1 Kembali Dari Perantauan

Zoya tiba di bandara, dia baru saja menjalani penerbangan dari Amerika. Zoya memang berencana ingin segera pulang ke Indonesia, tetapi jadwal penerbangan nya dimajukan sebab berita buruk yang dia terima. Sang ayah yang sangat ia sayangi dikabarkan sedang sakit. Dan kondisinya sangat kritis.

Bruk...

Di bandara yang penuh sesak, tiba-tiba Zoya menabrak seseorang yang tidak ia kenal. Barang-barang yang ia bawa berjatuhan.

"Apakah Kamu tidak punya mata?" Zoya meletakkan kedua tangan di pinggangnya seraya menatap seseorang pria yang tertabrak dengan dirinya. Fahri adalah seorang pemuda tampan lulusan Kairo yang baru saja tiba di Indonesia. Pria itu mengerutkan keningnya, meski kejadian itu tidak sengaja, tetapi kesalahan tetap berada di tangan Zoya.

"Saya? Bukankah-" Fahri mencoba menjelaskan tetapi kata-katanya langsung terpotong.

"Ah, sudahlah! Percuma berbicara dengan orang seperti Kamu. Kamu juga tidak perlu meminta maaf, karena Aku tidak punya waktu berbicara denganmu," ucap Zoya dan setelah itu dengan santai dia melangkahkan kakinya meninggalkan Fahri yang masih terdiam di tempatnya.

"Dasar wanita aneh, dia yang bersalah justru dia yang marah," gumam Fahri seraya menggelengkan kepalanya. Selanjutnya dia melanjutkan langkahnya menuju taksi yang sudah ia pesan secara online.

Seorang wanita dengan pakaian serba hitam datang menjemput Zoya, wanita itu membawakan barang barang milik Zoya dan meminta sopir memasukkannya ke dalam mobil. Mereka pun berangkat meninggalkan bandara internasional tersebut.

"Apakah Kita singgah ke rumah dulu Nona?" Florida bertanya kepada Zoya yang merupakan atasannya. Florida adalah sekretaris pribadi ayahnya yaitu Bagus Surya Raveena. Dialah yang telah memberikan kabar kepada Zoya tentang ayahnya yang tiba-tiba terserang sakit jantung. Zoya semula tidak percaya dengan berita yang disampaikan oleh Florida karena wanita itu mengetahui bahwa ayahnya dalam keadaan baik-baik saja. Beberapa saat sebelum

"Tidak! Segera antar Saya ke rumah sakit," perintah wanita itu. Florida segera menunaikan tugasnya, wanita itu memerintahkan kepada sopir pribadi mobil mereka untuk membawa Zoya menuju rumah sakit di mana ayahnya sedang dirawat di sana.

Hati Zoya benar-benar tidak merasa tenang, tepat setelah mobil berhenti Zoya segera turun dari dalam mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah sakit dengan langkah yang sangat cepat. Gadis itu ingin bertemu dengan ayahnya. Dadanya penuh sesak membayangkan ayahnya terbaring lemah tidak berdaya.

Pintu ruangan rumah sakit itu terbuka, kemudian dengan dada yang berdebar dan wajah yang penuh rasa khawatir wanita itu berjalan mendekati ranjang di mana ayahnya sedang terbaring. Langkahnya mulai lambat ketika berada di ruangan itu. Tetapi dia terus berjalan, wanita itu melihat seorang pria paruh baya sedang terbaring di ranjang dengan tubuh yang penuh alat-alat rumah sakit. Hidungnya dipasang dengan alat untuk membantu pernapasan. Begitu juga bagian tubuh lainnya. Hati wanita itu hancur melihat keadaan sang ayah yang ada di hadapannya. Dia tidak percaya bagaimana mungkin ayahnya yang sangat gagah bisa terbaring lemah tak berdaya. Air matanya pun tumpah, meski dia sudah berusaha tapi wanita itu tidak mampu menahan air matanya yang terus memaksa untuk keluar dari sana.

"Papa!" panggilnya dengan suara bergetar. Sang ayah bahkan tidak menyadari jika putri kesayangannya sudah berada di dalam ruangan itu. Wanita itu tersungkur kemudian terduduk di sebuah kursi yang terletak di samping ranjang sang ayah. Dia tidak menyadari bahkan tas yang ia bawa terjatuh begitu saja di lantai. Hati gadis itu hancur saat melihat keadaan ayahnya yang sangat menyedihkan. Dalam tangisan dia menyentuh tangan ayahnya kemudian membawanya ke dalam pelukan.

"Papa!" Zoya kembali memanggil pria yang paling berjasa di dalam hidupnya. Zoya tidak mengenal kasih sayang seorang ibu karena sejak lahir ia hanya tinggal dengan sang ayah. Dia bahkan tidak mengenali ibunya sendiri. Bagi gadis itu, ayah adalah segalanya, ayah bertindak sebagai ibu dan ayah bagi dirinya. Karena itulah melihat sang ayah yang terbaring tidak berdaya membuat hatinya terluka.

***

Di tempat yang berbeda seorang pemuda tampan yang baru pulang dari Mesir untuk menimba ilmu di sana telah kembali ke kampung halamannya. Dia sengaja tidak memberikan kabar kepada kedua orang tuanya atas kepulangan dirinya dari pendidikan yang sudah dia jalani bertahun-tahun lamanya. Pemuda tampan yang merupakan anak tertua dari tiga bersaudara ingin memberikan kejutan kepada keluarganya tercinta.

Tetapi ternyata bukan keluarganya yang terkejut dengan kehadiran dirinya, Fahri Adam Wijaya juga sangat terkejut dengan pemandangan yang ada di hadapannya. Rumah itu dikelilingi oleh banyak orang. Di bagian luar rumah terpasang sebuah bendera berwarna merah. Kebahagiaan yang semula membuncah saat sang pemuda tampan membayangkan pertemuan nya dengan keluarganya tercinta berubah menjadi getaran yang tak bisa diutarakan. Ada rasa takut yang secara tiba-tiba menelisik masuk ke dalam hatinya.

'Apa yang terjadi? Kenapa rumah ini begitu ramai?' batin Fahri bertanya kepada dirinya sendiri.

Di antara rasa terkejut, tiba-tiba pemuda tampan itu mendengar suara tangisan dari seorang wanita yang ia kenal. Kedua tangannya menjadi kaku sehingga semua barang bawaan yang ia bawa terlepas begitu saja. Fahri masih tidak tahu apa yang sebenarnya yang sedang terjadi. Namun firasat buruk mulai merasuki hatinya.

Beberapa orang yang melihat kehadiran Fahri mulai tertegun. Wajah mereka dipenuhi oleh rasa kasihan. Dengan sekuat tenaga, pemuda tampan itu mencoba mengabaikan pandangan menyedihkan dari setiap orang. Dia terus mencoba melangkahkan kakinya yang terasa berat masuk ke dalam pekarangan dan menginjakkan kaki ke dalam rumah sederhana yang telah memberikan banyak kenangan kepada dirinya.

Tatapan Fahri berubah menjadi kosong saat langkahnya berada di sana. Seorang wanita sedang menangis meraung di samping sebuah sosok yang ter bujur kaku. Kedua kaki Fahri seakan tidak menginjak bumi. Sosok itu adalah sang ayah. Seorang pria yang paling ingin dibuatnya bangga. Namun pria itu sudah meninggalkan dirinya untuk selamanya.

"Fahri!" Wanita paruh baya yang sedari tadi menangis di sisi suaminya terkejut saat melihat sosok sang putra yang berdiri di depan pintu rumah mereka. Wanita paruh baya itu sengaja tidak memberikan kabar kepada putra kesayangannya, karena dia tidak ingin mengganggu sekolah sang putra. Namun ternyata, Fahri pulang dengan sendirinya.

Di hadapan semua orang, ibu dan anak pun saling berpelukan. Melepaskan rindu yang selama ini mambelenggu dada mereka. Karena sejak putranya melangkahkan kaki meninggalkan rumah itu dia tidak pernah kembali sekalipun. Kehidupan mereka sangat sederhana, kepergian Fahri keluar negeri adalah sebuah anugerah tidak terkira bagi keluarga itu. Sebuah beasiswa menghantarkannya menuju pendidikan yang lebih tinggi. Menghantarkan keluarga mereka menuju derajat yang lebih tinggi. Tetapi kini dia pulang dengan duka yang tidak terlukis kan.

Di hadapan semua orang, tangis keduanya pun pecah. Meluap kan semua rasa yang ada di dalam hati mereka. Menyampaikan semua perasaan sedih meski tanpa suara. Hanya air mata yang setia mewakili setiap rasa.

avataravatar
Next chapter