1 1.PERINGATAN

sbelumnya cerita ini sudah sy tulis di apk lain ya. @bulannn- cari saja di wp. baca disini juga boleh.

•••

"Mas, aku udah bilang berapa kali. Jangan mabuk mas, dosa. Banyak mudharat nya!" Ucap Dira.

"Apasih kamu, Dir. Sok alim banget jadi orang, cobain nih," Aldi menyodorkan botol minuman yang sudah ditenggak olehnya.

"Kamu jijik minum ini? Ini kan bekas aku, jangan jijik gitu lah, kita itu suami istri," Aldi membelai wajah istrinya itu.

Dira menghela napasnya kasar. "Pindah ke kamar saja, Mas,"

"Ayo sini Dira bantu!" Dira menarik tangan suaminya.

Aldi berdiri dan berjalan sempoyongan, hampir jatuh tapi karena dibantu Dira alhasil tidak jadi.

Dira menidurkan suaminya di kursi.

"Ambilkan botol itu satu lagi di kulkas," ucap Aldi.

Tangan Dira menempel pada jidat Aldi. Barangkali Aldi badannya panas, ternyata tidak.

"Mas, kamu tuh lupa ya? Atau gimana? Aku tuh lagi hamil!"

"Iya tau, sudah lah gugurin saja. Aku belum siap jadi seorang ayah, lebih suka buatnya,"

Hati Dira sakit mendengar itu. Memang sudah menjadi tugas istri untuk memenuhi hasrat suami, tapi jika seperti ini apa masih dibilang sebagai sepasang suami istri?

"Mas, jaga ucapan. Anak itu titipan Allah, artinya Allah percaya sama kita berdua," Dira naik ke kasur dan tiduran di sampingnya.

Ia memeluk suaminya. Bau minuman keras. Dira menenggelamkan kepalanya di pundak Aldi. Ia menangis disana, tanpa sepengetahuan Aldi.

"Mas, aku pergi gimana?" Tanya Dira.

"Pergi ya pergi saja, malah aku bersyukur. Setauku kamu jarang keluar rumah,"

Dira diam saja. Ia mengelap air matanya.

Dira duduk dan menatap suaminya itu. "Mas mau mandi? Aku siapin," tawar Dira perhatian.

"Mandi sama kamu yuk?"

"Aku udah mandi, mas,"

Dira turun dari kasur. Sebelum keluar kamar, ia kembali menghadap suaminya.

"Mas mau mandi enggak? Dira siapin nih,"

"Gak mau, maunya bareng kamu,"

"Mas lagi mabuk, nanti aja kalo mas sudah sadar," ucap Dira.

"Ah, alasan! Bilang aja gak mau kan," cibir Aldi.

Dira masih menatapi suaminya itu. Sudah 2 tahun mereka bersama, tapi suaminya masih saja belum siap menjadi seorang Ayah. Padahal Dira sangat ingin mempunyai anak.

"Dah sana siapin! Aku mau mandi!" Usir Aldi.

"Eh iya," perempuan itu sadar dari lamunannya.

Setelah itu ia menyiapkan segala sesuatu yang akan dibutuhkan suaminya saat mandi dan setelah mandi.

"Udah aku siapin, Mas,"

Perempuan itu kembali ke kamarnya. "Bantuin aku jalan Napa!" Ucap Aldi saat ia berjalan tak benar karena Dira tidak membantunya berjalan.

Dira pun membantu suaminya berjalan menuju kamar mandi. Jarak dari kamar ke kamar mandi agak jauh, karena rumah mereka yang besar.

"Mas, aku pake uang kemarin yang Mas kasih ya. Aku mau masak untuk anak-anak,"

Ketika mengucapkan kata ' anak-anak ' entah kenapa Dira berasa menyebut anak-anak dari Dira dan Aldi. Padahal yang dimaksud adalah anak-anak tetangga mereka.

"Ya terserah kamu aja, asalkan jangan kasih minuman itu," jawab Aldi yang sudah berada di dalam kamar mandi.

Dira tersenyum ketika mendengar persetujuan suaminya. Bukan maksud ingin pamer atau ingin dipuji oleh orang-orang, Dira hanya berniat membagi makanan buatannya saja. Selagi dirinya ada rezeki. Lagian tak ada salahnya juga berbagi.

Perempuan itu pergi ke dapur. Memasak merupakan salah satu hobinya, walaupun hasilnya tidak terlalu enak.

"Tolong ambilkan obat di lemari,"

Aldi sudah mandi dan memakai baju tidur berwarna pink.

Dira menoleh ke belakang. Ia langsung tertawa saat melihat Aldi memakai bajunya. Baju Dira dan baju Aldi tergabung dalam satu lemari.

"Kenapa ketawa?" Tanya Aldi masih dalam keadaan tak sadar.

"Gapapa, Mas. Tadi mau ambil apa?" Tanya Dira mengalihkan pembicaraan.

Dira sengaja tidak memberi tau yang sebenarnya. Agar lelaki itu melihat sendiri pakaiannya saat sudah sadar.

"Obat, di lemari itu,"

"Obat yang buat kamu sadar, Mas?" Aldi mengangguk sambil memegang kepalanya yang terasa pening.

"Iya, cepetan lah kepalaku pusing ini,"

Obat itu pun langsung diambil oleh Dira, lalu diberikan pada Aldi. Tak lupa, Dira mengambil gelas dan diisikan air juga, lalu disimpan di hadapan Aldi.

"Lho? Aku pake baju ini?" Setelah meminum obat itu, Aldi pun sadar sendiri.

"Hahaha, iya sih. Makannya jangan mabuk terus, nantinya salah pake baju," ucap Dira.

"Ck! Kenapa kamu gak kasih tau coba?" Gerutunya.

Dengan kesal Aldi kembali ke kamarnya dan mengganti baju. Dira kira Aldi akan menggantinya dengan baju tidur yang lain, tapi Aldi malah memakai baju panjang dan celana jeans panjang berwarna hitam.

"Aku mau pergi dulu, kamu tunggu disini dan jangan kemana-mana!"

"Ingat kan Sunnah nya perempuan di rumah!" Ucap Aldi lagi.

Aldi mengambil kunci mobil di laci lemari kamar.

"Mas! Salim!" Panggil Dira sebelum lelaki itu pergi.

Aldi berhenti, Dira berada di hadapannya. Tangan Dira mengambil tangan Aldi lalu menciumnya.

"Hati-hati, emang mau kemana, Mas?"

"Ke rumah temen, udah sana tidur. Udah malem banget,"

"Kalo udah malem banget, kenapa Mas keluar rumah?"

"Kalo laki-laki mah gapapa, kalo perempuan gak baik. Biasanya suka ada lelaki jahat yang keluar,"

"Apa Mas termasuk lelaki jahat itu? Hihi,"

"Iya udah, hati-hati,"

"Iya,"

Aldi berjalan sambil melipat bagian ujung baju. Ia masuk ke dalam mobilnya yang berwarna hitam.

"Masuk ke kamar!" Perintah Aldi.

Dira mengangguk kemudian masuk ke kamarnya. Ia tiduran di atas kasur. Memiringkan tubuhnya ke arah kanan.

"Gak sabar," gumamnya. Dira tidak sabar bertemu dengan anak-anak.

Sesuka itu kan Dira pada anak kecil? Kenapa Aldi masih saja belum siap menjadi seorang Ayah?

Mata Dira tertutup dan akhirnya tidur. Beberapa jam kemudian telepon rumah berbunyi. Dira yang tidak bisa tidur dalam keadaan berisik pun bangun.

"Alarm tahajjud? Tapi kok kayanya aku tidur bentar banget deh,"

"Ah godaan setan paling,"

Ketika Dira hendak mengambil Wudhu, ponsel rumah berdering sangat nyaring. Akhirnya Dira pun sadar dan melirik ke arah jam dinding. Ternyata masih jam 11.23 dan biasanya ia bangun Tahajjud sekitar jam 2 pagi sampai jam 4 pagi.

"Assalamualaikum, dengan siapa?"

"Sorry gak bisa jawab salam, Gue nonis. Lo pacarnya Aldi? Bisa kesini gak? Aldi mabuk parah banget nih,"

Dira terdiam. Pacar? Mabuk?

Apakah Aldi mabuk di rumah temannya?

"Oke, Aldi ada dimana?"

"Di Club' Ap××, Gue sama Aldi ada di depannya. Jadi, Lo gak usah nyari-nyari lagi,"

Dira kesana naik apa? Mobil banyak tapi ia tidak bisa membawanya.

"Oke, nanti saya kesana,"

"Sip, ditunggu. Jangan lama-lama,"

Setelah sambungan itu mati. Ia mengambil buku yang berisi nomor-nomor penting. Ia mencari nomor Ridwan, adiknya Aldi.

Nomor Ridwan langsung ditelpon olehnya. Lalu panggilan itu pun dijawab oleh Ridwan. Aneh, padahal kan sudah malam sekali.

"Halo! Ridwan kamu bisa kesini gak? Mas Aldi ada di club' dan dia minta jemput tapi aku gak bisa jemput. Kamu bisa jemput Mas Aldi gak?"

"Halo mbak, astaghfirullah! Mas Aldi belum tobat juga? Emang dia ada di club' mana?"

"Di Ap×××,"

"Hmm oke saya kesana, mba jangan kemana-mana nanti Mas Aldi marah lagi,"

"Oke, makasih ya Ridwan," sambungan itu pun dimatikan oleh Dira.

Hati Dira sakit ketika mendengar Dira dianggap sebagai pacar. Padahal kan Dira adalah istri sah dari Aldi.

Dan hatinya kembali sesak saat mengetahui Aldi membohonginya. Entah tujuannya apa Aldi pergi ke club'. Untuk melihat para gadis? Bukankah Aldi sudah mempunyai seorang istri?

Dira pergi ke kamarnya dan duduk di atas kasur. Air matanya keluar dari mata karena tak sanggup lagi membendung.

Jika diberi pilihan bertahan atau pergi, Dira akan memilih bertahan walaupun sakit. Ia akan membuktikan kepada orang tuanya dan orang tua Aldi bahwa dirinya bisa merubah Aldi menjadi lebih baik.

Tapi, faktanya sampai sekarang Aldi belum berubah sama sekali. Nambah buruk, nyatanya. Apakah ini karena kehadiran Dira?

Dira menjadi teringat masa-masa saat dirinya memberitahukan perasaan ini kepada orang tuanya.

Flashback on

"Dira, Ibu gak setuju bukan berarti Ibu benci sama Aldi. Ibu gakmau kamu tersiksa karena sifat Aldi, ibu tau betul bagaimana sifat dia,"

"Betul kak! Aldi itu orangnya kasar! Selama di kantor juga dia selalu kasar sama karyawan, buat kesalahan sedikit langsung di pecat," sahut Dea, adik Dira.

"Iya Ibu, itu kekurangan Aldi. Disisi lain Aldi juga punya kelebihan yang kalian tidak ketahui. Aku juga pengen merubah Aldi menjadi yang lebih baik lagi, Aldi baik kok orangnya,"

"Ya sudah, terserah kamu Dira. Ini pilihan kamu, kamu yang jalanin, kamu yang merasakan,"

"Makasih Bu,"

Flashback off

"Apa bisa, Mas? Sudah dua tahun hubungan kita tapi belum ada perubahan sama sekali di dalam diri kamu," lirih Dira.

"Dira!!"

Dira langsung mengelap air matanya saat mendengar suara keras Aldi. Lelaki itu mendekatinya dengan wajah murka. Sesuatu yang buruk akan terjadi, pikir Dira.

"Maksud kamu apa bawa-bawa Ridwan?! Pengen aku dicap buruk lagi di keluarga aku?! Iya?!" Bentak Aldi.

"Enggak Mas, aku gak bisa bawa mobil. Jadi, aku telpon Ridwan. Kan Ridwan adik kamu juga," jawab Dira jujur.

"Alasan! Ingat ya! Ini peringatan buat kamu, jangan bawa-bawa orang lain dalam urusan rumah tangga kita!"

"Iya, mas ngapain ke club'? Katanya mau ke rumah temen? Udah malem,"

"Kamu kalo diomongin sama suami jangan mengalihkan!"

"Iya, Mas," jawab Dira lalu menundukkan pandangannya. Selalu salah di mata Aldi.

"Keluar! Mas mau tidur sendiri!" Perintah Aldi.

"Aku tidur dimana?"

"Di ruang tamu juga bisa kan? Lagian kamar bukan cuma kamar ini doang, banyak," ucap Aldi lalu tiduran di atas kasur itu.

"Udah sana!" Kaki Aldi mendorong tubuh Dira hingga perempuan itu berdiri.

Dira tersenyum kemudian keluar dari kamar ini. Dan menuju kamar satunya, tepatnya di sebelah kamar ini. Sengaja memilih kamar yang itu agar apabila Aldi butuh bantuan, Dira tidak perlu berjalan jauh-jauh.

avataravatar