngomong-ngomong soal auranya, pria itu sangat gelap, hanya matanya tertuju pada Jung Ki saja terasa baik dan bersahabat, jika sudah bertatapan mata dengan Ji Min pria itu juga masih dalam satu kebencian yang sama dengan tatapan tidak mengenal bahkan saat Ji Min tahu siapa pelanggan itu.

Jung Ki terkekeh, dia menyelesaikan pesanannya, pria itu memberikannya pada Ji Min untuk menyajikannya.

Biarkan Jung Ki yang memberikannya agar semuanya menjadi lebih nyaman, mata Tae Woo juga akan kelelahan jika melihatnya tanpa henti dan mengamati gerakan pesanannya sebab dia tunggu juga.

Ji Min menepuk pelan bahu kanan Jung Ki sebab dia harus berurusan dengan Tae Woo lagi dengan perasaan dan masalah yang sama.

Berulang kali.

Setiap hari yang buruknya setiap saat akan menjadi semakin mengerikan jika diikuti.

Jung Ki menghela nafasnya berat, tanpa mengatakan apapun juga dia berhasil melepas celemek yang digunakannya.

Tangannya mengambil minuman yang sudah cukup lama dia buat, tanpa memperlambat waktu Jung Ki memilih untuk langsung berjalan ke arah Tae Woo sebab pria itu maaih melihat ke arahnya.

Karena ingin minumannya, mungkin?

Limabelas langkah menuju Tae Woo pelanggannya, Jung Ki hanya bisa melihat tangannya memegang minumannya. Sampai di meja seperti biasa, Jung Ki memberikannya dengan kedua tangannya agar sopan.

"Maaf membuatmu menunggu terlalu lama, Kak Tae Woo." Pria yang mendapatkan minumannya terlambat limabelas menit. Pria tadi menerimanya, dengan menerima tubuh Jung Ki sebab tarikannya bukan pada minumannya saja melainkan dengan tubuhnya juga.

"Kak--" gumam Jung Ki merasa sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk melakukan hal gila di depan publik seperti ini.

"Aku melihatmu selalu bekerja dengan keras, tidakkah kau seharusnya--"

"Hentikan." Jung Ki tidak memungkiri kenapa dia harus menolak perlakuan pria di depanya itu. "Terlalu banyak orang yang ada di sini." Tae Woo terkekeh.

"Biar ku tunggu sampai sepi," jawab Tae Woo membuat Jung Ki memutar bola matanya malas.

"Kau tidak malu melakukan semua ini padaku?" tanya Jung Ki sebab dia merasa tidak nyaman dengan apa saja yang Tae Woo inginkan padanya, dengan terlalu berani juga pria itu selalu melakukan hal diluar dugaan walaupun sejujurnya banyak orang yang tidak tahu dengan apa yang mereka lakukan.

Termasuk rekan kerja Jung Ki dengan nama lengkap Park Ji Min.

"Untuk apa aku malu? Cepatlah selesikan pekerjaanmu sebelum jam makan siang, aku harus pergi ke kantor untuk bekerja." Jung Ki memutar bola matanya malas, dia melirik Ji Min yang sibuk mengurus pesanan baru dari pelanggan yang mulai banyak berdatangan tanpa diminta.

"Kak, tidak bisakah kau pergi saja tanpa--"

"Tidak." Jung Ki tersentak begitu dengan jawaban tegas dari Tae Woo membuat Jung Ki semakin tertekan pada satu situasi yang berbeda juga.

"Aku butuh ciumanmu setidaknya satu kali dalam sehari, itu sudah menjadi kebiasaan yang tidak bisa ku lewatkan."

"Oh ayolah, kita sudah--" Belum selesai Tae Woo menegaskan apa yang sedang diajarkan sebab mereka berdua juga sudah sepakat melakukannya.

"Jeon Jung Ki, tolong kembali ke tempatmu!" minta Ji Min dengan memanggil nama lengkah pria pembuat kopi tersebut membhat Tae Woo menghela nafasnya berat.

"Iya, Kak." Jung Ki menjawab, dia membiarkan Ji Min menunggunya, matanya kembali fokus pada Tae Woo yang melihatnya dengan tatapan menuntut membuat Jung Ki merasa bersalah.

"Kak, maaf. Setidaknya tidak untuk hari ini, tolong pulanglah ke kantor tempatmu bekerja untuk kali ini. Kak Ji Min mulai curiga padamu, aku tidak ingin sesuatu terjadi antara--"

Tae Woo terlihat tidak senang melihatnya, dia bahkan sampai harus menghela nafasnya berat guna menahan sesuatu yang menahannya untuk keluar sejak memiliki hubungan dengan Jung Ki.

"Apa aku harus pulang sekarang juga?" tanya Tae Woo tidak ingin mendengar lebih jauh lagi apa yang ingin Jung Ki katakan lagi.

"Kak--"

"Aku akan pulang, terimakasih telah memberikan pesananku dengan sangat istimewa seperti ini, Jung Ki. Maaf merepotkanmu." Jung Ki menelan ludahnya sukar, dia melihat begitu banyak perasaan kecewa dari belakang punggung prianya sebab dia memilih berjalan mendekat ke arah Park Ji Min untuk membayar pesanannya

Jung Ki menghela nafasnya berat, tanpa bicara juga dia sudah melihat Tae Woo menundukkan tubuhnya memberi salam lebih sopan pada Ji Min dan berlalu meninggalkan tempat itu saat itu juga.

"Kenapa?" tanya bingung Ji Min saat melihat Jung Ki menatapnya dengan wajah intimidasi dan tanda tanya.

"Apa dia tetap membayar dua kali lipat?" tanya Jung Ki untuk memastikan beberapa hal yang masih sama atau sekarang tidak lagi.

"Ya, masih sama." Jung Ki menghela nafasnya berat, dia merasa bersalah pada Tae Woo sekarang. Bukan maksudnya untuk seperti ini dan bukan keinginannya juga untuk melakukan hal tidak menyenangkan kepada Tae Woo.

"Kau kenapa?" tanya Ji Min melihat bagaimana Jung Ki berubah menjadi tidak banyak berbicara dan pendiam seperti pertama kali Ji Min bertemu dengan pria itu.

"Kak, mana pesanannya. Aku akan membuatnya dengan cepat," minta Jung Ki membuat Ji Min menempelkan beberapa pesanannya agar Jung Ki juga melakukan hal yang sama.

"Jika kau ada masalah, tolong ceritakan padaku. Walaupun aku hanya rekan kerjamu, aku juga bisa menjadi kakakmu dan temanmu walaupun hanya telinga saja. Kau ingin berbagi denganku, Jung Ki?"

Tidak ada jawaban, pria pembuat kopi itu masih sibuk dengan pekerjaannya sendiri membuat Ji Min menghela nafasnya berat.

Tidak ada yang berubah sejak awal.

avataravatar
Next chapter