webnovel

Pernikahan Pahit

Ketika pernikahan tidak bahagia, apakah orang ketiga menjadi solusinya? Laura menerima lamaran dari Christian, sebab merasa berhutang budi pada laki-laki yang sudah menyelamatkan nyawa ayahnya itu Namun satu tahun berlalu, pernikahan indah yang diimpikan Laura hancur karena penghianatan yang dilakukan olehnya sendiri. Laura berselingkuh dengan Aldi penyanyi yang bekerja di kafe yang diberikan Christian untuknya. Tapi penghianatan Laura bukanlah tanpa sebab. Karena selama satu tahun menikah, Christian tak pernah memperlakukannya seperti seorang istri pada umumnya.

Rita_sw10 · Urban
Not enough ratings
27 Chs

Perasaan yang semakin dalam

"Aaahhhhh.. badanku rasanya mau copot saja," keluh Chintia sambil meregangkan tangannya ke atas kepala.

"Istirahatlah, aku akan menggantikanmu sebentar," ucap Laura saat ia tak sengaja mendengar keluhan temannya itu. Laura lalu mengenakan celemek dan mengambil alih posisi sahabatnya tersebut.

"Gak usah. Tanganmu kan masih sakit," cegah Chintia.

"Gak apa-apa. Aku bisa, kamu istirahat dulu saja." Laura dengan cekatan melayani pembeli berikutnya. Tangannya yang terluka seolah tidak menghalangi semangat kerjanya. Saat pembeli tadi pergi, tak sengaja matanya menangkap sosok Aldi yang sedang menyanyikan lagu romantis di panggung. Suaranya begitu merdu membuat Laura selalu terkesima saat melihatnya.

Namun tiba-tiba Laura tersentak saat lelaki itu memergokinya yang sedari tadi memperhatikannya. Aldi tersenyum manis padanya, membuat Laura juga ikut tersenyum saat melihatnya.

"Bukankah tadi kamu bilang mau pulang jam tujuh?" tanya Chintia mengagetkan Laura. Pertanyaan itu mengingatkan Laura pada Christian yang beberapa saat lalu menghubunginya dan membatalkan janji untuk menjemputnya. Senyumnya menghilang jika mengingat hal itu.

"Kamu mendengarku kan Ra?" tanya Chriatian dari ujung telepon.

"Oh iya aku mendengarmu," jawab Laura lemah. Dia sedikit kecewa saat Christian mengatakan jika dirinya tiba-tiba ada pertemuan dengan klien. Padahal sebelumnya Christian sudah berjanji akan menjemputnya.

"Kamu tidak marah kan?"

"Iya, tidak apa-apa. Lagipula aku masih ingin bantu-bantu di sini. Kasihan Chintia jika harus sendirian."

"Ah iya. Mengenai karyawan tambahan untuk kafemu. Aku akan segera mencarinya. Jadi kamu tenang saja,"

"Hmm,, baiklah."

Lamunan Laura pecah saat Aldi sudah berada di depannya.

"Hayo ngelamunin aku kan?" tanya laki-laki itu.

Laura membulatkan matanya saat mendengar pertanyaan Aldi. Bagaimana bisa lelaki itu terang-terangan mengucapkan pertanyaan menggoda seperti itu di hadapan Chintia? Apalagi wajahnya seperti tidak punya dosa saja.

"Jangan ngawur!" bentak Chintia dan memukul punggung Aldi.

"Kamu gak kenal suaminya? Kaya tampan dan mapan. Kamu tidak ada apa-apanya dibanding dengannya. Christian Julian, CEO muda pemilik perusahaan advertising yang sedang naik daun. Semua wanita pasti mengidam-idamkannya" puji Chintia panjang lebar.

Laura melihat ekspresi wajah Aldi yang sedikit berbeda. Bibirnya tampak tersenyum pahit setelah mendengar Chintia yang membandingkan dirinya dengan suaminya.

"Sudah diam!" kata Laura. Dia merasa harus segera membungkam mulut Chintia agar tidak terus-menerus membicarakan suaminya di hadapan Aldi. Hal itu pasti sangat melukai perasaannya.

"Jadi bagaimana Ra? Kamu mau kan?" tanya Chintia.

"Mau apa?" Laura malah balik bertanya karena tidak mengerti ucapan dari temannya itu.

"Temani aku makan dulu, sebelum pulang," pinta Chintia.

Laura melirik ke arah Chintia yang terus menerus mengatakan please dengan wajah memelas. Menurutnya tidak ada salahnya dia makan malam dengan Chintia, dia jadi tidak kesepian karena mungkin Christian akan pulang larut malam.

"Baiklah. Memang kita mau makan di mana?"

"Bagaimana kalau kita makan sate kambing yang ada di dekat perempatan lampu merah. Aku dengar sate di sana sangat enak," terang Chintia

"Boleh juga aku sudah lama gak makan sate kambing," sahut Laura senang.

"Aku ikut."

Laura dan Chintia melirik ke arah Aldi bersamaan.

"Aku rasa terlalu bahaya jika kalian cuma pergi berdua. Setidaknya aku bisa menjaga kalian kalau ada apa-apa," ucap Aldi mencoba menjelaskan maksud tujuannya ingin ikut bersama Chintia dan Laura. Meskipun bukan itu tujuan sebenarnya. Dia hanya ingin lebih lama menghabiskan waktu bersama Laura. Itu saja.

***

Setelah menutup kafe akhirnya Laura, Chintia, beserta Aldi pergi menuju warung sate yang Chintia maksud menggunakan taksi.

"Coba kamu punya mobil Al, kita gak perlu naik taksi. Bahkan kita bisa setiap hari pergi makan bersama setelah menutup kafe. Benar kan Ra?" tanya Chintia tiba-tiba.

"Hah? Apa sih kamu jangan bicara hal aneh. Gak usah dipikirkan Al. Dia kalau ngomong memang gak pernah dipikir dulu," sahut Laura yang tidak enak terhadap Aldi.

"Sebenarnya memang sedang aku pikirkan untuk membeli mobil. Aku sedang mengumpulkan uang," ucap Aldi santai.

"Tuh kan. Aldi kamu memang the best!" ucap Chintia girang.

"Aku jadi kangen Hyunsik," lanjut Chintia. Dia lalu mengeluarkan poselnya dan melihat foto Hyunsik yang pernah ia ambil tanpa sepengetahuan Hyunsik tentunya.

Saat Chintia sedang asyik memperhatikan foto Hyunsik dari ponselnya, Aldi yang duduk di depan tersenyum pada Laura yang duduk di belakang. Jempol dan jari telunjuknya ia tautkan membentuk sebuah hati kecil seperti yang belakangan ini sedang nge-trend sebagai kode cintanya untuk Laura.

Laura tersenyum dan tersipu malu melihat hal itu. Baru kali ini ia merasakan perhatian yang begitu manis dari seorang lelaki.

Setelah sampai di tempat yang mereka tuju, Chintia langsung turun dan mengaitkan tangannya pada Laura dan menyeretnya menuju meja makan lesehan yang ada di sana.

"Kamu yang ngajak kenapa Aldi yang harus bayar ongkosnya?" protes Laura saat Chintia langsung mengajaknya turun meninggalkan Aldi yang sedang membayar ongkos taksi.

"Biarkan saja. Memang tugas lelaki membayarkan untuk wanita. Lagipula dia yang pengen ikut. Ayo cepat kita duduk di sana," tunjuk Chintia pada sebuah meja yang di depannya terdapat sekelompok lelaki yang sedang makan sambil nongkrong. Sudah pasti dia ingin kecentilan di hadapan mereka.

"Tidak ada meja lain apa?" protes Laura. Dia merasa tidak nyaman karena saat itu dia mengenakan setelan rok pendek. Seolah tidak mendengarkan perkataan Laura, Chintia langsung duduk di meja tersebut dan melihat-lihat kertas menu yang ada di meja. Mau tidak mau Laura ikut duduk di sana, matanya mencari-cari sosok Aldi yang sudah tampak dari kejauhan.

"Lihat Ra, yang pakai baju merah dia tersenyum padaku," bisik Chintia. Laura lalu mencari sosok lelaki berbaju merah di antara empat orang yang ada di depan mejanya.

"Baru beberapa menit yang lalu, kamu bilang kangen Hyunsik. Sekarang sudah kecentilan sama lelaki lain," gumam Laura. Dia sudah tahu betul sifat Chintia yang suka genit terhadap lelaki.

"Hyunsik tetap di hati. Namanya manusia kan terkadang bosan dan butuh hiburan. Kita gak bisa terpaku sama pasangan kita saja," sahut Chintia.

Laura terdiam mendengar jawaban Chintia. Mungkinkah jika dirinya sedang bosan terhadap Christian dan menjadikan Aldi hanya hiburan semata baginya? Bukankah itu terdengar sangat kejam?

Saat perkataan Chintia tadi terus terngiang di benak Laura, Aldi datang dan tiba-tiba melepas jaketnya dan menaruhnya di kaki Laura.

Ternyata dari kejauhan Aldi melihat empat lelaki itu sedang memperhatikan kaki Laura yang terlihat dari kolong meja dengan tatapan mesum. Hal itu tidak bisa diterimanya. Dia tampak sangat marah dan ingin sekali memberi pelajaran pada mereka.

"Ah siapa sih dia. Mengganggu saja.." gumam salah satu lelaki itu saat Aldi duduk di depan Laura menghalangi pandangan mereka. Aldi menoleh ke belakang dan menatap tajam lelaki itu satu persatu. Membuat mereka merasa tidak nyaman.

Laura menatap Aldi dan jaket lelaki itu bergantian. Perhatian demi perhatian dari Aldi membuat Laura semakin tidak bisa menjauh darinya.