webnovel

Episode 13

Episode 13

Di dalam kamar para pelayan, Arsy duduk termenung di depan cermin memikirkan kembali tawaran dari Zein Zulkarnain.

"Menjadi seorang Istri Pangeran Mahkota, apakah pantas untuk ku?"

"Arsy." Gadis itu terkejut mendengar suara Ezra, ia menoleh kebelakang rupanya benar sahabatnya itu datang dan mendekatinya.

"Ada apa denganmu?" Tanya Ezra penasaran.

"Ezra, Pangeran Mahkota ingin aku menjadi Istrinya," jawab Arsy.

Ezra sangat terkejut mendengar jawaban sahabatnya tersebut."Kau sungguh hebat mampu membuat Pangeran dingin itu jatuh cinta padamu, selamat, Arsy."

"Bukan seperti itu, Yang Mulia Pangeran bukan jatuh cinta padaku. Dia hanya tidak ingin menikah dengan Putri dari kerajaan lain, dia mengatakan bahwa setelah menikah kita akan menjalani kehidupan masing-masing," jelas Arsy semakin berada dalam dilema.

"Maksudnya, dia akan tetap menjadi Pangeran dan kau akan menjadi pelayan?" Tanya Arsy memastikan.

"Tentu saja bukan, setelah menikah aku adalah permaisuri Pangeran Mahkota. Artinya aku Putri Mahkota dan calon Ratu, hanya saja aku tidak mendapat cinta dari Suami ku. Aku harus bagaimana?" Jelas Arsy bingung.

"Apakah kau mencintai Yang Mulia Pangeran?" Tanya Ezra penasaran.

"Bohong kalau aku bilang tidak menyukainya, aku yakin semua orang juga pasti akan menyukai Yang Mulia Pangeran," jawab Arsy.

"Kalau begitu menikahlah, setidaknya kalau kau menjadi Permaisuri Pangeran Mahkota tidak akan ada lagi yang menindasmu," saran Ezra.

"Kau benar, tapi Yang Mulia Raja tidak akan setuju," balas Arsy takut.

"Jangan takut, Yang Mulia Pangeran Mahkota bukan orang yang tidak bertanggung jawab. Dia sudah memilihmu, artinya dia akan melindungimu. Jangan terlalu dipikirkan, ikuti kata hatimu." Ezra meraih tangan Arsy lalu menggenggamnya lembut.

Arsy mengangguk, ia menarik tangannya dari genggaman sang sahabat."Yang Mulia memberiku baju, kalau aku bersedia menerima tawarannya maka aku harus memakai baju itu dan duduk di sampingnya."

"Ya sudah, pakai saja. Jangan terlalu banyak mikir, kita harus segera ke aula. Jangan sampai Yang Mulia kecewa," balas Ezra penuh semangat.

Arsy mengangguk dan segera berganti baju dibantu oleh Ezra.

Aula kerajaan.

Para tamu undangan dari berbagai negara telah hadir dengan membawa Putri negara dan menempati tempat duduk masing-masing, mereka menatap kagum dan terpesona dengan paras rupawan sang Pangeran Mahkota Kerajaan Bintang Tenggara.

Jaya Negara dan Prameswari tersenyum bangga dengan buah hati mereka sedangkan Sekar Wangi serta Ne Shu sangat dongkol.

"Yang Mulia, saya Nawang Wulan Seorang Putri dari kerajaan Lintang Timur mengajukan diri sebagai Istri Pangeran Mahkota," kata Nawang Wulan menyatukan kedua tangan di depan dada sambil menundukkan kepala.

"Maaf, Putri. Tapi saya tidak tertarik dengan Anda, saya sudah berjanji untuk menikahinya," tolak Zein tanpa basa-basi.

Jaya Negara dan yang lain terkejut mendengar penolakan sekaligus pernyataan Zein, sedangkan Nawang Wulan shock karena sudah ditolak dua kali.

"Zein, kenapa selama ini kamu tidak pernah mengatakan pada siapapun? Siapa calon Istrimu itu?" Tanya Jaya Negara lembut.

"Dia akan segera datang," jawab Zein.

Tak lama kemudian Arsy bersama Mahesa dan Ezra datang, Zein bangkit dari tempat duduknya lalu menghampiri Arsy kemudian mengulurkan tangan menyambut gadis cantik tersebut.

"Aku yakin kau tidak akan pernah mengecewakan ku," kata Zein.

Arsy tersenyum lembut meski dalam hati sangat gugup hadir di pertemuan pemilihan Istri untuk Yang Mulia Pangeran Mahkota.

Gadis itu menyambut uluran tangan sang Pangeran dan membiarkan Pangeran itu membawanya ke tengah dan di hadapan Jaya Negara serta Prameswari.

"Ayah, dia adalah gadis yang ku pilih untuk menjadi Istri ku," kata Zein membuat semua orang yang ada tercengang kecuali Arsy, gadis itu hanya menunduk tidak berani menatap siapapun yang hadir.

"Zein Zulkarnain! Jangan main-main di hadapan banyak orang! Kamu bukan anak kecil!" Murka Jaya Negara melihat buah hatinya mengenalkan seorang pelayan sebagai calon Istrinya.

"Ayah, aku tidak pernah main-main dengan ucapanku. Arsy adalah gadis yang baik, aku menyukainya jadi apa yang membuat Ayah marah dengan keputusan ku?" Balas Zein tetap tenang meski di hadapan murka sang Ayah.

"Tapi dia hanya seorang pelayan, kau seorang calon Raja besar, kenapa harus memilih seorang pelayan?!" Tanya Jaya Negara heran.

"Seorang pelayan juga manusia, Ayah. Keputusan ku tidak bisa diganggu gugat, harap Ayah mengerti dan menghargainya. Aku juga minta Ayah segera mengeluarkan titah pernikahan antara aku dengan Arsy," jawab Zein tenang tapi tidak ingin dibantah.

Jaya Negara menghela nafas tapi ia tidak bisa membantah sang buah hati atau anaknya itu akan meninggalkan istana.

Setelah acara pertemuan di aula, Arsy terus bersama Zein bahkan duduk di samping pria itu sambil menyaksikan pertandingan memperebutkan pusaka pelangi hari kedua.

Jantung berdebar kencang duduk di samping pria tersebut, ingin bicara tapi tidak tahu apa yang dikatakan.

Diam-diam Arsy memperhatikan calon suaminya tersebut, dari ujung kaki hingga ujung kepala dan berhenti pada jakun.

"Sudah puas menatap ku?" Tanya Zein datar.

Arsy tersentak dan langsung mengalihkan perhatiannya ke arah lain."Ma-maaf, Yang Mulia."

"Malu sekali rasanya ketahuan menatap Yang Mulia Pangeran," batinnya.

Di arena pertandingan, seorang pendekar dengan ikat kepala merah berhasil mengalahkan lawan terakhir.

"Apakah ada lagi? Aku sudah mengalahkan semuanya, tapi mana mungkin pedang pelangi akan jatuh ke tanganku sebelum mengalahkan Yang Mulia Pangeran Mahkota. Izinkan saya bertarung melawan Anda, Yang Mulia," katanya dengan hormat.

Arsy terkejut melihat pendekar tersebut berani menantang Zein, perlahan ia melihat sang Pangeran, tidaka sedikit pun ada raut ketakutan dalam wajahnya.

"Yang Mulia."

Zein bangkit dari tempat duduknya lalu melompat terbang, selendang hijau berkibar membentang di udara diterangi surai kuning keemasan terurai diterpa sinar mentari.

Dengan sempurna ia mendarat di atas arena pertandingan.

"Salam, Yang Mulia," kata Pendekar ikat merah.

"Bukankah kau ingin bertarung dengan ku? Kita langsung saja, keluarkan senjata andalanmu," balas Zein.

"Ternyata Yang Mulia sangat tidak sabaran, tapi baiklah." Pendekar ikat merah itu mengeluarkan pedang panjang yang sedari disembunyikan di belakang punggung.

Zein mengeluarkan pusaka Naga Langit, pedang dengan gagang kuning keemasan serta ukiran Naga putih bermata merah pada bilah panjangnya.

"Majulah."

Pendekar ikat kepala merah langsung menyerang Zein, dengan mudah pria bersurai kuning keemasan tersebut menangkis serangan dan membalas dengan serangan yang lebih kuat hingga membuat pendekar ikat kepala merah tersebut terdorong ke belakang.

Arsy tegang di atas singgasana sang Permaisuri khawatir kalau sampai terjadi sesuatu pada Zein.

Jiao Hua mengepalkan tangan menahan amarah melihat Zein masih mengungguli pendekar ikat kepala merah.

"Bukankah Kak Zein tidak bisa menggunakan kekuatan internal, tapi kenapa dia masih kuat?" Batinnya jengkel.