webnovel

PICK LOVE [INDONESIA]

Vol. 1 (A Complicated Love Triangle) Pasti ada yang egois saat memilih siapa yang paling dicintainya, terkadang perasaan aneh juga ikut mucul saat kamu mencintai satu orang yang mengabaikanmu. Masalah seperti ini terkadang terlihat menyebalkan, tapi sebenarnya adalah hal yang wajar. Vol. 2 (Angels Are Masked Demons) Malaikat adalah iblis siluman berwajah manusia. Jika orang mengatakan tidak, itu berarti iya. Dan orang yang berkata iya orang itu tidak melakukannya. Simplenya, yang diam adalah iblis. Sebab iblis banyak bicara diawal, melakukannya sampai selesai dan memilih diam setelah mendapatkannya. Sinopsis Vol. 2 mulai dari bab 199 Iblis, malaikat dan manusia. Ini bukan fantasi melainkan novel romansa yang menjelaskan seberapa mengerikannya manusia yang bisa berubah menjadi malaikat dan iblis untuk orang yang dia inginkan bahagia bersama. Membunuh, terbunuh, dibunuh. Ketiganya berkaitan dengan siapa yang membunuh dan kenapa orang-orang salah paham pada beberapa orang lainnya yang tidak terkait sama sekali. Jangan percaya pada siapapun, sebab Malaikat dan iblis bersembunyi disetiap inci manusia. Untuk mempertegasnya alur hanya ada tiga pertanyaan. Siapa pembunuh Tania sebenarnya. Bagaimana bisa bukan Rio jika dia ada di tempat yang sama saat terjadinya penembakan itu. Dan, apakah pelakunya adalah orang itu sendiri?

sakasaf_story · Teen
Not enough ratings
373 Chs

MELIHAT DENGAN MATA LANGSUNG

"Lepasin gue!"

Salsha terus saja memberontak saat Iqbal berusaha menarik tangannya. Entah apa yang ada dipikiran Salsha saat ini. Jika malam sudah datang, dan Salsha berjalan dipinggir jalan sendirian. Dengan pakaian yang -sedikit agak terbuka.

"Lo pulang bareng gue aja, malem-malem kaya gini enggak ada angkutan umum," ucap Iqbal berbicara sangat pelan. "Gue bilang enggak mau ya enggak mau, lo jangan maksa dong," protes Salsha yang menghentakan tangan Iqbal masih memegang tangannya.

"Gue enggak maksa, gue khawatir sama lo," Keadaan tiba-tiba menghening. "Udah gue bilang berapa kali, kalau lo terlalu keras buat gue. Gue enggak suka lo paksa Iqbal," Salsha memalingkan wajahnya, wajah Iqbal bisa saja membuat orang-orang melihatnya. Mungkin, Salsha saja yang terlalu egois untuk mengakuinya.

"Apa sesulit itu lo berteman sama orang lain selain Aldi? Gue juga teman lo, kita satu kelas,cIqbal menghela nafas pelan. "Gue engggak gitu!" elak Salsha berjalan menjauh dari mobil Iqbal.

"Lo gitu, setiap ada cowok deketin lo. Lo selalu jauhin dia, kalo enggak lo pasti pergi gitu aja, lo selalu ngehindari semua orang. Sekalipun itu teman satu kelas lo, semua orang juga bingung mau kenalan sama lo," Salsha terdiam, dia pura-pura menyibukan diri tidak mendengarkan.

"Apa lo enggak bisa jadi orang yang biasa aja, gue tahu lo orang yang baik," sambung Iqbal berusaha meyakinkan Salsha karena meluhat padanya serius penuh mecurigaan.

"Lo mau berteman sama gue atau mau nyakitin gue?" Iqbal melihat Salsha tidak percaya, bagaimana bisa Salsha bertanya seperti itu padanya.

"Semua orang pasti mau berteman dengan tujuan yang baik, gue contohnya. Gue mau berteman sama siapa aja, karena menurut gue semua orang itu baik," ucap Iqbal mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengannya. "Berteman?" tanya Iqbal masih menunggu respon Salsha padanya. Dari sebrang sana, ada Aldi yang berlari menuju mereka berdua.

"Astaga Sal, gue cariin lo dari tadi ternyata lo ada disini?" tanya Aldi dengan nafas tersenggal-senggal. Salsha mengerucutkam bibirnya, dia berjalan menuju Aldi dan menghiraukan Iqbal.

"Lo darimana aja? Kita janjiannya jam tiga sore, tapi sampai jam tujuh malem lo gak datang-datang," Salsha menyemprotkan semua kekesalannya paxa Aldi. Bagaimana bisa dia yang membuat janji, dan dia juga yang melupakan janjinya sendiri.

"Gu-gue, gue ada urusan," jawab Aldi terluhat gugup. "Kalau lo ada urusan harusnya lo batalin aja janjinya, biar gue enggak perlu nunggu lo yang selalu bohong sama gue. Gue capek nunggu kali," ucap Salsha dengan senyum paksaannha.. Dia sengaja menggunakan pakaian sedikit feminim demi jalan bersama dengan Aldi, dan dengan santainya Aldi mengatakan ada urusan. Rasanya Salsha ingin menangis.

"Ya maaf, gue tadi benar-benar lupa. Dan enggak semp--" Iqbal memotong ucapan Aldi dengan cepat. "Sekarang tehnologi serba canggih, kalau enggak bisa datang lo bisa kirim pesan sama Salsha lewat WhatshApp. Enggak ribet, dan enggak buat nunggu juga," Salsha melirik Iqbal, dia melihat Iqbal tidak suka karena mulai ikut campur. "Gue dari tadi enggak pegang handphone, dan gue juga enggak sempet buka juga," Salsha hanya diam, ditengah perdebatan Aldi dan Iqbal. Mau menengahi, dia juga tidak tahu akan memilih siapa. Aldi karena memakluminya atau Iqbal yang berusaha membelanya. Dengan berat hati dia berjalan sendiri meninggalkan berisiknya perdebatan keduanya.

"Tapi seenggaknya lo bisa ngasih kabar, umur lo baru tujuhbelas tahun. Gue yakin umur segitu enggak buat lo pikun,"

"Namanya juga lupa, setiap orang juga pernah lupa,"

"Lupa lo itu setiap hari, bukan satu atau dua kali. Dan, menurut gue enggak wajar," ucap Iqbal dan langsung meninggalkan Aldi yang terdiam. Iqbal mengejar Salsha yang diam-diam menangis dipinggir jalan. Iqbal tahu, bagaimana rasanya menunggu. Seperti saat dia menunggu berbicara dengan Salsha. menunggu adalah sebuah kepastian yang tidak pasti.

"Sal," panggil Iqbal lirih, saat mendengar Salsha terisak kecil. Dengan, cepat Salsha menghapus bekas air mata yang mengalir dikedua pipinya.

Dia berbalik menuju badan melihat siapa yang manggilnya. Berharap Aldi, justru berbeda dari yang dia inginkan. Iqbal tersenyum tipis, dia tahu apa yang sedang Salsha rasakan. Lain halnya dengan Aldi, dia justru berbalik menuju mobilnya setelah mendapat sambungan telepon dari seseorang.

Bahkan, Salsha sudah berusaha menelfon Aldi lebih dari delapan kali. Tapi, satu kalipun Aldi tidak ingin mengangkatnya.

Salsha tersenyum miris. "Lo mau kita ikutin Aldi, atau gue anter pulang? Gue yakin, lo terlalu capek hati sama pikiran buat nunggu cowok kaya dia," ucap Iqbal membuyarkan lamunannya. "Bisa anter gue pulang?" tanya Salsha dengan berusaha tersenyum manis pada Iqbal. Iqbal mengangguk sebagai jawabannya dan tersenyum sangat ramah. "Akan gue anter lo sampai rumah, dengan selamat," jawab Iqbal lembut, ini kali pertama baginya dan hal ini membuat Iqbal senang.

°°°

Ditengah keheningan, Salsha dan Iqbal masih dengan pemikiran mereka masing-masing. Tidak Salsha sadari, Iqbal mencuri lihat disebelahnya. "Sal," panggil Iqbal, saat Salsha terlalu banyak melamun. "Apa?" jawab Salsha dengan masih tidak mengalihkan pandangannya.

"Lo cantik," ucap Iqbal tulus.

"Gue tahu,"

"Lo terlalu barharga buat disakiti," Lagi-lagi keadaan menghening, Salsha bingung akan menanggapi apa.

"Enggak ada yang nyakitin gue,"

"Banyak, banyak yang mau bahagiain lo. Banyak yang mau buat lo tersenyum, kenapa lo selalu nolak?" tanya Iqbal ingin tahu. "Gue enggak butuh semua yang lo omongin,"

Iqbal menghentikan gerak mobilnya. Dia menyuruh Salsha untuk meliaht mobil didepannya.

"Itu mobil Aldi, kalau lo masih mau pulang. Gue akan anter lo pulang sekarang, gue tahu lo masih kurang yakin sama kejadian tadi," ucap Iqbal menarik rem tangan dimobilnya. "Lo masih belum ngerti kenapa Aldi telat dan tiba-tiba dia pergi lagi kan? Gue akan buat lo  bisa bedain. Mana sahabat dan yang mana bangsat," sambungnya lagi.

"Gue enggak suka sama cowok yang bahasanya kasar," komentar Salsha masih melihat mobil didepan sana dengan diam. Diam-diam Iqbal tertawa pelan, dia suka Salsha yang perduli padanya. "Tapi, gue suka semua tentang lo," jawab Iqbal.

°°°

"Maaf ya gue nelfon lo tiba-tiba, soalnya gue takut barang di dompet lo banyak barang penting," ucap Tania melihat tidak enak pada Aldi, padahal baru saja mereka pergi bersama. Aldi juga sempat main di rumah Tania, karena orang tua Tania tidak dirumahnya. Tania mengirim pesan jika dia bosan dirumah sendirian.

Dengan cepat Aldi pergi menuju rumah Tania, tidam mengingat jika satu jam lagi dia akan pergi bersama Salsha. "Santai aja Nat, gue juga enggak apa-apa kok kalo bolak-balik ke rumah lo terus. Tadi, gue pulang karna ada urusan yang enggak terlalu penting,"

Keduanya berbicara panjang lebar di depan gerbang rumah Tania, dengan sadar Salsha dan Iqbal melihatnya dari arah belakang. "Haha. Lo itu, dari tadi gombal mulu. Abis ini lo mau kemana, Ada acara?" tanya Tania dengan membelakangkan rambutnya yang memalingkan wajahnya.

"Emmm, sejujurnya ada si. Cuma, ya ada aja. Kenapa emangnya?"

"Sebenernya, gue mau minta tolong lo lagi buat anterin gue ke minimarket buat beli cemilan. Soalnya kalo malem-malem, gue suka bosen kalo sendirian di rumah," Aldi terdiam. Dalam hati Aldi ingin pergi ke rumah Salsha untuk meminta maaf karena kejadian tadi dia meninggalkannya dan tidak sempat meminta maaf dengan baik. Karena Tania meneldon, Aldi khawatir jika hal buruk terjadi pada Tania dan Aldi memilih Tania karena tidak ada orang di rumahnya. Sedangkan Salsha, ada Iqbal disana.

Aldi masih tidak menjawab, dia terus saja berfikir bagaimana dia akan menolak ajakan Tania dengan sangat halus. "Mau ya? Abisnya gue jarang pergi sendirian, supir papa lagi cuti soalnya. Bisa enggak Al?" tanya Tania seperti berusaha mendesak. "Emmm, oke lah. Abis nganter lo, gue langsung pulang ya," jawab Aldi dengan senyuman.

"Oke, makasih ya. Gue ke dalam dulu ambil tas, tunggu ya," Aldi mengangguk. Dari kejauhan Salsha melihat interaksi keduanya dalam diam dan berusaha untuk tidak menangis. "Anterin gue pulang Bal," Setelah suasana tadi menghening, Iqbal angkat bicara.

"Lo enggak apa-apa kan?" tanya Iqbal khawatir.

"Gue enggak apa-apa," Tolong, ingatkan Aldi untuk meminta maaf pada Salsha. Ini terlalu brengsek untuk diingat.

Sakit banget kak kalau jadi salsha, dan kasaf berdoa semoga kasaf enggak sampai digituin sama cowok yang kasaf suka.

sakasaf_storycreators' thoughts