1 1

Wulan tersenyum memandang kedua pasangan suami istri yang baru saja melangsungkan prosesi ijab kabul dan kini, kedua insan tersebut sudah sah menjadi pasangan di mata agama maupun hukum.

"Sekarang kalian sudah menjadi pasangan suami-istri dan untuk selanjutnya, kalian mau tinggal dimana?" Tanya Wulan. Sosok Ibu mertua yang membuat Annette tidak kikuk, karena senyum penuh keibuan Wulan bagaikan sosok ibu kandungnya sendiri yang sudah setahun lalu berpulang.

Annette serta Ben saling berpandangan. Berusaha melakukan telepati lewat tatapan mata.

Dulunya Annette dan Ben merupakan rekan seprofesi pada sebuah supermarket yang ada di kota mereka. Peraturan yang ada membuat salah satu diantara mereka diminta untuk mengundurkan diri dan tentu Annette-lah yang mengalah. Untuk sementara waktu, wanita itu ingin menjadi ibu rumah tangga saja.

"Sebelumnya Ben dan Annette sudah mencari-cari informasi mengenai sewa rumah, tapi—dari hasil pencarian kami ternyata belum ada yang cocok." Ucap Ben mewakili Annette untuk menjawab pertanyaannya dari Ibunya.

"Sebenarnya ada. Rumah itu sudah terbilang cukup jika untuk ditempati oleh sepasang suami-istri saja, tapi ada hal yang membuat Annette mengurungkan niat untuk menyewa rumah itu." Imbuh wanita berusia 25 tahun itu.

"Rumahnya kenapa memang, nak?" Tanya Ibu Wulan kepada Annette.

"Jadi Annette dan Ben sudah meninjau lokasinya langsung. Tapi rumah itu membuat Annette kurang nyaman. Lokasinya yang ada di paling sudut dan juga adanya pohon pisang di sekelilingnya buat Annette merinding tante, eh Ibu." Ucap Annette mengusap tengkuknya sendiri karena rasa ngeri.

"Ah, kamu ini Annette! Tetap saja jadi wanita penakut. Hal-hal ghoib seperti itu timbul dari pikiran kita sendiri. Semakin kita memikirkannya, maka pikiran kita itu akan bertranformasi menjadi bayangan nyata. Jadi stop memikirkan sesuatu yang ndak-ndak." Ucap Wulan memberi petuah pada menantunya tersebut.

"Ibu baru ingat jika orang yang menyewa rumah milik Zakky sudah habis masa kontrak beberapa hari yang lalu. Bagaimana kalau kalian tinggal disana saja?" Ucap Wulan memberi penawaran pada pasangan suami istri itu.

"Rumah milik kak Zakky?" Tanya Annette mengkonfirmasi kembali ucapan Ibu Wulan.

Ibu Wulan menganggukkan kepalanya dengan antusias.

Zakky adalah kakak tiri dari Ben. Lelaki berperawakan tinggi besar tersebut memang belum menikah meskipun usianya sudah menyentuh angka 30 tahun.

"Kamu tahu proyek pembangunan menara Bank yang besar itu, 'kan Annette?" Tanya Wulan pada Annette.

"Iya bu! Yang ada di pinggir jalan itu, ya?"

"Pembangunannya, 'kan sudah selesai dan orang-orang yang menyewa tempat itu juga sudah pulang. Tapi—" Ucap Wulan namun kalimat wanita itu tiba-tiba saja terhenti.

"Tapi kenapa, bu?" Tanya Annette ingin tahu.

"Kamu tahu sendiri lelaki itu bagaimana, 'kan? Hidup mereka tidak serapi kita para perempuan. Jadi maklumi saja jika tempatnya sedikit kotor. Tapi jangan khawatir, nanti Ibu panggilkan Dyah buat bantu-bantu kamu supaya enggak terlalu capek."

Perhatian yang Ibu Wulan berikan padanya membuat Annette terharu. Cara wanita itu dalam memperlakukannya terlihat begitu tulus dan tidak membeda-bedakan antara anak kandungnya sendiri ataupun menantunya.

"Ndak usah Bu, kalau cuma bebersih saja Annette juga bisa." Annette menolak penawaran dari Ibu Wulan, karena jika Annette mengiyakan penawaran dari wanita paruh baya itu, sudah pasti Ibu Wulan juga yang akan membayar jasa Dyah, seorang wanita yang biasanya membantu Ibu Wulan bebersih, mengingat wanita itu masih belum sehat benar.

"Baiklah kalau begitu. Tapi ingat, jangan memaksakan diri, kalau lelah bilang saja sama Ibu, nanti akan Ibu panggilkan Dyah."

"Ya, Bu." Tak ingin memperpanjang percakapan, akhirnya Annette mengiyakan saja ucapan dari wanita paruh baya itu.

"Kamu tahu rumahnya dimana, 'kan Ben?" Tanya Ibu Wulan pada putranya.

"Tahu dong, Bu." Sahut Ben.

"Ya, sudah. Kalau lusa tidak terlalu capek, kalian berdua sudah bisa mencicil untuk bebersihnya." Ucap Ibu Wulan sebelum berlalu dari hadapan pengantin baru itu.

Annette mengerutkan keningnya mendengar ucapan Ibu Wulan. Memangnya sekotor apa rumah yang nantinya akan di tempati oleh dirinya dan juga Ben hingga beliau mengatakan bisa menyicil bebersih.

"Hey, ngelamunin apa sich? Kelihatannya kok seru banget?" Tanya Ben seraya menyenggol pundak istrinya hingga membuat wanita itu sedikit limbung.

"Aku mikirin kata Ibu barusan, mas. Memangnya rumahnya sekotor apa sampai ibu bilang kita bisa menyicil bebersihnya?" Tanya lelaki yang tak lain adalah suaminya.

"Nanti kamu juga tahu sendiri." Jawab Ben sama sekali tidak menuntaskan rasa penasaran Annette.

"Daripada kamu sibuk mikirin rumah yang nanti mau kita tinggali, bagaimana kalau—"

Ben sengaja tidak menuntaskan kalimatnya, tapi dari raut mesum pria yang baru saja Ryshaka manjadi suaminya tersebut, Annette sudah paham dengan jelas apa maunya.

"Mas ini! Enggak malu apa?! Matahari saja masih begitu terik dan orang-orang juga belum membubarkan diri, masa mas sudah mau mengajak yang ndak-ndak, tho?"

Ucap Annette malu-malu saat mengatakannya, bahkan wanita itu menolehkan kepalanya ke arah sekitar untuk memastikan tidak ada orang yang mendengar percakapan pengantin baru itu.

"Kenapa enggak sih, Annette?" Goda Ben pada istrinya yang menjadikan pipi wanita itu semerah tomat.

Ben tentu saja paham dengan benar tentang gesture tubuh Annette yang kini masih malu-malu, padahal mereka berdua sudah sah dihadapan agama dan hukum. Mau melakukan apapun juga tidak ada yang melarang.

Seolah bisa membaca pikiran Ben, Annette berbicara,

"Memang tidak ada yang melarang kita berbuat yang aneh-aneh, tapi pikir sendiri lah, mas! Kita ini ada di tempat umum, malu sedikitlah."

Jika Annette sudah mengeluarkan jurus omelan andalannya, itu berarti wanita itu sudah kesal dengan tingkah laku suaminya.

"Iya-iya, istri mamas yang cantik tapi bawelnya kebangetan."

Ben sudah akan menciumi pipi Annette dengan brutal seperti kebiasaan lelaki itu saat sedang gemas, tapi belum juga bibir itu menyentuh pipi Annette, wanita itu sudah terlebih dulu mendorong tubuh Ben.

"Sabar dulu atuh, mas! Bikin malu saja!" Gerutu Annette dan langsung memilih untuk berlalu dari hadapan Ben karena jika mereka terus-menerus seperti ini, bukan tidak mungkin jika Ben akan semakin menggodanya.

Ben tertawa renyah menatap kepergian istrinya.

Tawa lepas lelaki itu terhenti karena seseorang yang menepuk pundak Ben dengan cukup keras.

"Argh!" Seru Ben, tapi saat pandangan lelaki itu pergi ke arah seseorang yang baru saja menepuk pundaknya, eskpresi wajah kesal karena baru saja mendapatkan pukulan yang cukup kuat di bahu pun berganti menjadi raut wajah cerah.

"Kau ini ditepuk sedikit saja sudah kesakitan." Ejek seseorang yang baru saja menepuk pundak Ben.

"Aku bukannya kesakitan bodoh! Tapi terkejut." Sahut Ben atas ejekan yang ia terima.

avataravatar