webnovel

Pergi Mencari Seserahan.

Mila hanya bisa menghela napas pasrah saat Elena kini tengah berbincang asyik dengan Vega untuk menuntut cerita lengkap yang katanya Kevin sudah menjadi penggemar rahasianya sejak dulu.

Sementara Mila sendiri lebih memilih untuk menemani ibunya, duduk di pinggiran ranjang dengan pandangan yang sedikitpun tidak beralih dari Vega dan Elena. "Sayang?"

Panggilan itu membuat Mila mengalihkan perhatian, menatap ibunya yang tengah tersenyum hangat padanya saat ini. "Ya, Mom?"

"Apa benar kamu akan menikah dengan Nak Kevin? Mama ingin mendengarnya sendiri darimu," ucap Daisy, membuat Mila menggigit bibir bawahnya gugup.

Rasanya ingin sekali Mila menceritakan yang sejujurnya pada Daisy, tentang pernikahan kontrak yang mereka buat hanya untuk mengelabuhi keluarga Kevin sebagai kompensasi atas bantuan Kevin pada pengobatan ibunya. Namun, Mila tidak memiliki pilhan selain harus berbohong.

"Maaf, Ma. Seharusnya Mila cerita dulu sebelum Mama mendengarnya dari orang lain. Mila hanya ingin mencari waktu yang tepat untuk membicarakan ini, tapi siapa sangka kalau Mama Elena justru sudah datang ke sini untuk bertemu Mama," sesal Mila, kepalanya tertunduk karena merasa bersalah.

Daisy menyentuh dagu putrinya dengan lembut, membawa Mila untuk menatapnya. "Nggak papa kok, mama nggak marah sama Mila. Yang mama mau tanya justru perasaan kamu, Sayang. Kamu sudah benar-benar yakin untuk menerima Kevin sebagai suami kamu? Ingat, Mila, pernikahan bukan suatu hal yang bisa dipermainkan. Mama tidak ingin kamu mengalami kegagalan dalam rumah tangga seperti mama."

Tanpa sadar, perkataan Daisy barusan sungguh menamparnya, membawanya pada kenyataan bahwa mereka berdua memang telah mempermainkan ikatan suci pernikahan. Bagaimana reaksi mamanya nanti saat tahu bahwa Kevin dan Mila akan bercerai setahun lagi? Mila benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana kemarahan ibunya nanti.

Air mata Mila kemudian menetes tanpa ijin saat harus membayangkan hancurnya perasaan sang ibu ketika mengetahui bahwa rumah tangga putrinya akan berakhir tragis sepertinya.

"Hei, kok kamu malah nangis, Sayang? Ada yang mengganggu pikiran kamu?" tanya Daisy saat melihat putrinya saat ini justru terisak di depannya.

"Nggak papa, Ma. Mila cuma merasa sedih karena harus berpisah sama Mama setelah ini, atau Mila coba bicara sama Kevin, biar setelah nikah kita bisa tinggal sama Mama?" tanya Mila, mengungkapkan ide yang baru terbesit dalam otaknya.

Sembari tangan Daisy bergerak untuk mengusap air mata putrinya, Daisy kembali berkata, "Hei, ya nggak boleh gitu dong. Namanya seorang istri harus tetap mengikuti kemana pun suaminya pergi. Lagi pula mama dengar, Nak Kevin anak tunggal keluarganya? Jadi, mana mungkin Mila meminta Nak Kevin untuk tinggal bersama mama."

Mila mengangguk kecil, membenarkan semua perkataan mamanya. Namun, tetap saja dia masih merasa tidak tega jika nantinya harus membiarkan mamanya tinggal sendirian di rumah kontrakan mereka.

"Jadi benar, kamu sudah memutuskan untuk menikah dengan Nak Kevin, Mila?" Daisy mengulangi pertanyaannya karena belum mendapatkan jawaban pasti dari putrinya.

Tidak memiliki pilihan, Mila pun mengangguk. Dia sudah melangkah sejauh ini, tidak mungkin jika sekarang dia harus mundur. "Iya, Ma. Maaf ya kalau Mila nggak bicara dulu sama Mama sebelum mengambil keputusan ini," ucapnya, kembali mengungkapkan perasaannya.

Daisy menggeleng kecil, menangkup wajah putri cantiknya dengan kedua tangan dan mengusap air mata yang hampir mengering. "Nggak papa, Sayang. Mama tahu Mila sudah cukup dewasa untuk bisa memutuskan hal ini sendiri. Lagi pula mama pasti ikut bahagia, asalkan Mila juga bahagia."

Setelah mengatakan itu, Daisy menarik putrinya masuk ke dalam pelukan, menyalurkan rasa sedih dan bahagia yang bercampur menjadi satu.

Sebenarnya, kalau boleh jujur, Daisy tidak rela Mila harus menikah dan meninggalkannya secepat ini. Namun, Daisy juga bahagia karena pada akhirnya Mila bisa terbebas dari penderitaan menjadi tulang punggung keluarga, bekerja keras sendirian untuk menghidupi kebutuhannya dan Mila.

Sementara, setelah menikah dengan Kevin nanti, Daisy yakin Mila tidak perlu sampai bekerja sekeras itu hanya demi sesuap nasi. Daisy percaya Kevin bisa menjadi suami yang baik untuk putrinya, terlihat dari bagaimana Kevin memperlakukan Mila selama ini.

"Terima kasih, Ma. Mila janji, sekalipun Mila sudah menikah nanti, Mila akan sering datang untuk mengunjungi Mama. Jadi, mama nggak akan kesepian."

"Iya, Sayang. Mama percaya kok sama Mila."

***

Saat ini, Mila mengenakan baju yang sempat dibelikan oleh Kevin beberapa waktu lalu. Atasan crop top putih yang dipadu dengan blazer dan celana pendek di atas lutut berwarna mocca. Dia terpaksa berpakaian seperti itu karena Elena mengajaknya pergi bersama Vega, mencari seserahan yang akan dibutuhkan untuk pernikahan.

Awalnya Mila ragu kalau harus meninggalkan ibunya sendirian lagi di rumah sakit. Namun, Elena sudah mempersiapkan semuanya. Dia menyewa perawat berlisensi untuk membantu menemani ibunya. Katanya, perawat itu dulu yang juga menjaga Kakek Orland saat sakit, dan sekarang Elena membayarnya untuk membantu merawat Daisy.

Mila sudah menolak, tetapi Elena mamaksa, terlebih wanita itu juga membawa-bawa masalah, bagaimana jika Mila sudah masuk bekerja, apakah Mila tega membiarkan ibunya sendiri di rumah sakit? Hingga akhirnya, dengan persetujuan Daisy juga, Mila menerima bantuan dari calon mertuanya.

"Kita mau ke Mall mana, Tante?" tanya Vega, dia yang mengendarai mobil karena tadi pagi, Elena datang ke rumahnya tanpa membawa mobil ataupun sopir. Jadi, mereka berdua pergi bersama ke rumah sakit menggunakan mobil Vega.

"Yang dekat sama rumah sakit ini aja, biar Mila tenang nggak harus ninggalin mamanya jauh." Tipe calon mertua yang pengertian, Mila sendiri mengakuinya bahwa Elena benar-benar menyambutnya dengan sangat hangat.

"Oke kalau gitu, let's go!" Bersama dengan teriakan itu, Vega melajukan mobilnya membelah jalan Jakarta yang macet saat jam hampir makan siang seperti ini.

Namun, karena jarak Mall tersebut memang dekat, mereka hanya membutuhkan waktu tiga puluh menit untuk sampai di sana. "Tante sama Mila turun di sini aja, biar aku parkirkan mobil dulu ya?" sahut Vega dari dalam mobil, dia menurunkan Mila dan Elena di depan lobby Mall.

"Nanti kita ketemu di Dior aja, Vega!"

"Siap Tante!"

"Yuk, Sayang!"

Elena kemudian menggandeng calon menantunya masuk ke dalam Mall setelah mobil Vega melaju ke tempat parkir.

Sementara Vega sendiri, sedikit sulit untuk menemukan tempat di kala jam hampir mendekati makan siang, beruntung dia sudah menurunkan Mila dan Elena lebih dulu tadi.

"Akhirnya bisa parkir juga nih mobil! Tahu gitu tadi naik taksi aja daripada pusing cari parkiran," gerutunya, melepas seat belt dan mengambil tas kecil beserta ponsel miliknya yang tadi dibiarkan ada di pinggiran batas kursi kemudinya.

Setelah keluar dari mobil, Vega baru akan melangkah untuk masuk ke dalam Mall sebelum dering ponsel miliknya menghentikan kegiatannya. Bola matanya membulat sempurna saat tertera nama atasannya di layar ponsel. "Sial! Gue lupa belum ijin sama Pak Noah!"