webnovel

Pernikahan Sementara

Arsyilla Ayunda, gadis menawan yang baru berusia 17 tahun. Gadis itu baru merasakan yang namanya masa puber. Ya … dia telat merasakan puber karena sifatnya yang terlalu kekanakkan, tapi tidak manja. Lagi senang-senangnya mengenal cinta, Cia (panggilan akrabnya) harus menerima kenyataan pahit, almarhum kakeknya yang telah meninggal beberapa tahun silam meninggalkan wasiat yang membuatnya ingin hilang dari muka bumi. Wasiat gila itu berisikan tentang perjodohannya dengan seorang pria yang memiliki selisih usia sepuluh tahun darinya (udah pasti si pria yang lebih tua). Bahkan perjodohan itu sudah terjadi saat dirinya masih menjadi benih dalam kandungan sang ibu. Sialnya lagi ‘situa bangka’ (julukkan Cia untuk pria yang dijodohkan dengannya) itu adalah guru sekaligus kepala sekolahnya. "Saya, nggak mau nikah sama BAPAK!” "Kamu pikir Saya mau?" "Kalau gitu ngomong dong! Jangan diem aja kayak ban kehabisan angin." "Saya tidak mau membuang energi, tidak merubah apapun." * Mahardhika Addhipratma Sanjaya, pria berusia 27 tahun, memiliki wajah tampan dan tubuh sempurna. Pria berkepribadian dingin itu di paksa menikah dengan remaja labil, cucu dari sahabat kakeknya. Bisakah dia menjalani perjodohan ini? Mampukah dia bertahan demi tujuan tersembunyinya? Lalu bagaimana dengan Cia? Bisakah gadis itu melewati cobaan ini dengan waras? Gadis barbar itu menganggap kisah hidupnya seperti sinetron azab. Dimana dirinya terkena karma karena terlalu sering berganti pacar. 'Oh, Tuhan! Bisakah Engkau membuatku menjadi zigot lagi?’ jerit batin Cia. Nikmati kisah mereka yang akan membuat kalian tertawa, menangis, sedih dan juga bahagia. Pastinya baper parah ....

Ardhaharyani_9027 · Urban
Not enough ratings
638 Chs

Fandi Bisa Menjinakkan Singa Betina Seperti Arsyilla

"Oh, kurang banyak ya rambut lo kemarin rontok, harusnya gue botakkin sekalian." Maya berlindung di balik tubuh teman perempuannya, niat hati melempar bola ke pada Arsyilla malah guru tua bangka itu datang menjadi penyelamat.

"Cia, kita liat pak Ramlan aja yok?" Ajak Zanetha, namun di abaikan Arsyilla.

"Minggir lo," ucapnya pada teman Maya. Namun tubuhnya di pegang kuat oleh Maya.

"Cia, jangan balas pakek kekerasan," ucap Diki si ketua kelas.

"Lo nggak liat gimana kondisi pak Ramlan? Andai itu kakek lo. Lo bakal diem atau balas?" Diki kicep dan dengan segera menyingkir.

Arsyilla mendrible bola dengan penuh emosi, dia sudah ancang-ancang untuk memberi pukulan telak pada gadis itu, namun sebelum melayangkan bola tidak di sangka Fandi datang sebagai penyelamat Maya.

"Cia, jangan kuras tenagamu untuk cewek nggak guna kayak dia." Maya merasa di permalukan, seketika wajah Arsyilla melembut.

"Benar juga, untung kamu datang tepat waktu." Senyumnya mengembang begitupun Fandi, sesaat orang takjub karena Fandi bisa menjinakkan singa betina ini.

"Ok, kalau gitu Aku mau masukkan bola kekeranjang aja." Semua orang bernafas lega dan menjadi lengah begitupun Maya, namun di detik selanjutnya terdengar suara teriakan Maya yang berakhir dengan gadis itu pingsan.

"Pump, Yes!" Arsyilla mengepresikan dengan tangannya yang mengepal dan bersorak senang.

"Tepat sasaran." Dia menepuk kedua telapak tangannya, lalu pergi berlari menuju UKS, untuk melihat guru favoritenya.

Fandi dan yang lain cengok melihat aksi Arsyilla, yang tidak ada beban membuat orang lain cedera.

Setelah kembali dari kesadarannya dengan segera ia menggendong tubuh Maya dan berlari menuju UKS. Semua mata menatap heran, namun juga menganggap itu lumrah, namanya ingin menolong teman, pikir mereka.

Tapi berbeda dengan apa yang Gabriel pikirkan.

Setelah tiba di UKS, Arsyilla menerobos barisan guru yang mengelilingi pak Ramlan.

"Bapak nggak apa-apa?" tanya Arsyilla panik.

"Tenang Arsyilla, pak Ramlan cuma syok." Suara Viona mengintrupsi.

"Kalau Ibu yang pingsan Saya nggak peduli, umur masih muda. Kalau Pak Ramlan, bisa liat sendirikan? Umurnya udah uzur." Viona menahan amarah sementara pak Ramlan yang baru siuman memegang tangan Arsyilla dengan gemetar.

"Saya nggak apa-apa, Nak." Arsyilla menggeleng. Dia mengeluarksn ponsel dan menghubungi seseorang.

"Pah, tolong kirim ambulance. Cepat! Sekarang," ucap Arsyilla begitu orang yang di hubungi mengangkat telponnya, gadis itu bahkan lupa salam atau menyapa karena panik.

"Jangan banyak tanya dulu bisa nggak sih? Di sekolah Cia, dan tolong Mama suruh kesekolah sekarang. Urgent." Arsyilla memutuskan telponnya sepihak.

"Saya boleh minta nomor keluarganya Pak Ramlan?" tanya Arsyilla pada seorang guru wanita paruh baya.

"Arsy--,"

"Bapak tenang aj ok. Biar Saya yang urus. Jangan banyak gerak."

Arsyilla sudah menganggap pak Ramlsn seperti kakeknya sendiri.

"Ya, Tuhan. Apa yang terjadi pada Maya?" Teriak salah seorang guru yang ada di depan pintu UKS.

"Kenapa dia Fandi?" Tanya Susi, selaku Dokter yang bertugas.

"Maya jatuh, mungkin dehidrasi."

"Benarkah?" Susi langsung memeriksa keadaan siswi tersebut.

"Dia bohong." Suara Arsyilla mengintrupsi, membuat semua mata tertuju padanya  begitupun Dhika yang baru masuk kedalam ruangan itu.

"Saya nggak bohong Buk." Fandi mengisyaratkan supaya Arsyilla diam.

"Saya lempar dia pakek bola basket." Arsyilla tidak akan lari dari perbuatannya.

"Apa!!!" Pekik Viona.

PLAKKK

Spontan Viona menampar keras pipi Arsyilla tiba-tiba, kepala Arsyilla langsung berdenyut nyeri dan meraba pipi kirinya yang pasti langsung merah dan tercap jarinya Viona.

Dalam hati Viona senang bisa meluapkan amarahnya, gadis ini sudah membuatnya muak beberapa hari terakhir.

"Untung Anda memakai seragam guru, kalau tidak mungkin akan lebih parah dari Maya." Dalam hatinya Viona merasa takut, tapi begitu melihat tatapan tajam Dhika pada Arsyilla, membuatnya kembali berani.

"Kamu itu sudah tidak ada sopan santun, Saya gurumu, tau batasanmu." Seolah bijak dirinya menasehati Arsyilla.

"Tamparan itu sebagai teguran untukmu dari Saya, renungi kesalahanmu."

"Saya. Tidak. Butuh. Teguran. Dari. Guru. Seperti. Anda." Ejanya kata perkata penuh dengan tekanan.

"Berani anda menyentuh Saya lagi, akan saya hitung setiap rasa perihnya." Tangan Viona menggantung di udara.

Semua guru heran dengan sikap Arsyilla, gadis ini tidak punya catatan buruk di sekolah bahkan sebaliknya, tapi kenapa sekarang gadis ini selalu bermaslah.

"Arsyilla, tenangkan dirimu." Guru paruh baya wanita bernama Atik memberikan Arsyilla segelas air.

"Terima kasih Buk," jawabnya sopan.

"Boleh Saya minta kontaknya keluarga Pak Ramlan Buk?"

"Maa, Nak. Kami bahkan tidak tau rumah pak Ramlan dimana. Dia selalu pindah rumah kontrakkan."

"Saya sudah menghubunginya." Dhika berjalan kearah Arsyilla dan melihat bekas tamparan di pipi mulusnya.

"Anda menampar siswi yang menjadi tanggung jawab Saya di sekolah ini." Wajah Viona pucat pasi mendengar penuturan tenang namun menyeramkan dari mulut Dhika.

"Saya di beri tanggung jawab oleh kedua orangtuanya untuk menjaga dan mendidik dia di sekolah, jadi apapun kesalahannya. Saya yang akan menentukan hukuman apa yang layak untuknya."

"Sebesar apapun kesalahannya, sebagai guru tidak pantas membalasnya dengan kekerasan, apa saat kuliah anda tidak belajar materi itu. Ibu Viona?" Keringat dingin sudah mengucur deras dari balik seragam guru Viona.

Dhika mengatakan itu bahkan tidak melihat kearah Viona, dirinya masih mengamati pipi Arsyilla.

Arsyilla enggan melihat Dhika meski pria itu terkesan membelanya, dan Viona merasa di permalukan dengan teguran frontal dari Dhika.

"Kamu, ikut Saya kekantor. Dan Saya akan adakan rapat selepas pulang sekolah." Semua guru yang ada disitu mengangguk patuh.

Arsyilla pamit kepada pak Ramlan, dan mengatakan ia akan mengunjunginya dirumah sakit sepulangnya dari sekolah.

Fandi melihat kepergian Arsyilla dengan perasaan yang rumit, apalagi gadis itu sama sekali tidak ramah padanya.

***

"Syilla, bisa untuk tidak buat masalah sehari saja?" Arsyilla memejam matanya menahan emosi.

"Apapun alasanmu, kamu bersalah," ucap Dhika.

"Lalu bagaimana dengan Maya? Dia salah atau tidak?"

"Tentu salah," jawab Dhika, "tapi kamu lebih salah, kita belum mendengar keterangan darinya dan kamu main balas seperti itu."

"Jadi, ada indikasi dia tidak bersalah setelah jelas Pak Ramlan terluka?"

"Bisa jadi itu kecelakaan Syilla, jangan berlebihan. Karena gadis itu bertengkar denganmu kemarin, kamu menimpakan semua kesalahan padanya."

"Oh, ya? Anda tau Pak Mahardhika yang terhormat, kalau bukan karena pak Ramlan menghalau bola itu, maka Saya yang terbaring sekarang, jangan katakan ini kecelakaaan sementara pak Romi belum memulai pelajaran, dia menyuruh saya kemari. Demi Tuhan, setiap hal yang menyangkut anda, saya selalu sial." Dada Arsyilla naik turun menahan emosi.

"Arsyilla Ayunda, jaga ucapanmu!" Dengan tegas Dhika menatap Arsyilla penuh amarah.

"Kenapa anda yang marah? Kalau aja anda nggak nyuruh buk Silvi terus-terusan manggil saya, ini nggak akan terjadi."

"Harusnya kamu datang saat panggilan pertama."

"Kenapa harus? Anda mau buat perhitungan sama saya lagi, karena nggak ikut quiss? Sementara anda nggak tau sampek jam berapa saya ngerjain pr itu."

Ok. Arsyilla mendramatisir di bagian ngerjain pr, dia hanya butuh waktu kuran dari 15 menit mengerjakan matematika yang rumit.

"Bukan kamu saja yang ngerjakan tugas Syilla." Ucap Dhika dingin.

"Saya nggak peduli orang lain, yang saya pedulikan itu usaha saya sendiri Pak."

"Semakin lama kamu semakin kelewatan," ucap Dhika.

"Anda yang buat saya selalu kelewatan."

"Kamu di scorss, sekarang keluar." Tanpa memohon Arsyilla langsung keluar.

"Ah ya, satu hal lagi yang anda harus tau Pak Kepsek terhormat, saya bukan remaja labil yang suka membawa-bawa masalah yang udah basi." Setelah itu Arsyilla benar-benar meninggalkan ruangan itu dan bertemu dengan Mamanya di depan pintu.

Dhika mengepalkan tangan dengan gigi yang menggeletak.

happy reading guys :)

Ardhaharyani_9027creators' thoughts