1 Kesempatan Pertama

Malam itu menjadi permulaan dimana kedua insan yang sudah saling memiliki rasa, saling peduli sejak lama, namun tak pernah saling mencurahkan. Entah mengapa malam ini waktu memberi kesempatan bagi mereka untuk menyatakan perasaan satu sama lain.

Tok..tok… seseorang mengetuk pintu kamar gadis yang sudah enam bulan tinggal dirumah ini. Gladis belum beranjak dari tempat tidurnya, walaupun ia telah mendengar ketukan itu, ia hanya ingin memastikan kalau ketukan itu memang dipintu kamarnya.

Tok..tok.. ketukan itu kembali berbunyi, dan kali ini Gladis beranjak, ternyata ia tak salah dengar, kalau memang pintu kamarnya yang di ketuk.

"Siapa sih!" Ujar Gladis bangun dari tidurnya dengan malas, ia memang belum tidur tapi sedang melihat majalah-majalah dewasa yang baru dipinjamnya dari Andien.

Bukan hanya malam ini, tapi memang di setiap malamnya Gladis biasa mengenakan daster tipis untuk busana tidurnya, dan seperti kebanyakan wanita pada umumnya, yang memilih tidak mengenakan bra untuk menutup aset gunung kembarnya, selain lebih sehat, juga lebih nyaman, dan juga memberi ruang agar kedua gundukan itu bebas berkembang.

Ia berpikir kalau didepan pintu kamarnya itu adalah kakaknya si Gita, ya walaupun cukup aneh Gita mencarinya malam-malam begini, Gladis bersikap santai hendak membuka pintu kamarnya, daster tipis yang berbahan lembut itu membuat tampak jelas lekukan tubuhnya yang memang ideal, apalagi di bagian dada, dua puncak asetnya tercetak jelas, di permukaan kain tipis itu.

Meskipun sudah beranjak, tapi Gladis tak langsung membuka pintu itu, ia menyempatkan merapikan rambut dan mengikatnya menjadi satu di puncak kepalanya, agar lebih ringkas dirasa.

Tok ..tok..

"Iya, sebentar kak." Sahut Gladis dari dalam kamar.

Gladis memutar kunci yang tergantung, lalu ia memutar knop ke arah kanan, seketika Gladis langsung kaget melihat siapa yang telah berdiri di depannya ini, dan sejak tadi mengetuk pintu kamarnya.

"Bang Diko?" Ucap Gladis pelan, dan ekspresi wajahnya cukup kaget dan bingung, kenapa abang iparnya mencarinya malam-malam begini.

Diko tak menjawab panggilan pelan dari Gladis, yang ada kini mata Diko terbelalak melihat sosok di depannya ini, ia memandangi tubuh Gladis dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas, begitu jelas saat matanya tertuju pada dua gundukan yang puncaknya mungkin sebesar topping bubble itu, terlihat jakun Diko bergerak naik turun akibat menelan salivanya.

Gladis yang sadar arah pandangan abang iparnya itu, spontan juga ikut memandang permukaan daster yang menutupi aset miliknya itu, refleks ia menyilangkan tangannya untuk menutupi bagian itu.

"Maaf bang, sebentar aku ganti baju dulu," ujar Gladis merasa malu, dan akan segera menutup pintu kamarnya.

Namun saat tangan Gladis hendak mendorong pintu, dengan cepat Diko mencegahnya, Diko memegang pergelangan tangan Gladis sehingga membuat Gladis tak jadi menutup pintunya.

Diko yang masih didepan pintu, bergerak maju dan masuk ke dalam kamar Gladis yang membuat Gladis otomatis mundur agar Diko bisa masuk, semua itu gerakan refleks yang tak disadari oleh Gladis.

Bagai di hipnotis, Gladis tak mencegah Diko untuk masuk ke kamarnya, malah dari sikapnya seolah Gladis mempersilahkannya untuk mengetahui bagaimana keadaan kamar yang ditempatinya saat ini.

Merasa badannya telah mengenai sisi lemari yang berada tak jauh dari pintu kamar itu, Gladis tersadar kalau di depannya ini adalah abang iparnya, yang tak lain suami Gita kakak kandungnya.

"Bang Diko, kak Gita mana?" Tanya Gladis, ia tak menanyakan keperluan Diko ke kamarnya apa, karena memang yang ditakutkan Gladis adalah Gita mengetahui hal ini, sedangkan untuk Diko yang bisa dikatakan lancang masuk ke kamarnya, tidak membuatnya takut ataupun cemas, karena sebenarnya ia juga telah memendam perasaan suka pada abang iparnya itu, namun ia tak terlalu menunjukkan karena takut Gita mengetahuinya.

"Gita tak pulang malam ini, ia menginap di kantornya." Jawab Diko sambil terus menatap wajah Gladis.

"Menginap?, Abang tahu darimana?" 

"Gita kan istri abang, pasti dia menghubungi jika akan melakukan apapun." Jawab Diko.

'ohh, berarti sekarang dirumah ini hanya aku dan bang Diko, kira-kira bang Diko ada maksud apa ya datang ke kamarku malam-malam begini, apalagi sedang tidak ada kak gita,' Gladis bertanya-tanya dalam hatinya, seraya bibirnya tersenyum membayangkan yang ia mau mungkin terjadi.

"Kamu kalau tersenyum semakin cantik, abang jadi semakin suka." Tiba-tiba Diko membisiki telinga Gladis, dengan suara yang halus.

Gladis yang merasakan hembusan nafas Diko menggelitik bulu-bulu halus di sana seketika menjadi bergetar, merasakan bulu-bulu tubuhnya berdiri dan pori-pori kulitnya mengembang, "abang," sahut Gladis tak kalah pelan dan disertai desahan yang terdengar menggoda bagi Diko saat ini.

"Aku tahu, kamu pasti menyukai kesempatan ini kan?" Tanya Diko to the point pada adik iparnya itu.

"Maksud abang, Aku tak mengerti," Gladis berpura-pura polos seakan dirinya tak paham.

Diko yang hanya memandangi wajah Gladis sejak tadi, sepertinya tak tahan melihat penampakan leher jenjang nan mulus milik adik iparnya ini, apalagi saat ini Gladis memang mengikat rambutnya, sehingga leher itu terlihat menggoda di mata Diko, membuat Diko tak bisa menahan tangannya untuk membelai leher itu.

"Aku sangat paham, kalau kamu sebenarnya telah lama mengagumiku." Bisik Diko lagi, sambil mengelus-ngelus lembut leher Gladis, membuat adik iparnya itu terpejam merasakan sentuhannya.

Gladis membuka matanya, saat tangan Diko beralih dari sana, "abang tak mengizinkan aku mengagumi abang, apa abang akan memarahiku?" Tanya Gladis yang kini juga berani menatap bola mata Diko.

"Tentu, aku kesini memang ingin memarahimu!" Seketika raut wajah Diko berubah menjadi sinis, membuat Gladis mengerutkan keningnya, tak mengerti akan sikap abang iparnya ini.

Gladis yang tadinya begitu dekat dengan Diko, perlahan ia mundur menjauhi Diko, "maksud abang?," Wajah Gladis terlihat takut.

Hati Diko tertawa melihat raut wajah Gladis yang saat ini sangat terlihat cemas dan takut, padahal Diko menyimpan sambungan kalimat yang tadi diucapkannya, "kenapa menjauh, kamu takut?" Tanya Diko kembali mendekati Gladis.

"Aku minta maaf, kalau abang tak suka aku mengagumi abang, dan juga diam-diam menyukai abang, tapi percayalah aku memendam semua itu, dan aku tak akan mengganggu rumah tangga abang dan kak Gita," Gladis menerangkan disertai ketakutan yang ia rasakan.

"Oh ya, yakin?" Tanya Diko lagi.

"Yakin bang, abang jangan bilang sama kak Gita ya," Gladis menunduk menyembunyikan wajah takutnya.

"Aku akan memarahimu, jika kesempatan malam ini tidak kita nikmati bersama-sama, aku ingin kita sama-sama membuktikan, kalau rasa ketertarikan antara kita bisa saling terungkapkan, dan malam ini aku ingin kita buktikan!" Ucap Diko sembari meraih dagu ranum Gladis agar kembali menatap matanya.

Gladis terkesima mendengar ucapan Diko, meskipun belum menikah, Gladis paham apa yang Diko maksud, Gladis tersenyum tipis, "bang Diko menginginkanku juga?" Tanyanya.

"Iya, aku ingin kita menghabiskan malam ini bersama-sama, supaya malam dingin ini terasa hangat" Diko membelai halus pipi Gladis dan perlahan mendekatkan wajahnya, agar bibir mereka bisa saling menyatu untuk pertama kalinya.

avataravatar
Next chapter