19 HIDUP BARU DI GARUT

Arumi dan Bu Fatma pagi ini telah bersiap untuk pergi ke kampung halaman Bu Fatma di Garut Jawa Barat. Mereka akan di antar oleh Pak Budi ke sana. Untuk selanjutnya Pak Budi yang akan mengurus rumah Arumi di Jakarta. Rumah itu tidak di jual, karena masih ada beberapa mantan ARTnya yang tinggal di sana. Arumi tidak tega jika harus menjualnya. Jika dia tidak bisa memberi materi, setidaknya dia masih bisa memberi tempat bernaung untuk mereka.

"Ayo mbak Arumi kita berangkat sekarang."

"Iya Bu." Arumi melihat rumahnya untuk terakhir kalinya. Entah kapan dia akan kembali. Rumah yang penuh kenangan bersama orangtuanya. Dan kini semuanya harus ia tinggalkan.

Sepanjang perjalanan Arumi hanya diam, dia tidak tahu mau kerja apa di sana nanti. Untuk urusan tempat tinggal, Bu Fatma menawarkan rumahnya sebagai tempat tinggal mereka selama di sana.

Perjalanan selama 4 jam sangat melelahkan. Akhirnya mereka tiba juga di Garut. Kota yang di kelilingi pegunungan itu di sebut sebagai 'swiss van java' . Karena pemandangan kota garut yang di kelilingi gunung, sungai, dan danau membuat warga Eropa memberi julukan swiss van java untuk kota Garut. Di sana juga ada gunung Papandayan yang mirip dengan pegunungan Alpen di Swiss tetapi tanpa salju.

Suhu Udara yang dingin berada di kisaran 22 derajat setiap harinya dan akan bertambah dingin di malam dan pagi hari, membuat orang-orang yang ada di Garut harus selalu menggunakan jaket tebal agar tetap hangat.

Berjarak satu kilometer dari Alun-alun Garut, mereka tiba di kampung Sukaregang, kecamatan karangpawitan. Kampung ini yang menjadikan Garut terkenal dengan produk kulitnya. Produk kulit yang berupa tas, sepatu, jaket dan lain-lain sudah terkenal kualitasnya hingga ke mancanegara.

Arumi melihat deretan toko-toko hasil kerajinan kulit di sepanjang jalan dari Jalan Ahmad Yani sampai Gagak Lumayung.

"Di sini banyak pabrik penyamakan kulit, mbak Arumi. Kalau mbak mau, mbak bisa kerja di sana. Kebetulan anak saya juga kerja di salah satu pabrik menjadi penjahit di sana."

"Boleh Bu, apa saja yang penting halal."

"Besok biar anak saya yang mengantar mbak Arumi melamar kerja di sana."

"Iya Bu terimakasih banyak."

Bagi Arumi saat ini, Bu Fatma adalah malaikatnya. Beliau tidak hanya seperti ibu baginya, tapi orang yang selalu memberi solusi atas masalah yang dihadapinya.

Tak butuh waktu lama untuk sampai di rumah bu Fatma. Di rumah itu sekarang kosong, karena Lilis anak Bu Fatma sudah punya rumah sendiri bersama suaminya. Mereka tiba di depan rumah sederhana, kosong namun terawat. Ya karena Lilis masih sering datang untuk sekedar membersihkan rumah itu.

"Mari masuk mbak Arumi." Ajak bu Fatma.

"Terimakasih, Bu."

"Maaf rumahnya kecil tidak sebagus rumah mbak Arumi di Jakarta."

"Tidak apa-apa Bu. Saya sangat berterimakasih, Bu Fatma mengijinkan saya tinggal di sini."

"Mbak Arumi dan keluarga selama ini sudah sangat baik pada saya, sudah saatnya sekarang saya membalas kebaikan kalian."

"Sudahlah Bu..." Arumi memeluk bu Fatma dengan erat.

Di kota inilah perjalanan hidup Arumi akan dimulai. Memulai semua dari awal tanpa ada Rayyan yang selalu menghantui mimpinya. Arumi akan berdamai dengan keadaan. Melupakan adalah cara terbaik untuk memulai sesuatu yang baru.

Pagi Harinya Lilis sudah sampai di rumah Bu Fatma. Usianya beda dua tahun lebih muda dari Arumi. Namun  terlihat lebih dewasa.

"Ayo teh, kita pergi ke tempat kerja saya."

"Iya Lis, makasih."

Mereka menuju ke lokasi menggunakan Angkutan Umum. Arumi yang belum terbiasa merasa pusing dengan bau asap kendaraan bermotor. Apalagi dia sedang hamil sekarang. Namun dia harus kuat demi anak-anaknya.

"Teh, Ayo saya ajak ketemu Bu Ema. Pemilik Pabrik ini. Kebetulan saya kenal baik dengan beliau. Semoga mbak Arumi bisa diterima kerja di sini."

"Aamiin.. makasih Lis"

Mereka masuk di Pabrik penyamakan kulit yang memproduksi Tas, sepatu , jaket dan aksesoris kulit lainnya. Banyak kegiatan yang dilakukan. Karywannya pun sudah banyak.

"Assalamualaikum." Sapa lilis pada wanita paruh baya namun masih terlihat muda dan segar di usianya. Tampil elegan dan modis adalah kesan pertama saat melihat wanita itu.

"Waalaikumsalam.. Eh Lilis. Masuk Lis." Lilis dan Arumi segera menghampiri Ema yang sedang duduk di Sofa.

"Bu, kenalkan ini mbak Arumi. Saudara saya dari Jakarta." Ema dan Arumi saling berjabat tangan.

" Bu Ema, saudara saya ini membutuhkan pekerjaan. Apa ibu bisa bantu?" Lilis berharap Ema menjawab bisa.

Ema melihat Arumi dengan seksama. berhijab, cantik, kulitnya putih bersih. Ema jadi bingung mau menempatkan wanita secantik ini di mana. Tapi dia ingat dia membutuhkan seseorang untuk melakukan pekerjaan yang dia kira akan cocok untuk Arumi.

"Kamu bisa mengoperasikan komputer, Arumi?"

"Bisa bu." Jawab Arumi.

"Syukurlah.. Saya membutuhkan orang untuk mengurusi toko online saya karena admin saya resign kemarin. Saya harap Arumi bisa melakukan terobosan untuk mengembangkan toko online kami."

"InsyaAllah saya usahakan Bu."

"Kamu bisa mulai kerja hari ini kalau kamu mau, Arumi."

"Terimakasih banyak, Bu. Saya tidak akan mengecewakan ibu." Arumi sangat bahagia Akhirnya dia bisa mendapatkan pekerjaan dengan mudah. Pengalaman bekerja dikantor Ayahnya dan Juga di kantor Arsya, tidak sulit untuk Arumi melakukan pekerjaan itu nantinya.

Arumi dan Lilis tersenyum bahagia. Arumi diantar bu Ema ke ruangan yang di sediakan untuk toko onlinenya. Sedangkan Lilis kembali bekerja sebagai penjahit tas di Pabrik itu. Pabrik "R2 Leather" itu merupakan salah satu pabrik produk kulit terbesar di Garut. Karyawannya sudah ratusan. Mereka menyediakan produk massal dan juga custom. Bahan kulit dari sini juga di pakai oleh salah satu brand fashion ternama di dunia. Itu menurut cerita Lilis.

"Terimakasih, Bu." Ucap Arumi saat Bu Ema akan pergi meninggalkannya. Di ruangan itu sudah ada beberapa orang karyawan. Tapi menurut bu Ema pesanan onlinenya belum terlalu besar. Jadi dia butuh seseorang yang kreatif dan inovatif dalam memasarkan produknya.

"Kenalkan, nama saya Arumi." Arumi berkenalan dengan dua orang karyawati yang masih muda.

"Saya Intan teh, dan temen saya ini Mita namanya." Intan dan Mita sedang membungkus beberapa jaket yang akan dikirim ke pemesan yang telah memesan lewat online.

Arumi memulai pekerjaannya dengan mengecek pesanan lewat website yang sudah dimiliki 'R2 LEATHER' ini. Arumi pikir dengan zaman yang canggih seperti sekarang, dia akan mencoba menggunakan beberapa marketplace untuk memasarkan produk. Dia sudah mengatakan pada Bu Ema untuk mendaftar dan langsung menggunakan iklan berbayar. Dengan begitu toko akan langsung bisa terlihat banyak orang. Bu Ema menyetujui ide Arumi.

*****

Sudah satu Bulan Arumi bekerja di sana. Tidak ada kesulitan sama sekali. Bahkan setelah bergabung di beberapa marketplace, penjualan tas dan sepatu kulit meningkat tajam. Bu Ema sangat senang dengan kinerja Arumi yang sangat profesional.

Pagi ini entah kenapa badan Arumi lemas sekali. Sampai di tempat kerja, Arumi mengerjakan pekerjaannya seperti biasa. Namun rasa mual membuatnya harus segera ke kamar mandi. Dia berlari kecil sambil memegang perutnya.

Buggg!! "Awww.." Karena terburu-buru, Arumi menabrak seseorang yang baru saja keluar dari kamar mandi. Arumi tersentak kemudian mendongak, karena orang itu lebih tinggi darinya. 'sorot mata itu.'

"Maaf saya tidak sengaja." Arumi meminta jalan karena sudah tidak kuat menahan rasa mualnya.

"Hoek hoek.." Seseorang yang ada di luar hanya diam, menoleh sebentar ke arah Arumi lalu pergi meninggalkan Arumi.

"Hah hah.." Arumi duduk bersandar di kursi yang ada di depan kamar mandi. Dia menghela nafas berulang kali. Lelah karena mualnya tadi berlangsung cukup lama.

"Ini minum." Arumi mendongak, kaget karena tiba-tiba ada yang menyodorkan air mineral di depannya. Arumi melihat orang itu. 'Sorot mata itu.' Arumi mengambil air mineral itu kemudian menunduk.

"Terimakasih." Arumi tak mau melihat orang itu terlalu lama. Rasa nyeri perlahan datang lagi di hatinya. Entah karena apa.

Setelah menyerahkan air minum, Orang itu berlalu tanpa mengucapkan apapun pada Arumi. Berjalan dengan kedua telapak tangan yang dia masukkan di saku celana.

Arumi hanya bisa termenung menatap punggung orang itu yang semakin menjauh dari pandangannya. Rasa mual yang tadi dia rasakan sudah menghilang. Arumipun kembali ke ruang kerjanya.

Di depan ruang kerjanya, Arumi melihat orang itu berbincang dengan Bu Ema. Entah apa yang mereka bicarakan. Arumi akhirnya bertanya-tanya siapa laki-laki itu sebenarnya. Karena bu Ema terlihat sangat akrab dengan lelaki itu.

Arumi tak mau terlalu ingin tahu. Dia masuk ke dalam ruang kerjanya dan kembali dengan pekerjaannya.

avataravatar
Next chapter