webnovel

Perjalanan Cinta KIRA

Shakira Chairunisa yang ingin menyelamatkan ayahnya dari kesalahan masa lalu, akhirnya setuju untuk menikah dengan seorang pemuda kaya usia 30 tahun bernama Ryan Adiantara, pemilik kerajaan bisnis Rich Tech Company. Pernikahan tanpa cinta yang dilandasi oleh dendam Ryan kepada ayah istrinya membuat kehidupan wanita berusia sembilan belas tahun itu hidup bagaikan dalam neraka. Ditambah dengan penyakit mental yang di derita Ryan, membuat semua menjadi semakin berat dari hari ke hari untuk Kira. Akankah keberuntungan berpihak pada Kira? Bisakah Kira bertahan dengan semua kesulitan yang dialaminya? Akankah Kira mampu memperjuangkan masa depan dan kebebasannya dari belenggu kekejaman Ryan? Mimpi untuk menjadi seorang scientist.. Akankah itu terwujud? Ikuti kelanjutan kisahnya dalam novel bergenre romantic - Perjalanan Cinta KIRA

Ri_Chi_Rich · Urban
Not enough ratings
102 Chs

Time Zone

Black hole - big cannon - Circus Ball Drop - Cyclone - Pirate's hook - ocean park - pull my finger - speed demon - tower crane - dan banyak lagi permainan di timezone, mereka mainkan semua.

"Nyonya Muda, Saya ga pernah melihat sisi Anda yang ceria seperti ini!" Sari berdecak kagum juga sedih melihat Kira. Dia sadar, kehidupan Kira yang dulu sebelum kenal dengan Tuannya pasti sangat ceria dan bahagia. Kini.. Sari sering melihat Kira yang sedih dan muram. Membuatnya merasa kasihan dan sangat sedih. "Semoga kehidupanmu dengan Tuan Muda bisa seceria ini.." Doa tulus dari Sari untuk Kira jauh di dasar sanubarinya.

"Gila, habis duit berapa lo buat maen tadi?" tanya Kira sambil menyeruput minumannya dan membuang botol kosong di tong sampah di samping tempat duduknya.

"Enam ratus rebu. Hahahaha.. Tadinya tuh duit sengaja gue tabung mau gue beliin baju, eh lo udah beliin nih!" Rini mengangkat bungkusannya. "Jadi ya udah, gue pake buat ngumpulin kupon aja! Hahaha" jawab Rini santai.

"enaknya, jadi lo Rin.. Hidup bebas bisa melakukan apa yang lo mau!" hati Kira merasa iri ke Rini.

Kira menghela napas dan berdiri. Menaruh tangannya di pembatas pagar, memandang ke hall mall dibawahnya. Kira ada di lantai delapan. Lantai paling tinggi di Mall ini. Membuat orang-orang dibawah terlihat kecil, tapi masih bisa di amati. Kira menikmati pemandangan dibawahnya. orang-orang yang bebas yang berjalan di bawah sana, orang-orang yang memliliki kehidupannya sendiri. Ada rasa iri dalam hati Kira pada mereka semua.

"Sungguh menyenangkan menjadi mereka.. Aku? Bahkan aku ga tahu apa statusku.. Mahasiswi? Saat ini aku dikeluarkan dari kelasku.. Istri? Bahkan suamiku tak ada dan tak pulang ke rumah.. Budak? Siapa tuanku? Aku justru hidup bergelimang kemewahan sekarang, bergelimang harta dalam sangkar emas, bukan kehidupan seorang budak.. Tahanan? Aku bahkan bisa jalan-jalan ke Mall seperti ini. Jadi, siapa aku? Heh.. Aku bahkan tak tahu lagi apa tujuanku hidup.." ingin rasanya Kira menumpahakan semua ceritanya pada Rini. Bercerita tentang sakit hidupnya pada sahabatnya. Tapi, tentu saja tak dilakukannya. Dia ga bisa membicarakan Ryan dengan orang lain. Karena status Ryan yang rumit dengannya. Status sebagai suami.. Status sebagai orang yang harus dihormati Kira.. Status yang harus di jaga harga diri dan martabatnya oleh Kira.

"Ra, lo ngapain sih?" Tanya Rini, yang sekarang ikutan berdiri di samping Kira dan ikutan memandang ke bawah.

"Ga ngapa-ngapain.. Cuma pengen liat-liat aja. Heheh" kira mengakhiri kalimatnya dengan tertawa kecil.

"Lo nyeremin banget, sih Ra.. Sekarang tuh ya, kadang lo tiba jadi galak banget, gue jadi kaya ngeliat hantu!"

"Ah masa?" Kira ga percaya.

"Iya.. Bener suer.. Tadi lo nyeremin banget waktu ngelawan pramuniaga toko. Hiiii... Gue aja ampe merinding ngeliatnya! Lo galak banget, tau!" Rini berbicara dengan penuh tekanan dan menggebu-gebu, membuat Kira percaya kalau dirinya memang sangat mengerikan tadi.

"Haaah.. Bahkan sekarang Kau membuat sifatmu menurun padaku! Huffff.." Kira kembali mengingat Ryan. Tapi kemudian Kira berusaha mengalihkan fokus ke orang-orang di bawah sana.

Mall mulai ramai di jam makan siang. Banyak orang yang berlalu lalang, dan suara musik juga membuat suasana Mall semakin menyenangkan. Mall yang didatangi Kira, adalah Mall terbesar dan terlengkap. Mall untuk kalangan atas, dan untuk orang sepertinya atau Rini, Mall ini cuma untuk cuci mata. Sehingga tak heran, penjaga toko melakukan hal seperti tadi untuk menakuti dan mengusir mereka. Sehingga orang seperti mereka tak akan kembali lagi ke Mall ini.

"Tidak mungkin!" Hati Kira bergumam ketika pandangan Kira jatuh pada seorang berjas di lantai dasar, di ikuti seseorang dibelakangnya yang membawa berkas dan barang-barang orang berjas tadi. Lalu bodyguard berada di sekitar keduanya. Walaupun jarak mereka jauh, Kira sangat yakin dan tak akan salah. Kira tahu siapa yang berjalan cepat ke arah pintu keluar.

"Ryan.." Hati Kira membenarkan.

Detak jantung Kira seakan berhenti seketika, hidungnya juga seakan lupa kalau tubuh Kira membutuhkan oksigen. Dunia Kira seakan berhenti sejenak. Kira tak banyak berpikir, Kira melepaskan pegangan pada pembatas pagar, membelokkan badannya ke belakang, dan langsung berlari dengan kencangnya menuju eskalator.

"Kira.. Kiraaaaa.. Lo mau kemana, Ra? Kiraaaaa?" Rini memanggil-manggil Kira, tapi Kira tak juga menengok.

"Nyonya Muda.. Nyonya Muda.." Sari juga memanggil Kira, tapi kira tak juga menengok. Telinga Kira seakan menjadi tuli. Dia tak bisa mendengar perkataan apapun disekitarnya. Yang Kira tahu cuma satu, Dia harus turun, berlari cepat mengejar orang yang berjalan di bawah sana.

"Ryan.. Ryan.. Ryan.. Tunggu aku.. Kita harus bicara.. Tunggu aku.. " Kira sudah menangis dan hatinya terus menyebut nama itu. Tak ada suara yang dapat didengarnya kecuali kata-kata dalam hatinya tadi. Ryan.. Hanya itu.. Kata itu yang hanya ingin di dengar Kira. Orang itu yang hanya ingin ditemui oleh Kira.

"Nyonya Muda.."

"Kiraaaaa.."

Tak ada yang dapat mereka berdua lakukan. Kira tak memperdulikan mereka

Rini dan Sari saling bertatapan, lalu mereka berlari mengejar Kira. Begitu juga dengan para bodyguard yang berlari mengejar Kira.

Lagi-lagi.. di Mall itu, mereka membuat kegaduhan seperti tom n jerry. Seperti berada di terminal bus dan hampir ketinggalan bus, Kira berlari sangat kencang, delapan lantai, yah, delapan lantai harus dilaluinya. Tak ada rasa lelah saat itu, Kira hanya tahu Dia harus berlari dan mengejar Ryan

"Haaaaah.. Kiraaa.. Lo mau kemana siiih? Gila lo.. Lari cepet banget.. Tunggu gueeeeee!" Rini sudah berteriak sambil mengejar sahabatnya.

"Hah, bodoh, kenapa harus berteriak sih.. Kejar aja terus!" Sari lebih memilih menghemat tenaganya untuk tak berteriak lagi. Dia tahu kalau harus menghemat tenaga. Sari tak muda lagi dan tak seenergik Kira.

Kira memang berlari sangat cepat, dia bisa menang juara lomba lari sepertinya dengan kemampuannya berlari seperti ini. Lantai demi lantai dilaluinya, hingga akhirnya Kira sampai ke lantai satu. Kira terus berlari menuju pintu keluar.

Masih sempat dilihat oleh Kira Ryan memasuki mobil. Kira mempercepat langkahnya. Mencoba mendekat lebih cepat sebelum mobil Ryan jalan.

Tapi,

Hanya tinggal harapan. Mobil Ryan telah melaju.

"Ryan.. Ryan.. Tunggu Aku!" Kira kali ini berteriak di Foyer, yang tentu saja tak terdengar oleh Ryan..

Mobilnya sudah berjalan jauh meninggalkan Foyer, dan berhenti menunggu plang parkir terbuka sebelum jalan Mall terhubung dengan jalan Raya. Kira terus berlari mengejar mobil Ryan. Berharap dia cukup cepat untuk dapat mengejar mobil Ryan.

Plang parkir terbuka

"Ryan.." Kira memanggil saat mobil Ryan berhasil melalui plang parkir.

Kira tetap mengejarnya, walaupun mobil sudah berbelok ke jalan raya. Kira tak peduli, Dia tetap mengejarnya.

"Ryan.. Ryan.. Ryan...tunggu Aku.." Hati Kira terus menyebut nama Ryan. Terus berharap seseorang di mobil itu melihat dan memberitahu Ryan, sehingga mobilnya berhenti dan Kira bisa bertemu Ryan. Tapi itu semua tinggal harapan. Mobil Ryan berjalan semakin kencang.

"Aaaaakh!" Kira terjatuh di trotoar. Kakinya tersandung, mungkin karena kelelahan juga. Karena Kira berlari cukup kencang dari tadi untuk mengejar Ryan.

"Bodoh.. Apa yang Aku lakukan.. Mengejarnya? Hah.. Apa Aku bodoh? Dia tak ingin lagi bertemu denganku.. Dia sudah sangat membenciku.. Siapalah aku.. Aku tak cantik, bahkan hanya anak pembunuh ayah dan ibunya. Kini aku berharap untuk berada disisinya? Hah, apa aku sudah gila? Dia bahkan sudah mengingatkanku.. Kami menikah bukan karena cinta. Kami menikah hanya karena dia menginginkan aku jadi budaknya. Dan sekarang, dia membuangku. Ya.. Ya.. Ya.. Tentu saja, dia bisa melakukan apapun pada budaknya. Kini aku hanya perlu menunggu kapan dia akan membunuhku! Kau sengaja, kan tak ingin berhenti tadi? Kau melihatku, kan? Kau tahu kalau aku mengejarmu, kan?" tangisan Kira justru semakin kencang sekarang. Menangis di trotoar melihat kepergian Ryan. Bahkan dia juga menyesali tak punya tenaga cukup untuk mengejar Ryan.. Kira semakin hancur merasa terabaikan dengan kepergian Ryan tadi.

"Nyonya Muda.."

"Kiraaaaa..."

Mereka semua baru bisa mengejar Kira.

"Nyonya Muda, Anda tidak apa-apa?" Sari panik dan menyapa Kira. Memperhatikan Kira dan memastikan tak ada luka pada Kira yang sedang menangis di trotoar.

"Nyonya Muda.. Kalau Anda ingin melihat Tuan Muda, mintalah.. Saya akan meneleponnya untuk Anda. Jangan membuat semua susah seperti ini Nyonya Muda!" Sari yang sudah ngos ngosan berceloteh sendiri di dalam hatinya. Kesal dan juga sedih melihat Kira yang seperti ini.

"Ra, lo ngejar apaan sih? Sampe kaya gini.. Aduuuh.. Apa lo ngeliat mantan lo yang dokter ganteng tu?" Rini masih tak sadar dengan apa yang dikejar Kira. Tentu saja otak Rini tak mungkin berpikir itu adalah Ryan, Suami Kira yang menurut Rini tak mungkin di kejar Kira karena mudah ditemui Kira dalam rumahnya.

Kira tak menjawab mereka semua. Kira hanya menangis untuk beberapa saat. Menangisi kesalahannya yang sudah membuat Ryan marah dengan boncengan di motor Farid dan naik mobil bersama Willy.

"Begitu bencikah kau denganku hingga tak ingin bertemu denganku lagi? Lalu bagaimana dengan hatiku yang merindukanmu? Inikah siksaan terberat yang kau berikan padaku?" tangisan Kira semakin menjadi Memikirkan bahwa Ryan membencinya.

Beberapa saat. Tak ada yang dapat dilakukan oleh Rini, Sari, atau para bodyguard. Mereka hanya bisa menemani Kira di trotoar yang sangat panas di bawah sinar matahari siang. Rini hanya bisa memeluk Kira.

"Maafkan Aku.. Sudah membuat kalian semua repot dan khawatir!" Kira menatap Sari dan menghapus semua air matanya. "Sorry Rin, gue kebawa emosi tadi, heheh" Kira menyempatkan diri untuk tertawa dan melepaskan diri dari pelukan Rini.

"Jadi bener, lo tadi liat mantan lo?" Rini menjadi histeris.

"Udah, udah.. Ga usah dipikirin!" Kira berusaha berdiri. Sari membantu memegang tangan Kira untuk berdiri.

"Jam berapa sekarang?" Tanya Kira ke Sari.

"Jam dua belas lewat tiga puluh lima menit, Nyonya Muda!"

"Haaaah, apaaaaa?" Kira menengok ke Sari. "Cepat Sari, Aku ada praktikum jam satu!"