webnovel

Diajak Nikah?!

Sepanjang perjalanan kembali ke rumah sakit, Mila melirik Kevin yang sedang menyetir di sampingnya dengan mata memicing. Memikirkan kemungkinan bahwa Kevin selama ini sudah mengenalinya sebagai adik kelasnya masa SMA dulu.

Kalau begini, Mila tidak ragu lagi kenapa Kevin bisa tahu pasti seleranya dalam memakan pecel ayam di daerah sekolah SMA-nya dulu. Apa mungkin dari dulu Kevin sudah tertarik padanya?

"Hei, bengong aja! Kesambet baru tahu rasa!"

"Astaga Kevin!" Mila tanpa sengaja memukul keras lengan Kevin karena pria itu baru saja mengejutkannya.

"Sakit tahu!" keluhnya, membuat Mila mendengkus dengan pandangan dialihkan ke luar jendela. "Cemen banget, dipukul sedikit aja udah protes," gumamnya, yang sayang terdengar jelas di telinga Kevin, terlebih mereka memang sedang berada di lampu merah dan jalanan pun terlihat sepi.

"Ngomong apa barusan?!"

"Nggak ada, lupain!"

Kevin melongokan mata, menggelengkan kepala menyadari bahwa sikap Mila semakin hari bukan semakin waras, tetapi semakin aneh.

"Setelah ini, kamu coba periksa deh ya! Aku anterin!"

Mila kembali menolehkan kepala menatap pria di sebelahnya. "Buat apa?" Tangannya bahkan bergerak untuk menyentuh dahinya sendiri. "Aku nggak sakit kok, nih nggak demam!" Sekarang giliran gadis itu mengambil tangan Kevin untuk ditempelkan di dahinya yang memiliki suhu normal.

Sementara Kevin yang mendadak harus menerima skinship itu pun terkejut, debar jantungnya mulai tidak beraturan. Hal sesederhana ini saja, jantungnya bereaksi berlebihan. Ya Tuhan!

"Ngapain pegang-pegang? Cari kesempatan ya?!" ucapnya, bicara dengan gelagapan, menarik tangannya kembali dari genggaman Mila barusan.

"Hello, Kevin! Nggak salah? Aku ini cewek, mana mungkin mau cari kesempatan? Mana bisa aku ngapa-ngapain kamu, yang ada tuh kamu yang bakal ngapa-ngapain aku!" ketusnya, balik menyerang, mendebat pria yang sedang memutar bola matanya barusan.

"Siapa bilang cewek nggak bisa ngapa-ngapain?! Itu di film-film banyak adegan cewek menjebak cowoknya buat tidur bareng di Hotel!"

Mila mendelik tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. "Korban sinetron ya?! Dan juga, kamu nih mikirnya terlalu jauh tahu, pakai segala tidur di Hotel dibawa-bawa. Sorry ya, tapi aku bukan cewek gampangan!"

Kevin mendecakkan lidah, memilih untuk kembali melajukan mobil tanpa melanjutkan perdebatan. Kalau diteruskan, yang ada mereka berdua bisa sampai di rumah sakit subuh, karena tidak akan ada ujungnya. Keduanya sama-sama keras kepala dan enggan untuk mengalah.

Sesampainya di rumah sakit, barulah Kevin kembali bersuara setelah dari tadi diam. "Sudah sampai!" Kevin bicaranya pakai ngegas, membuat Mila pun ikut sewot. "Biasa aja dong ngomongnya!" ujarnya tidak kalah ketus.

Kemudian, sebelah tangannya menarik gagang pintu mobil, membukanya dan bergerak turun. Setelah itu, Mila menutup pintu mobil hingga menimbulkan bunyi dentuman yang keras. Sementara Kevin, di dalam mobil hanya menggelengkan kepala melihat tingkah bar-bar calon istrinya.

Bagaimana bisa dia menghadapi Mila yang seperti itu selama setahun ke depan?

***

"Mama! Mila datang!" Mila segera menerobos masuk ke dalam kamar mamanya tanpa mengetuk pintu lebih dulu, membuat Vega yang sedang sibuk dengan pekerjaannya di depan laptop pun memperingatkan, "Husst! Jangan teriak-teriak, Mila! Kebiasan banget deh. Itu nyokap lo lagi tidur!"

Mila hanya menunjukkan deretan gigi putihnya, kemudian berjalan untuk memeluk sahabatnya dari belakang. "Sorry sorry, nggak sengaja hehe."

"Lo dari mana aja? Harus banget kencan sampai seharian?" tanya Vega, masih tidak mengalihkan pandangan dari macbook miliknya.

Mila beralih duduk di kursi yang berseberangan dengan Vega, menenggelamkan wajahnya di belakang macbook yang ada di meja. "Mana ada kencan. Gue cuma diajak makan malam ke rumah Kevin aja kok."

Vega mengerutkan dahi, menatap sahabatnya dengan mata memicing. Sebelah tangannya menekuk laptop agar bisa melihat ekspresi wajah kecewa sahabatnya dengan jelas. "Kecewa ya nggak diajak kencan? Hayo?!"

Mila segera mengelak. "Enak aja kecewa! Enggaklah, ngapain?!" balasnya, mengerucutkan bibir kesal.

Sementara Vega hanya menggelengkan kepala heran melihat tingkah sahabatnya yang jelas-jelas terlihat salah tingkah. "Nggak usah gengsi deh. Lagian Kak Kevin 'kan memang suka sama lo dari dulu, berarti nggak sebelah tangan dong kalau lo juga suka sama dia?"

Mila memundurkan kepalanya dengan dahi yang mengkerut dalam. "Ha? Gimana tuh maksudnya? Kevin suka sama gue?"

Vega mengangguk mantap, seakan tanpa dosa. Padahal perkataannya barusan sudah berhasil membuat jantung Mila berpesta di dalam, disco-an bahkan mungkin sedang dangdutan. "Iya 'kan? Kak Kevin belum bilang sama lo? Kan dia suka sama lo sejak masa SMA kita dulu," lanjutnya, kembali mengatakan sesuatu yang berhasil menarik semua perhatian Mila saat ini.

"Berarti lo udah tahu kalau memang Kevin itu kakak kelas kita masa SMA dulu?"

"Iyalah, kenapa? Lo baru nyadar? Ya, emang sih dulu Kak Kevin tuh penampilannya culun banget, beda sama sekarang yang ganteng paripurna gitu, 'kan?"

Vega berkata seperti itu bukan berniat untuk memuji, justru dia ingin memancing sahabatnya, ingin mengetahui lebih jauh bagaimana perasaan Mila pada Kevin.

"Kalau wajah Kevin yang biasa aja itu ganteng, semua cowok di dunia ini bisa dianggap ganteng kalau gitu," balas Mila, tidak mudah jatuh dalam perangkap sahabatnya.

"Tapi, soal perkataan lo tadi, apa maksudnya?"

"Yang mana?" Merasa gagal mengorek informasi dari Mila, Vega kembali fokus dengan bahan materi rapat di laptopnya.

"Nggak usah mendadak amnesia deh. Yang soal itu loh, yang lo bilang kalau Kevin suka sama gue. Itu bener?"

Vega menaikkan sebelah alisnya, kemudian mengendikkan bahu acuh sembari berkata, "Tanya aja sendiri sama orangnya, kenapa tanya sama gue?"

Ingin sekali Mila berkata kasar, memukul kepala Vega dengan sandal bakiak kesayangan tetangga sebelah rumahnya. Benar-benar ya?! Dia sendiri yang bahas, tapi dia sendiri yang mau sok main rahasia-rahasiaan.

"Nggak guna ngomong sama lo!" balas Mila, melempar bantal minion miliknya ke depan wajah Vega yang masih sibuk menatap laptopnya, sementara Vega sendiri hanya bisa menggelengkan kepala heran melihat tingkah sahabatnya. "Dih ngambekan!"

"Bodoh!" teriak Mila, menempatkan tubuhnya tengkurap di atas sofa yang tidak jauh dari meja yang ditempati oleh Vega.

Menghela napas pelan, akhirnya Vega mengalah. Langkah kakinya mendekati Mila, duduk jongkok di sebelah tubuh Mila yang memenuhi sofa itu.

"Lo beneran mau tahu jawabannya?" tanya Vega, mencoba memancing perhatian sahabatnya kembali.

Merasa tertarik, akhirnya Mila menolehkan kepalanya ke samping, menatap wajah Vega yang hanya berjarak beberapa sentimeter darinya. "Mau ngasih tahu?" tanyanya memastikan.

Vega kemudian mengangguk, tetapi dia tidak begitu saja memberikan informasi tanpa imbalan. "Tapi ada syaratnya!"

Mila mendesah pelan, baru ingin kembali menolehkan kepala ke arah yang berlawanan sebelum Vega menahannya. "Jangan mudah nyerah gitu dong! Belum juga gue ngomong apa syaratnya," ketusnya.

Dengan wajah menggemaskan, Mila kembali menolehkan kepala pada sahabatnya. Posisi tidurnya yang tengkurap membuat sebelah pipi chubby-nya mengempes karena tekanan dari wajahnya. "Apa syaratnya?"

"Lo harus ngasih tahu gue, sejauh apa hubungan lo sama Kak Kevin sekarang sampai dia harus ngajakin lo ke rumah keluarganya?"

"Oh itu." Mila agak ragu untuk menjawab, dia sudah memiliki kesepakatan dengan Kevin bahwa perjanjian pernikahan kontrak mereka tidak boleh diketahui oleh siapapun selain mereka berdua.

Jadi, dengan terpaksa Mila menjawab, "Kevin ngajakin gue nikah."

"What?!"