webnovel

Not Cool

Langit-langit dalam kamar bercat putih itu terlihat lebih cerah dari biasanya dipagi hari kali ini. Nathan bahkan mengerjapkan mata dengan ulasan senyum taatkala dadanya terasa sesak karena dihinggapi kepala wanita berambut coklat yang menggelitik dagunya saat dia bergerak.

Alis Nathan bertautan ketika mengulirkan kepalanya melihat Alam yang terkapar di lantai, senyumnya pun langsung memudar kala melihat bagaimana kaos yang dia pakai penuh dengan noda darah yang membuatnya tercekat.

"Anna?" Nathan menepuk pipinya. Melihat sejemang luka di perut beserta lengan itu tidak meninggalkan bekas apapun. Namun tetap saja Nathan panik melihat kedua orang yang Ia sayangi segenap jiwa raga ini tengah tidak sadarkan diri.

"Jodi!" teriak Nathan. Tidak ada jawaban apapun atau sayup-sayup tanda kehidupan di rumah yang tertangkap rungu nathan.

"Emh," Anna meringis. Membuat Nathan sejurus kemudian mengangkat sedikit kepala wanita yang kian tidak sanggup untuk membuka mata. Jemari Anna bergerak perlahan—mencoba meraba apapun yang bisa dia serap energinya.

Nathan juga mulai paham cara bermainnya sekarang. Ia meraih tangan Anna agar membiarkan wanita itu menyerap energinya meski puluhan detik berlalu—Nathan bersabar menatap wajah Anna yang masih belum kunjung juga membaik.

"Coba dihisap lagi," ucap Nathan. Bagaimana pun caranya, yang dia tahu hanya mendekatkan bibir pada mulut Anna. Meski tidak ada cahayan oren, merah muda atau warna apapun yang Nathan harapkan keluar. Ternyata tidak kunjung menampakan diri.

"Anna!" tekan Nathan. Ia mencoba lagi mengecup bibir yang akhirnya mengeluarkan cahaya kembali. Membuat Nathan Narendra menekannya lebih dalam sampai menggebu. Dia merasakan pusing serta lemas bersamaan dengan Anna yang kembali bugar.

Dengan cepat Tsuyoi Sentoki tersebut memalingkan wajahnya taatkala melihat pelipis Nathan berkeringat. Setelah merasa Anna membaik. Nathan beranjak untuk memeriksa keadaan Alam, "Biarkan saja, dia hanya perlu tidur," lontar Anna.

Nathan Narendra mengangkat adiknya tersebut berpindah ke atas ranjang bersama Anna yang sibuk mengusap lengan kirinya. "Ah, tiga puluh..." keluh Anna. Spontan Nathan langsung menatapnya nyalang, "Tiga puluh tahun?"

Anna tidak menjawab, lagi pula gegara keteledoran siapa dia harus mencerna racun. Malahan sampai mengeluarkan energi banyak dan memotong usianya pun menjadi lebih panjang.

"Jangan gunakan kekuatan lagi," ucap Nathan. Anna kontan tersenyum kecut, kemunafikan Nathan membuatnya mual hingga beranjak dan memilih untuk bersiap. Sebelum akhirnya Nathan mencegat lengan Anna setelah memposisikan Alam.

"Aku serius," lontar Nathan. Anna malah semakin tidak bisa menahannya ketika mendengar perkataan bajingan tersebut. Apa yang saat ini meletup dalam dirinya membuat Ia merasa jijik melihat pria kebanyakan lagak satu ini. "Apa pedulimu?"

Lagipula Nathan sama seperti orang terdahulu yang sering Maya temui, mereka hanya menginginkan kemampuan Anna, selebihnya dia akan dibuang setelah tidak dibutuhkan.

Anna justru lebih membenci orang yang berpura-pura baik kepadanya seperti Nathan dibanding orang yang terang-terangan menginginkan kelebihannya. "Kau hanya membutuhkan magisku saja bukan?"

"Aku tidak membutuhkannya," cetus Nathan. Tawa Anna pecah seketika kala mendengar perkataan Nathan... luar biasa sekali pria yang membuatnya emosi, "Jangan berpura-pura Nathan! Aku benci orang yang bersikap munafik."

Anna menepis lengan Nathan sampai akhirnya Nathan mencengkeram lebih keras lagi kedua lengan Anna yang meronta ingin pergi, "Kapan aku pernah memintanya, hah?"

Apa yang membuat Nathan menjadi sama emosinya sekarang ini? Karna lontaran mulut Anna mengatakan bahwa Ia munafik, atau karena memang tidak ingin usia Anna digerogoti. "Lalu kenapa kau memohon untuk bertemu Ibumu!"

"Itu sebelum aku tahu bahwa usiamu ikut berkurang!" Nathan mematrikan mata untuk menyakinkan Anna. Memangnya kapan Nathan pernah menginginkan Anna melakukan sesuatu untuknya? "Kau sendiri yang menawarkannya padaku," tambah Nathan.

Anna terlalu memamerkan kekuatannya. Tentu saja banyak orang mengambil kesempatan untuk bisa mempergunakannya. Salah Anna sendiri karena mau dimanfaatkan orang. "Benarkah? Jika bukan magis, lalu apa alasanmu menahanku?"

Anna menaikan satu alisnya taatkala Nathan mematung diam melihat dirinya. Sampai Tsuyoi Sentoki itu tersenyum sinis ketika tak kunjung adanya sebuah jawaban, Maya memilih pergi untuk mencari cara menyelamatkan Lusi. "Kau..."

Kontan Nathan membuat langkah Anna yang hendak pergi itu menjadi terdiam kembali. Kokoh pada pijakannya—Anna menatap Nathan untuk menunggu apa yang akan dia ucapkan. "Jadilah milikku Anna... Aku menginginkanmu," lontar Nathan.

Kepala anna menggeleng kecil seraya memejam taatkala dengungan suara yang persis sama seperti lontaran Nathan barusan membuatnya gemetar. Nathan mengatakan apa yang pernah dikatakan orang pilihan pada Hone-onna ketujuh sebelum keduanya berakhir mati terbakar.

Tungkainya melemas ketika ramalan dengan cepat mendatangi dia bersama Nathan Narendra karena mereka satu atap. Berdekatan.

Sampai akhirnya, lagi-lagi Jodi berhasil menginterupsi pembicaraan sunyi mereka. Sebab Ia sedang berada pada tempat dimana Lusi Narendra tidak sadarkan diri.

Jodi bahkan berpikir bahwa Nathan Dan Alam ikut tertangkap lantaran ajudannya tidak menemukan apapun saat menyusul mereka ke hutan.

"Langsung terjang," tekan Nathan murka.

"Jangan, ada mahluk halus di sana," bantah Anna cepat. Dia kemudian berkutat dengan cermin bulat kuno berwarna hitam, pinggirannya pun terbuat dari kayu yang terpahat asken bunga peoni di sekelilingnya—membuat Nathan tertarik, ikut menghampiri. "Ada jalan lain, pergi ke timur."

Nathan berkerut karena yang dia lihat di cermin hanya pantulan dirinya dengan Anna. Ia mengatakan apa yang anna lontarkan untuk Jodi.

"Beritahu jika sudah menemukan goanya," ucap Anna. Nathan lagi-lagi terdiam ragu melihat Anna mengeluarkan serbuk hijau pekat dari dalam kopernya. Perasaan Nathan menjadi runyam karena memang pada faktanya... Nathan membutuhkan magis Anna

untuk menyelamatkan Crystal dengan cepat.

"Semalam aku membantumu mengeluarkan racun, dan sekarang penyelamatan adikmu," lontar Anna. Nathan kontan memutus sambungan dengan Jodi yang masih mencari keberadaan sebuah gua. Entah mahluk apa yang Henry sembah, Nathan bergegas menghampiri lemari pakaian untuknya berganti pakaian. "Kerjasamanya—"

"Kita bicarakan nanti," potong Nathan. Akan dia usahakan sendiri bagaimana cara menyelamatkan Lusi dengan cepat dan aman tanpa menggunakan magis. "Berakhir Nathan... " cetus Anna.

Dia meracik beberapa serbuk sampai Nathan membatu di depan lemarinya. Bukan waktu yang tepat untuk dia protes banyak hal ketika nyawa adiknya sedang dalam bahaya. Lagipula dia tidak mungkin merantai Anna bersamanya dengan alasan yang sama.

Akan ada saatnya, dimana Nathan harus melepaskan Anna. Padahal dia sudah bersusah payah agar tidak memakai kartu As yang tersisa dua tersebut, namun malah terpakai sekaligus hanya dalam semalam.

"Lepaskan aku," pinta Anna menutup mata. Nathan tidak menjawab apapun, sebab bagaimana bisa dia melepaskan wanita yang saat ini terlihat terus bertambah cantik di matanya setiap hari. Orang yang selalu membuatnya bersemangat bangun pagi dan terus memaksakan diri untuk tidur di malam hari.

Nathan bahkan berusaha tidak membunuh orang agar saat bersinggungan tangan dengan Anna, tidak akan membuatnya mual atau muntah—walaupun memang Nathan yang selalu sengaja berpura-pura menyenggolnya.

Tidak berani secara terang-tengan menyentuh wanita tersebut—semenjak kejadian yang membuat Tsuyoi Sentoki itu menangis sesegukan.

"Minum ini, maka aura pemikat manapun tidak akan mempan lagi padamu," Anna memberikan hasil racikannya. Dengan sedikit bumbu pemotongan usia, Nathan tidak akan lagi menyukainya karena Mantra atau aura Hone-onna.

Nathan Narendra meminumnya tanpa ragu. Sekilas, tubuhnya beruap—mata dan tenggorokannya pun terasa panas, kemudian beringsut dengan tubuh yang menggigil hingga dia meniup tangan yang terasa beku. Napasnya berwarna merah sampai dalam hitungan detik, Nathan tidak merasakan apa-apa lagi.

"Bagaimana?" tanya Anna. Dia menangkup wajahnya dengan kedua lengan, bersikap manis dengan menggerakan badannya kekiri dan kanan, bahkan mengedipkan mata seraya mengecup telapak tangan dan meniupkannya pada Nathan sebagai pengecekan.

Nathan langsung memalingkan wajah ketika darahnya berdesir, "Tidak cantik ternyata," ucap Nathan. Anna bertepuk tangan kecil karena urusannya dengan perasaan nathan telah usai.

Dengan berbekal bubuk berwarna hijau pekat beserta cermin yang Anna pinjamkan, Ia memberi intruksi agar Nathan mengucapkan mantra semalam jika sangat terdesak. Ajian tersebut pun hanya akan bertahan dalam lima menit. Sisanya Nathan akan kembali dengan kemampuan manusia.

"Dia akan memberi tahu apapun yang kamu tanyakan," jelas Anna. Kedua jempolnya mengusap kelopak mata Nathan perlahan agar pria itu bisa menggunakan cermin miliknya. Bola mata Anna terikat langsung setelah Nathan membuka manik yang membuat Anna terdiam.

"Apalagi?" tanya Nathan dingin. Anna mengerjap beberapa kali tempo tersadarkan dalam lamunan acaknya. Tersenyum samar karena Nathan bersikap seperti itu, Anna berpamitan lantaran akan langsung pergi juga.

"Sampaikan salamku pada Crystal," lontar Anna. Dia menutup mata Nathan hingga sekelebat cahaya hijau membuat tubuh Nathan Narendra kedinginan tertepa angin yang membuatnya langsung membuka iris kala tangan Anna terasa menghilang dari wajahnya.

Tsuyoi Sentoki bersiap untuk melanjutkan tualangnya mencari sepatu Tori dan bergegas mengemas barangnya dalam koper. Sayang sekali sebagai keturunan Hone-onna dia tidak dapat melakukan teleportasi sendirian, lantaran harus membawa orang, ataupun hanya bisa mengirim orang.

*Sepatu Tori, Konon sering digunakan para putri duyung agar bisa memiliki kaki dan berjalan leluasa di daratan*

Sebagai kutukan dari Hone-onna kedua, dimana keturunanya tidak bisa memakai teleportasi sendirian sebab selalu meninggalkan pelayannya dan pergi sesuka hati seorang diri.

Sampai terbuatlah kutukan tersebut. Yang dimana jikalau para Hone-onna mencoba melakukan teleportasi sendirian, maksearcha dia akan hancur di dalam gerbang sebelum sampai ke tempat tunjuannya. Sungguh kekanak-kanakkan menurut Anna. Lantaran semua teman penjaga gerbangnya berpencar ditangkap para iblis lalu sekarang...

Dia harus memakai transportasi umum milik manusia agar bisa sampai di ribuan tempat yang dia jelajah untuk mencari barang-barang yang bisa membebaskan rekannya. Buang-buang waktu sekali! Untung saja peri 'Veela' mengendali badai, menghembuskan semua barang yang Anna cari ke indonesia.

Meski tidak semua, namun mungkin yang sangat dia perlukan berada di negara ini. Tempat kelahiran orang pilihan yang bahkan tidak ada sangkut pautnya dengan Jepang atau Yunani. Asal-usul Nathan dengan Hone-onna. Atau kenapa semesta memilih psikopat menjadi orang pilihan.

Anna terlalu masa bodoh bahkan meski orang pilihan tersebut adalah orang india atau atlantika sekalipun. Tanpa mencari tahu lebih dalam karena yang terpenting saat ini... Dia bebas.

Nathan menggenggam cermin erat taatkala sudah berada dihutan belantara atau tepatnya di belakang pasukan mereka. Sebab Jodi disibukan mencari signal untuk bisa menghubungi Nathan lantaran telah menemukan gua yang Anna intruksikan.

"Bagaimana?" tanya Nathan. Sontak semua orang bersamaan melihat ke belakang, bahkan ada yang sampai mengacungkan senjata pada bosnya. Raut wajah Nathan tidak semenyenangkan empat belas hari ke belakang. Jodi menyadari tatapan mencekam Nathan kala pria itu mengeraskan rahangnya.

"Anna dimana?" tanya Jodi.

"Mati" timpal Dingin Nathan.

Bersambung..