22 Syilla, Pahami Bahasa Saya

Arsyilla berasa di surga saat dipenthouse sendirian, gadis itu karaokean sepanjang hari tanpa ada pengganggu dan pengkritik suaranya, siapa lagi kalau bukan mamanya.

"Welcome to my paradise!" Suara nyaringnya menggema di tambah volume mic yang full, ia menyanyikan lagu santai kayak di pantai dengan menari lincah.

Jika benda di dalam penthouse bisa bergerak dan bicara maka mereka akan menyerah dan lari, tidak sanggup mendengar suara fals dan cempreng gadis itu.

Arsyilla berharap gurunya itu tidak pernah kembali lagi kepenthouse ini atau paling nggak pindah penthouse, gadis itu merapal do'a dan harapannya selama kepergian Dhika, bahkan itu menjadi do'a teratasnya setiap habis sholat.

Berharap do'anya mabrur.

"Freedom banget!" Serunya sambil lompat-lompat nggak jelas. Ternyata ada enaknya juga tinggal sendiri gini. Hari libur bisa nyantai sepanjang hari tanpa di omelin mama kalau liat anak gadisnya males-malesan.

Arsyilla bukan tidak tau jika Dhika berkali-kali menghubunginya, ia malas menerimanya. Tidak ada bahan untuk di bicarakan, pikirnya.

Panggilan telpon masuk dan tertera nama Cecillia di sana, Arsyilla tidak melihat ponselnya, ia masih sibuk menari pantai, uget-uget kayak cacing kesiram air panas, bernyanyi dengan nafas yang tinggal satu-satu. Semangatnya bukan empat lima lagi.

"Aduhhh capek juga ya," gumamnya sambil membanting diri ke sofa santai yang langung mengempes begitu Arsyilla setengah berbaring dengan kaki terbuka lebar.

Gadis itu meraih ponselnya untuk ngecek sosial media, siapa aja yang liat stroy ig-nya. Lagi-lagi Fandi di urutan pertama, buat moodnya anjlok seketika.

"Kepo amat hidup lo." Dia mengumpat nama instagram Fandi yang terpampang di ponselnya.

Arsyilla menekan tombol hijau, ia menelpon Cecillia balik, pasti ada hal yang penting jika sahabatnya itu menelpon dirinya, beda kalau Aneth yang gak jelas.

"Apa Cill?" Begitu panggilan tersambung.

"Udah baca group kelas belom?" Tanya Cecillia di sebrang telpon.

"Belom, mang ada apa?"

"Lo ikut olimpiade kan?" Arsyilla mengangguk spontan seolah Cecillia ada di hadapannya.

"Ci?" Panggil Cecillia yang tidak mendapat jawaban Arsyilla.

"Gue ikut." Jawabnya cepat.

"Matematika atau Kimia?" Tanya gadis itu.

"Matematika lah, pak Ramli kan yang bimbing?"

"Bukan, pak Dhika dan Maya mendaftarkan diri." Arsyilla mengernyitkan alisnya.

"Kalau gitu gue Kimia." Ogah dia bertemu dua enemynya itu.

"Yakin? Selama ini kan lo di Matematika."

"Yakin, males gue kalau ada mereka."

"Ya udah semoga lo lewat seleksi ya? Gue ikut Fisika."

"Good luck ya my bestie."

"Bye." Arsyilla menutup telponnya, untung Cecillia memberi info kalau tidak dia sudah asal daftar aja.

Sudah hampir satu minggu Dhika pergi dan selama itu Arsyilla merasa hidupnya damai, jalan-jalan, belanja untuk menghabiskan kartu unlimited yang di berikan Dhika, ia berharap pria itu mengamuk dan menceraikannya.

Setelah jadi janda kembang, minta ke papanya tinggal sendiri, jadi apartemennya berfungsi gak cuma pas dia pengen datang buat bersih-bersih aja. Sebab nggak di bolehin nginap sama Romeo and Juliet dirumah (Mama Papanya).

Sambil bersenandung riang ia menuju dapur memasak mi instant, pake sosis yang besar, telor ceplok empat butir, di tambah acar kemasan, minumnya soda.

Itulah sesungguhnya surga bagi Arsyilla.

"Kalau makan gini terus sebenarnya nggak bagus, mau delive malas banget, kerumah mama ntar di tanyak-in, mana suami kamu?" Arsyilla ngomong sendiri sambil menyuapkan mi yang masih panas, sesekali di lepehnya karena lidah hampir terbakar, tapi di hembus dan di makan lagi.

Kadang joroknya nggak ketolong emang si Arsyilla.

Kedua orangtuanya tidak tau Dhika pergi keluar negri, entah kalau orangtua pria itu, mungkin tau kan pergi urusan bisnis.

Ting

'Angkat' pesan singkat yang datang dari nomor tak di kenal, bukan tapi Arsyilla tidak menyimpan nomor itu di ponselnya.

Arsyilla melihat jam sudah pukul dua siang, itu artinya di sana tengah malam, kenapa dia mengirimnya pesan bukan tidur.

Tidak lama nomor itu memanggilnya, Arsyilla menimbang-nimbang untuk mengangkatnya atau tidak, ia paling malas bicara jika tidak ada keperluan.

Hampir saja mati sebelum gadis itu menggeser tombol hijau.

"Online tapi tidak membalas pesan saya, oh, di baca pun tidak. Dan sekarang begitu lama kamu angkat padahal roomchatmu terbuka." Omel pria di sebrang sana.

"Ada apa?" Jawab Arsyilla malas, ia menyeruput kuah mi dengan kuat agar pria itu merasa jijik dan menutup telpon sepihak.

"Makan mi instant kamu?" Malah bertanya.

"Hem," jawab Arsyilla.

"Tagihan membengkak dan yang kamu makan mi instant? Waras?"

"Ngungkit? Saya bisa ganti semua uang yang udah keluar." Arsyilla paling tidak suka ada hal yang di bangkit. Sensitif ulu hatinya.

"Syilla, pahami bahasa saya," ucap Dhika lelah.

"Entahlah, ada apa? Kalau mau bahas tagihan kartu, nggak terima bilang aja."

"Hampir seminggu saya hubungi kamu, kenapa satupun tidak ada yang di balas atau di angkat?"

"Sibuk," jawabnya singkat.

"Sibuk apa kamu?"

"Kepo." Arsyilla mengunyah sosis yang membal di dalam mulutnya, tipe sosis kesukaannya, gadis itu menyetok banyak di kulkas mininya yang ada di kamar.

"Jawab." Suara Dhika tegas

"Sibuk ngabisin uang bapak, puas?!" Arsyilla ngegas.

"Uang saya nggak akan habis mau gimana juga usaha kamu, jangan buang waktu." Bola mata Arsyilla berputar kayak globe.

"Tidak percaya coba saja."

"Nggak penting banget sih! Saya tutup ni."

"Jangan berani kamu, saya belum selesai."

"To the point, saya ngantuk. Lima menit masih muter-muter, saya tutup sepihak."

"Saya ingin bilang, jika nanti mama saya bertanya kemana saya seminggu ini, bilang saja saya di rumah karena sakit." Alis Arsyilla tertaut.

"Kenapa harus bohong?"

"Kepo?" Dhika membalik ucapan Arsyilla.

"Ya nggak, kalau mau bohong jangan nyeret saya juga, nggak minat saya."

"Lakukan sesuai apa yang saya perintahkan Syilla."

"Kok maksa?" Arsyilla bukan gadis bego yang iya-iya saja jika di suruh melakukan sesuatu.

"Saya tidak punya pilihan lain."

"Selalu aja gitu jawabannya, bapak itu killer di sekolah harusnya gitu juga dong di luar."

"Saya tidak mau jadi anak durhaka."

"Bohong termasuk durhaka juga pak."

"Saya punya alasan," jawabnya

"Klise, semua gitu jawabnya kalau udah kejepit."

"Dhik." Arsyilla mendengar suara lirih seorang wanita yang memanggil Dhika, ia tidak mungkin salah, suaranya lirih tapi jelas, dan terdengar Dhika merespon panggilan itu.

"Ooo, saya tau kenapa bapak suruh saya bohong, bapak kumpul kebo ya di sana?"

"ARSYILLA JAGA UCAPANMU." Tanpa aba-aba Dhika membentak Arsyilla, gadis itu sampai tersedak, Dhika mendengar gadis itu batuk dengan hebat, ada rasa bersalah dalam hatinya, ia memanggil nama gadis itu, tapi tak lama setelahnya panggilan terputus.

Dhika menghubungi Boy, ia memerintahkan pria itu melihat kondisi istrinya, saking paniknya ia memberi kata sandi pada pria itu, takut jika Arsyilla pingsan atau lebih buruk.

Tersedak bisa berakibat fatal jika tidak di tangani dengan baik.

"Sepertinya sandi di ganti nyonya." Dhika mengumpat hebat.

Yang tidak mereka tau Arsyilla menutup telpon karena menangis kejer, bukan karena tersedak tapi sakit hati di bentak sekeras itu oleh Dhika.

Yang orang tidak tau Arsyilla paling sensitif di bentak oleh siapapun yang lebih tua darinya, atau orang itu sangat di seganinya. Dhika masuk opsi pertama.

Kan udah di bilang Arsyilla itu sensitif.

avataravatar
Next chapter