webnovel

Pluviophile Seorang yang sangat menyukai hujan.

Pluviophile. Seseorang yang menyukai hujan, tapi kenapa ketika aku mulai menyukai hujan, kamu pergi?

Rifkah_Azisah · Urban
Not enough ratings
8 Chs

Pluviophile 4 | Rumah Faris

Faris sedang duduk di kursi kerjanya, di depannya terdapat berkas-berkas pasien yang bertebaran, ketika pulang dari cafe tadi Faris langsung ke rumahnya dan berkutat dengan berkas-berkas tersebut namun lihatlah sekarang, Faris justru terdiam dan memandang hujan gerimis yang turun dari jendela kamarnya.

"Teman katanya" segaris senyuman terbit dari wajah pria itu ketika mengingat perkataan perempuan penyuka hujan di cafe tadi, Raina.

"Aish" senyum itu lantas hilang begitu ia sadar apa yang ia lakukan. Bagaimana bisa ia berpikir untuk mengajak perempuan itu jalan-jalan? Mereka saja baru kenalan, mereka tidak memiliki hubungan apapun. Faris sadarlah!

Faris bangkit dari duduknya dan berjalan keluar menuju dapur, sepertinya ia harus mengisi tenaganya dengan makanan. Bukankah mie instan dan telur rebus sangat cocok disaat suasana hujan seperti saat ini? Yah, Faris akan membuat makanan itu, walaupun ia tau memakan mie instan itu tidak baik bagi kesehatan perut, tapi tak apa bukan jika sesekali memakannya? Yang tidak boleh itu, jika ia terlalu sering memakan makanan instan itu.

"Wait... kemana perginya semua bahan makanan di dapur?" Faris mengernyit begitu melihat isi kulkas yang hanya terisi air mineral dan lemari dapur yang kosong.

"Apa aku tidak pernah membuat makanan dirumah?" Gumamnya lagi kemudian terdengar suara gemuruh dari perutnya.

"Ck. Yasudah, ke indomaret depan saja" akhirnya Faris memutuskan untuk pergi ke indomaret, setelah mengambil dompet dan payung, ia melangkah keluar menuju indomaret yang berada di depan perumahan tempatnya tinggal.

"Raina sedang apa kira-kira?"

Ketika pulang tadi, perempuan itu tidak membiarkannya untuk mengantarnya pulang, katanya dia akan singgah di suatu tempat. Dimana?

"Ya ampun, aku benar-benar gila jika terus memikirkan Raina. Ada apa dengan diriku? Apa karena perempuan itu selalu bermain hujan? Yah, karena hujan. Semua ini karena hujan, jika hujan turun maka aku akan mengingat Raina. Ck, hujan lagi hujan lagi"

Faris berbelok dan terkejut begitu melihat perempuan yang sejak tadi ia pikirkan kini berada di depan matanya, Raina. Perempuan itu baru saja keluar dari indomaret dengan pakaian yang basah kuyup.

"Apa dia bermain hujan lagi? Ya ampun" Faris melangkah dan mendekati Raina, dari dekat Faris dapat melihat wajah perempuan itu sedikit pucat dengan tubuh yang gemetar namun tetap saja cahaya kebahagiaan seperti tidak akan hilang dari wajah perempuan itu ketika hujan masih turun. Segitu sukanya kah Raina dengan hujan?

"Raina" Raina menoleh dan membulatkan mata melihat Faris yang berdiri di hadapannya dengan payung yang melindungi dirinya dari hujan.

Raina menatap Faris dari atas ke bawah lalu kembali ke atas, menatap tepat di manik mata pria itu.

"Kamu sedang apa disini? Apa rumahmu di sekitar sini?" Tanya Raina begitu melihat pakaian santai yang dikenakan Faris, kaos putih berlengan panjang, celana panjang berwarna cream, serta sendal.

"Iya. Kamu sendiri? Apa kamu tidak pulang ke rumah?"

"Ah, saya tadi bermain sedikit"

"Sedikit? Ini sudah jam delapan malam Raina, dan juga kamu sudah pucat"

"Ah, tidak apa. Saya baik-baik saja kok" senyum Raina.

"Saya antar kamu pulang"

"Eh nggak usah" tolak Raina langsung, ia menggenggam tangan Faris begitu Faris hendak berbalik kerumahnya dan mengambil mobilnya.

Faris berbalik, ia dapat merasakan tangan dingin Raina di tangannya "ya ampun, tangan kamu sudah dingin"

"Eh. Maaf" Raina melepaskan tangannya namun Faris kembali meraih tangan perempuan itu.

"Kamu ikut saya dulu. Kali ini tolong dengarkan saya, saya tidak bisa melihat seseorang merasa sakit" Faris menggenggam tangan Raina dan menariknya berjalan menuju rumahnya.

"Tapi saya baik-baik saja" ujar Raina yang di abaikan oleh Faris.

"Eung... Faris, i'm okay. Saya bisa pulang sekarang"

"Nggak. Saya ga bisa biarin kamu pulang sendirian" Raina terdiam, ia melihat sisi wajah Faris dari samping dengan dahi yang mengernyit.

"Masuk" Faris menyuruh Raina masuk begitu ia sampai di rumah pria itu namun ia tetap diam di depan pintu "saya ga bakal ngapa-ngapain kamu. Saya janji"

"Eung-ngh tapi pakaian saya basah nanti lantai rumah kamu ikutan basah"

"It's okay. Masuk saja" Faris menarik Raina untuk masuk dan menyuruh perempuan itu untuk duduk di kursi pantry selagi ia pergi mengambil handuk dan pakaian kering untuk Raina.

"Ini. Kamu bisa berganti pakaian di kamar sana" Faris menunjuk salah satu pintu yang berada di belakang Raina.

"Faris. Apa istri kamu tidak marah saya menggunakan bajunya?" Tanya Raina berhati-hati.

Faris mengerjab kemudian terkekeh "itu pakaian ibu saya, beliau tinggal di kampung halaman, tapi beberapa pakaiannya ada di rumah saya. Yah, biar nanti kalau ibu saja kesini, beliau tidak perlu membawa banyak pakaian"

"Ohh. Tapi, bukannya tidak sopan memakai pakaian orang lain tanpa izin?"

"Saya anaknya, dan saya yang memberikan baju ini ke kamu, jadi nggak masalah. Sana, kamu ganti baju cepat" Faris menarik Raina bangkit dan mendorong pelan bahu Raina untuk berjalan ke arah kamar yang di tunjuk Faris tadi.

Faris terkekeh, ia kemudian berbalik menuju dapur.

"Astagfirullah. Makanannya" Faris merutuki dirinya sendiri yang kelupaan membeli bahan makanan saat keluar tadi. Siapa suruh, ia terlalu fokus pada Raina hingga melupakan perutnya.

Lalu sekarang dia harus apa? Tidak ada apapun di rumah ini kecuali air mineral, masa ia hanya memberikan air mineral untuk tamunya.

Faris akhirnya memilih menunggu Raina selesai berganti pakaian kemudian ia akan keluar untuk membeli sesuatu.

Selang 5 menit, Raina keluar dan berjalan menuju Faris dengan totebag hitam yang ia genggam.

"Raina, saya akan keluar sebentar dan membeli beberapa makanan. Maaf, tapi saya tidak memiliki apapun saat ini untuk di makan ataupun minum selain air mineral"

"Ah? Nggak usah, saya nggak apa. Saya bisa pulang sekarang" Raina kembali menolak.

"Tapi--"

"Sekarang sudah malam Faris, saya harus pulang segera. Terima kasih sudah meminjamkan pakaian ibu kamu, akan saya kembalikan nanti dan maaf sudah membuat lantai rumah kamu basah"

"Kalau gitu, tunggu aku sebentar"

"Ka--"

Tanpa mendengar jawaban Raina, Faris melangkah meninggalkan perempuan itu dan berjalan menuju kamarnya. Lantas kemudian kembali dengan jaket yang ia bawa di tangannya.

"Ini" Faris menyodorkan jaket itu ke Raina dan diterima oleh Raina dengan kikuk "ayo saya antar kamu pulang"

"Eh? Nggak usah, saya sudah banyak repotin kamu. Saya bisa pulang sendiri"

"Saya antar kamu, ini sudah malam tidak baik perempuan pulang sendiri saat malam hari"

"Tapi--"

"Kamu pakai jaket saya, diluar sangat dingin"

Raina menatap Faris dengan memelas, kemudian ia menghela nafas, pasrah mengikuti kemauan pria itu. Raina memakai jaket Faris yang kebesaran di tubuhnya.

Apa semua pakaian pria akan kebesaran jika di pakai oleh perempuan? Raina selalu membaca hal seperti ini di novel, dan baru sekarang ia merasakannya.

"Good. Ayo" Faris melangkah terlebih dahulu diikuti oleh Raina.

Yah, setidaknya ia harus membalas budi karena Raina sudah menghiburnya tadi siang di cafe.