webnovel

Chapter 4 - Buku kuno dan takdir

Di pagi hari, Teo bangun dan diminta untuk sarapan oleh Cattalina, saat sampai di meja makan, ia melihat Celica tengah berdiri sambil tertawa mencurigakan sambil menatapi makanan yang ada di meja makan. Teo mengerutkan keningnya dan berjalan sambil menatap Celica dengan penuh curiga. Menyadari Teo yang sudah datang, Celica langsung menyapanya, tidak seperti biasanya yang keras kepadanya, kali ini Celica tersenyum dan menyambutnya dengan lembut.

"Teo, ayo duduk, kita sarapan bersama." ucap Celica.

"A-Ah, iya. (Apa yang dia rencanakan? Firasat ku buruk tentang ini.)" Teo pun langsung duduk, lalu Cattalina pun datang bergabung dengan mereka.

"Baiklah, ayo dimakan." ucap Cattalina.

Saat Teo memegang roti lapis yang sudah diberi selai, Celica tertawa kecil lalu memakan rotinya "(Aku tidak akan di racun kan?)" Teo pun menoleh ke belakang dan melihat Tiara yang hanya memalingkan pandangannya dari dirinya "(Sepertinya aku benar-benar dalam masalah.)"

"Teo, ada apa?" tanya Cattalina yang khawatir melihat Teo hanya menatapi rotinya itu.

"Tuan Teo, tamu yang menolak sarapan di kediaman bangsawan itu tidak sopan loh." ucap Celica sambil tersenyum licik kepadanya.

Teo mengeratkan giginya, ia tahu ada yang tidak beres dengan rotinya ini dan ia tau ulah siapa itu. Teo menarik nafas panjang dan tersenyum kepada mereka "Tidak, aku hanya berfikir apa yang akan kulakukan setelah ini." ucap Teo, lalu ia pun membuka mulutnya dan memakan rotinya perlahan-lahan. Gigitan pertama yang penuh kehati-hatian, lidahnya mulai merasakannya rasa dari roti itu "Asin…" ucapnya pelan.

Ia pun langsung menelan roti lapis yang sangat asin itu "Roti itu di buat oleh Kakak ku loh. Bagaimana?" tanya Celica sambil tersenyum ke Teo. Karena mendengar itu, Teo pun menahan raut wajahnya agar tidak menunjukan wajah yang aneh karena rasa asin dari roti yang ia makan "(Anak bangsawan ini! Kalau roti lapis ini di buat oleh Cattalina, berarti yang membuatnya asin adalah….)" Teo pun membuka roti lapis itu "(Selainya! Dia memberikan garam di selainya!)" ucap Teo dalam hati setelah melihat garam bubuk di selai roti lapisnya.

"Teo? Kenapa wajahmu begitu? Tidak enak ya?" tanya Cattalina, sambil menunjukan wajah yang khawatir.

Melihat wajahnya yang seperti itu membuat Teo tidak enak untuk berkata jujur. Ia hanya tersenyum dan berkata kalau roti lapisnya itu sangat enak.

Selesai sarapan, Teo masih terus minum air karena tenggorokannya yang masih terasa asin karena terlalu banyak garam yang ia makan.

"Oh iya, Teo. Seperti yang aku bilang kemarin malam, orang tua kami akan datang, jadi kamu bersiap ya." ucap Cattalina yang mengingatkannya

"A-Ah baiklah."

"Sebelum itu, ganti lah pakaian mu, kami sudah menyiapkan pakaian yang lain." ucap Cattalina lalu memanggip Tiara untuk mengambil pakaian ganti untuknya. Cattalina berkata, kalau pakaian itu biasanya di pakai oleh para petualang. Sebuah kaos berwarna putih dan celana panjang "(Daripada dibilang pahlawan, lebih mirip kuli panggul di pasar… ya biarlah)"

"Kalau memakai pakaian itu kau jadi turun drajat menjadi pesuruh di pasar ya." ucap Celica yang terdengar mengejeknya

"(Jangam bicara, bodoh!)"

"Maaf ya hanya ada itu, itu memang pakaian petualang kelas rendah. Pakaian mu sebelumnya belum kering, jadi tidak apa-apa ya?" ucap Cattaliana yang terdengar seperti memohon kepadanya.

Teo mengangguk pelan dan berkata "Tidak apa-apa. Kalau begitu, aku akan mandi dulu."

"Ah baiklah."

"Sarapan dulu lalu mandi, rakyat jelata memang berbeda ya atau hanya dirimu saja yang seperti itu?" ucap Celica yang mengejek Teo.

"Maafkan saya, tapi saya baru bangun dan langsung di ajak sarapan oleh Nona Cattalina untuk sarapan. Maafkanlah rakyat jelata ini." ucap Teo, ucapannya terdengar mengejek Celica dan ucapannya membuat Celica seperti menyalahkan Kakaknya sendiri. Celica pun menggeram "Dasar tidak sopan!" teriaknya lalu pergi berjalan keluar mansion.

"Tung–. Celica!"

"Kalau begitu aku permisi."

"A-Ah Teo!" tanpa mendengar ucapan Cattalina, Teo langsung pergi menuju ke kamar mandi, Cattalina menghela nafasnya "Mereka itu benar-benar tidak bisa akur ya. Tiara, menurutmu apa yang membuat mereka bisa akur?" tanya Cattalina.

Tiara menggelengkan kepalanya "Maaf, Nona Cattalina. Sepertinya itu kedengarannya mustahil." ucap Tiara

"Kamu benar." ucap Cattalina lalu menghela nafasnya.

Beberapa jam kemudian, Teo sudah mengganti pakaiannya dan sudah bersiap untuk bertemu kedua orang Cattalina dan Celica. Saat ini, ia, Cattalina dan Celica sedang menunggu di ruang tamu, orang tua kedua gadis itu belum datang, namun ia sudah mengeluarkan keringat dingin entah kenapa merasa gugup padahal ia tidak pernah merasa sangat gugup saat masih di dunianya "(Sialan, kenapa aku gugup seperti ini. Aku sering menghadap ke jendral dan petinggi lainnya, tapi kenapa aku sangat gugup hanya bertemu dengan keluarga mereka!)" ucap Teo dalam hati.

"Teo, apa kamu baik-baik saja? Kamu kelihatan cemas begitu, gugup?" tanya Cattalina.

"A-Ah begitulah, entah kenapa aku merasa tidak tenang seperti ini." ucap Teo sambil memegangi dadanya.

"Tenanglah, Rakyat jelata! Wajahmu itu menjijikan kalau gugup seperti itu! Dasar!" ucap Celica ketus lalu memalingkan wajahnya.

Saat mendengarnya berkata seperti itu, Teo teringat kembali perkataan Tiara tentang Celica. Teo tersenyum tipis lalu berkata "Baiklah, Baiklah."

*Brak!*

"Celica! Cattalina!" teriak seseorang dengan suara berat, mendengar suara itu, Celica dan Cattalina langsung menghampirinya "Papa!"

"Ayah!"

"Ooh! Putri ku, kalian baik-baik saja kan? Tidak ada yang terluka kan?" ucap pria yang sepertinya ayah mereka, pria itu memeluk erat mereka berdua, ia terlihat begitu khawatir dengan keadaan mereka berdua.

"Kami baik-baik saja, Ayah. Itu berkat Teo yang menyelamatkan kami" ucap Cattalina sambil menoleh ke arah Teo

Teo pun sedikit membungkuk di depan mereka "Oh jadi kau yang bernama Teo." Lalu ia pun menaruh tangannya di dada dan membungkuk di depan dirinya "Aku sangat berterima kasih karena sudah menyelamatkan ke dua putriku yang berharga."

"T-Tunggu Papa! Kenapa Papa membungkuk kepadanya." ucap Celica lalu mencegah Ayahnya untuk membungkuk kepada Teo.

"Ayah akan membungkuk kepada siapapun yang menyelamatkan kalian!" ucap Ayah mereka dengan tegas.

"A-Ah, Tuan, aku mohon berhenti." ucap Teo.

Ayah mereka pun menegakkan kembali tubuhnya "Ah, aku lupa memperkenalkan diriku, namaku Wales de Blouse. Ayah dari Celica dan juga Cattalina. Lalu, aku adalah kepala keluarga dari keluarga Blouse. Sekali lagi, terima kasih karena sudah menyelamatkan kedua putri ku."

Lalu, Cattalina pun meminta Ayahnya untuk duduk lalu meyuruh Tiara untuk membawakan minunan untuk Ayahnya. Setelah itu, tuan Wales meminta Teo untuk menceritakan ulang tentang bandit-bandit yang menyerang kedua putri.

Setelah mendengar cerita dari Teo, tuan Wales kembali berterima kasih kepadanya ia pun berkata "Bandit-bandit itu, jika mereka sampai berhasil membunuh pengawal putri ku, berarti mereka bukanlah bandit biasa."

"Apa maksud Ayah?" tanya Cattalina.

Tuan Wales terdiam, ia seperti enggan memberi tahu mereka tentang perkataanya itu, Celica pun memegang tangan Ayahnya "Papa?"

Tuan Wales menghela nafas berat dan berkata "Sebenarnya aku tidak ingin memberitahu ini. Tapi, Cattalina, kamu juga sadar kan? akhir-akhir ini banyak penjaga yang di tempatkan di wilayah kita. Ratu memberi perintah kepada semua bangsawan untuk waspada kepada pendatang."

"Kenapa?" tanya Celica.

"Itu karena… ada organisasi yang mengancam nyawa para bangsawan di kerajaan Lumenia. Ratu sudah mengambil langkah untuk memperketat penjagaan dan mencari sarang dari organisasi itu." ucap tuan Wales dengan serius.

"Apa sudah ada hasilnya?" tanya Cattalina.

Tuan Wales menggelengkan kepalanya "Masih belum ada. Karena mereka berpindah-pindah, jadi susah sekali melacaknya. Merepotkan sekali ya, saat ini Ibu kalian dan bangsawan lainnya sedang berada di ibukota untuk membahas rencana lanjutan untuk masalah ini. Karena itu kalian berdua, untuk saat ini jangan pergi keluar kota, ditambah sekarang kalian hanya memiliki satu pengawal."

"Baiklah." ucap mereka.

Lalu, Tuan Wales pun menoleh ke arah Teo, ia seperti sedang mengamatu Teo. Karena merasa tidak nyaman karena di tatap oleh Tuan Wales, ia pun bertanya kepadanya "Tuan? Apa ada sesuatu?"

"Kau adalah orang yang membunuh mereka kan?"

"Eh? Ah… Ya…"

"Bagaimana kalau kau menjadi pengawal putri ku?"

Tawaran dari Tuan Wales membuat semuanya terkejut, terutama Celica. Ia langsung menolak keras bila Teo menjadi pengawal mereka "Aku tidak mau! Kenapa harus dia!? Dia bahkan tidak bisa menghormati bangsawan!"

Mendengar itu membuat Teo sedikit kesal, tapi ia mencoba mengabaikan perkataan Celica, ia pun berkata kepada Tuan Wales "M-Maaf tapi saya tidak bisa."

"Kenapa?" tanya Tuan Wales.

"Karena, S-Saya adalah petualang. Karena itu saya tidak bisa menetap." ucap Teo yang mencoba menolak tawaran Tuan Wales.

"Tapi, lebih baik menetap daripada menjadi petualang, kan? Kami bisa membayarmu, memberimu tempat tinggal, dan juga memberimu makanan."

Teo terdiam, Tuan Wales yang tetap ingin Teo menjadi pengawal dan ia menawarkan berbagai keuntungan dari harta sampai tempat tinggal untuk Teo jika ia ingin menjadi pengawal untuk kedua putrinya. Meski terdengar menggiurkan, Teo tetap harus menolak permintaanya itu, karena ia masih harus menjalani misinya di dunia yang tidak ia ketahui.

"Ayah, jangan memaksa Teo seperti itu. Teo adalah petualang pemula negeri kita adalah tempat pertama yang ia kunjungi, menjadikannya seorang pengawal bangsawan, itu sepertinya terlalu terburu-buru." ucap Cattalina yang menengahi mereka

"Begitu ya,"

"Dan juga, kalau Ayah memutuskan seenaknya tanpa sepengetahuan Ibu, bisa-bisa ibu marah loh." ucap Cattalina lagi sambil tersenyum

Mendengar itu, wajah Tuan Wales menjadi murung sesaat "Benar juga…" ucapnya, lalu ia pun mlihat ke arah Teo dan berkata lagi "Kalau begitu, Teo. Pikirkan baik-baik tawaran ku, aku mohon."

Ia pun berdiri, lalu pamit kepada Celica dan Cattalina, ia berkata harus ada yang ia kerjakan setelah ini. Setelah Tuan Wales pergi, Teo langsung kembali ke kamarnya, ia pun mengambil pistolnya, lalu Cattalina tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya "Teo, kamu mau kemana?"

"Pergi."

"Kenapa?"

Teo terdiam sambil melihat pistolnya, ia pun berbalik dan berkata "Cattalina, maaf aku tidak bisa menjadi pengawal kalian."

"Kenapa?" tanya Cattalina sambil mengerutkan keningnya.

"Aku harus segera pergi."

Cattalina terdiam, ia pun mendekati Teo "Apa sebegitunya kamu ingin bertualang?" Teo terdiam mendengar pertanyaanya. Cattalina pun memintanya untuk duduk terlebih dahulu dan Teo pun menurutinya "Cattalina, kamu bilang kalau dirimu bisa membaca jiwa kan?"

"Bukan membaca, merasakan."

"Ya terserahlah. Itu artinya sejak pertama bertemu, kamu sudah tahu kalau aku berbohong kan?"

Teo meliriknya tajam, dan Cattalina pun membalasnya dengan senyuman "Begitulah." ucapnya "Meski begitu, aku tidak tahu apa tujuanmu datang jauh-jauh kemari."

Teo memalingkan pandangannya "Aku tidak akan menghalangi mu, lagipula itu hanyalah tawaran Ayah, kamu bisa menolaknya jika itu yang kamu mau. Tapi, kemana kamu akan pergi?" lanjutnya.

Teo tidak menjawab pertanyaanya, ia masih memalingkan pandangannya dari Cattalina. Cattalina mendekatinya sambil berbicara "Kamu gelisah? Panik? Khawatir? Hmm… Ah begitu, kamu tidak tahu apa yang akan kamu lakukan, kan? Kamu tidak tahu harus berbuat apa di luar tempat asalmu ini, kan?"

"Ha–, huh, C-Cattalina?"

Cattalina tersenyum mengerikan, ia pun terkikih lalu berdiri di depan Teo, Ia menyipitkan matanya "Ada apa? Kenapa kamu terlihat ketakutan begitu? Apakah perkataanku semuanya benar?"

"Cattalina, kamu terlihat lebih mengerikan daripada Adikmu." ucap Teo, lalu memalingkan wajahnya lagi.

Cattalina tertawa kecil lalu duduk di sampingnya "Maaf ya, habisnya aku suka kesal kepada orang yang tidak jujur." ucapnya dan wajahnya pun kembali normal.

"Baiklah, baiklah. Gadis bangsawan itu memang merepotkan, ya." Teo pun terdiam, ia melihat pistolnya dan mengeluarkan magazine-nya "Teo, itu benda yang kamu pakai untuk membunuh bandit itu kan?"

Teo mengangguk "Kamu melihatnya?"

"Ya." jawabnya singkat. Teo terdiam kembali, ia pun memasukan magazine nya kembali lalu mengokang pistolnya. Teo menghembuskan nafas berat, lalu, ia bertanya kepada Cattalina "apakah kamu pernah melihat benda ini?" Cattalina hanya menggelengkan kepalanya, Teo menoleh ke arahnya, dan memberitahunya. Ia berbisik kepadanya, Cattalina luar biasa terkejut mendengar apa yang ia bisikan kepadanya, ia menunduk dan mengerutkan keningnya, Cattalina menatapnya dengan tatapan heran, lalu ia pun memalingkan pandangannya.

"Aku, sedang dalam tugas, aku tidak bisa tetap tinggal disini, aku harus pergi mencari mereka. Aku tidak peduli apakah kamu percaya dengan yang ku katakan atau tidak. Tapi, keputusan ku tidak akan berubah." Teo sangat serius mengucapkan itu, namun Celica tersenyum mendengarnya. Melihat itu, Teo kesal dengan senyuman itu "Terserahlah!"

"Hey jangan marah begitu. Aku bukan tidak percaya denganmu."

"Apa yang kamu katakan? Jelas itu kedengaran an–."

"Itu tidak aneh."

"Huh?"

"Ikuti aku." ucapnya lalu berjalan keluar, dan Teo pun mengikutinya. Mereka pergi ke kamar Cattalina, Cattalina berkata kalau ada sesuatu yang membuatnya percaya dengan kata-kata Teo sebelumnya, ia juga berkata kalau yang di katakan Teo adalah bukanlah hal yang mustahil, meskipun itu sangat sulit untuk dilakukan.

Saat mereka masuk ke kamar Cattalina, Cattalina langsung mencari sebuah buku di rak bukunya "Kalau tidak salah… Ah! Ketemu."

Cattalina pun membuka buku itu dan mencari sesuatu di buku itu "Buku sihir kuno ini di beri oleh guru ku untuk di pelajari, sudah lama sebenarnya guruku memberiku ini namun sayangnya aku hanya sedikit mengerti arti dari buku ini... Ah ini dia!"

Cattalina pun menunjuk satu halaman di buku itu, meski tulisan pada buku itu tidak Teo mengerti, tapi ia bisa melihat gambar sebuah lingkaran yang bentuknya sama persis seperti portal yang ia lihat sebelumnya.

"Sudah kuduga, sihir itu ada disini. Begitu ya, jadi ini alasannya akhir-akhir ini aku membaca. Walaupun aku tidak bisa membaca semuanya, tapi aku tau siapa yang bisa membaca ini!"

"Eh!? Tidak, aku harus–."

"Mungkin, kita bisa membuat portal itu dan membuatmu kembali ke duniamu!"

Teo terdiam mendengar ucapannya, tentu itu kabar baik untuknya jika itu benar, karena dengan begitu salah satu tugasnya di dunia ini sudah selesai. Tapi, jika begitu, ia tidak memiliki pilihan lain selain menetap menjadi pengawal Cattalina dan membuatnya kehilangan waktu untuk mencari penduduk yang hilang.

"Tapi… Aku harus mencari–."

"Mau aku bantu?"

"Bagaimana!?"

Cattalina pun membuka jendela kamarnya, lalu ia pun bersiul panjang. Teo mendekatinya "Apa yang kamu lakukan?"

"Memanggil burung."

"Memanggil… apa?"

'Kurr'

Tiba-tiba seekor burung pun muncul melalui jendela dan hinggap di tangan Cattalina "Jangan bilang kamu akan meminta bantuannya."

Cattalina mengangguk, lalu ia pun berbicara kepada burung itu "Bisakah kamu menolong ku? Carilah 50 orang yang… emm… seperti apa orang-orang itu?"

Melihat Cattalina berbicara dengan burung membuatnya menjauh beberapa langkah dari Cattalina "Kenapa kamu menjauh?"

"Kamu tidak sedang membohongi ku kan?"

"Tentu saja tidak, aku benar-benar ingin membantu mu, kenapa kamu berpikir seperti itu?"

"Bagaimana tidak!? Seorang gadis berbicara dengan seekor burung? Kedengarannya saja sudah aneh!? Kamu pasti membohongi ku kan!?"

"Aku serius! Iya kan? Tuan merpati?"

'Kurr, kurr!' bunyi merpati itu sambil menganggukan kepalanya.

Teo menepuk jidatnya "Astaga, apakah gadis ini bisa membuat rambutnya jadi panjang atau tidak ya?" ucapnya pelan

"Kamu bilang apa?"

"Aah, tidak… Apa kamu benar-benar bisa membantuku?"

Cattalina mengangguk, lalu menanyakan kembali orang-orang seperti apa yang menghilang itu. Akan tetapi, Teo tidak begitu tau orang-orang yang menghilang itu, karena tugas sebelumnya adalah mencari penyebab menghilangnya mereka dan ia pun hanya terdiam mendengar.

"Jangan bilang kalau kamu tidak tahu orang-orang itu seperti apa?"

"Maaf, tugas awal ku hanya menemukan penyebabnya, jadi aku tidak tahu siapa saja yang menghilang itu."

Cattalina terdiam sesaat sambil memegangi dagunya "Kalau seperti itu… Baiklah." Cattalina pun berbicara kepada merpati itu "Tolong, Carilah, 50 manusia, pakaian yang aneh, tolong ya." Lalu burung itu pun terbang menjauh.

"Pakaian… aneh?"

"Ya, pakaian yang kamu pakai pertama kali itu sangat aneh, berbeda dengan pakaian penduduk dimanapun."

"Ah begitu."

Lalu, Teo pun berjalan menjauh dari Cattalina dan berniat untuk pergi darinya. Namun, Cattalina langsung menahannya "Mau kemana kamu?"

"Tentu saja pergi dari tempat ini."

"Wah, apa kamu tidak diajarkan untuk membalas budi?"

"Sudah kuduga dia menginginkan sesuatu, Seharusnya aku tidak pernah menganggap gadis ini berbeda dengan Adiknya."

"Berkata sesuatu?"

"Tidak!" Akhirnya Teo pun mengalah, ia juga dibuat merasa tidak enak dengan Cattalina karena Cattalina sudah membantunya untuk mengatasi masalah "Sebelum kamu meminta sesuatu, apakah burung itu bisa ku harapkan?"

"Ya tentu saja. Burung itu akan memberitahu burung yang lainnya, kemungkinan membutuhkan waktu satu atau dua bulan."

"Tunggu!? Itu terlalu lama!"

"Dunia ini luas, Teo."

Teo pun duduk kembali di kasur Cattalina "Jadi, apa yang kamu inginkan?"

Cattalina pun mendekati Teo lalu memegang tangan "Tentu saja… Mau kah kamu menjadi pengawal ku? Tuan Teo?"

Teo memalingkan wajahnya sambil menutup matanya, lalu ia pun membuka matanya dan melirik Cattalina, "(Gadis bangsawan ini, benar-benar pintar, Merepotkan.) Baiklah, aku akan menjadi pengawal untuk kedua putri keluarga Blouse. Dengan begitu sudah cukupkan?"

Bersambung

Terima kasih karena sudah membaca Novel ini. Tolong berikan kritik dan sarannya ya >~<

Sonzaicreators' thoughts
Next chapter