webnovel

Perjalanan Cinta KIRA

Shakira Chairunisa yang ingin menyelamatkan ayahnya dari kesalahan masa lalu, akhirnya setuju untuk menikah dengan seorang pemuda kaya usia 30 tahun bernama Ryan Adiantara, pemilik kerajaan bisnis Rich Tech Company. Pernikahan tanpa cinta yang dilandasi oleh dendam Ryan kepada ayah istrinya membuat kehidupan wanita berusia sembilan belas tahun itu hidup bagaikan dalam neraka. Ditambah dengan penyakit mental yang di derita Ryan, membuat semua menjadi semakin berat dari hari ke hari untuk Kira. Akankah keberuntungan berpihak pada Kira? Bisakah Kira bertahan dengan semua kesulitan yang dialaminya? Akankah Kira mampu memperjuangkan masa depan dan kebebasannya dari belenggu kekejaman Ryan? Mimpi untuk menjadi seorang scientist.. Akankah itu terwujud? Ikuti kelanjutan kisahnya dalam novel bergenre romantic - Perjalanan Cinta KIRA

Ri_Chi_Rich · Urban
Not enough ratings
102 Chs

Kantin kampus

"Oh Tuhan.. Apa yang dikatakan lelaki itu? Jelas tadi Dia sedang sangat terbakar api cemburu pada Nyonya Muda. Wajah dan kata-katanya begitu menyakitkan.." Sari sangat geram di dalam hatinya.

"Nyony.." Kira mengangkat satu tangannya untuk membuat Sari diam dan tak berkata apapun. Kira melangkah mundur dari pintu, dengan tatapan dan tubuhnya masih memandang pintu praktikum. Kira menghadap ke kanan, kembali ke loker yang terletak sebelum tangga. Kira berjalan, memasukkan tangannya kedalam jas labnya.

"Apa maumu?" Kira menghentikan langkahnya, setelah melihat dan mengeluarkan sesuatu dari kantong jas labnya. Foto Ryan yang tersenyum manis, diletakkan di kantong jas labnya. "Apa maumu dengan senyum semanis itu, hah? Mau menertawaiku? Mau menghinaku? Kau lihat bagaimana tadi Aku mendapat penghinaan? Panjat ranjang.. Hah.. Begitu hinanya kah Aku? Apa Aku meminta semua kemewahan ini? Apa Aku memintamu untuk membuatku terlihat hebat di kampus? Kau membenciku.. Kau ingin membunuh dan menyiksaku.. Tapi kenapa Kau masih tersenyum begitu manis dan memperhatikanku?" Air mata Kira tak tertahan ketika melihat foto Ryan ditangannya. Kira tak menangis saat Farid menghinanya seperti tadi. Hatinya sakit dengan kata-kata Farid. Tapi Kira tak peduli. Hatinya justru remuk berkeping-keping melihat Ryan.. Kira tak melihatnya.. Tapi Ryan masih menjaganya.. Bahkan ketika hatinya sakit seperti sekarang dengan semua penghinaan tadi, Ryan satu-satunya yang menghibur Kira dengan senyumannya. "Dimana Kau sekarang? Aku tak peduli dengan penghinaan orang lain, asal Aku masih bisa terus melihatmu.. Aku.. Aku membutuhkanmu.." Tanpa sadar, Kira hanya berdiri dan memeluk foto Ryan.. Hingga rasa sesak didadanya berkurang. Kira mengambil kunci loker. Membuka lokernya dan ingin menempelkan foto Ryan disana sesuai janjinya.

"Kau.. Maumu apa hah? Kejutan apa lagi yang ingin Kau berikan padaku?" Kira meraba foto ayah dan ibunya didalam loker. Yah, Ryan mengembalikan foto Ayah Kira disana. Walaupun bukan foto yang sama, tapi foto itu menunjukkan kebahagiaan ayah dan ibunya dengan Kira yang masih berusia lima tahun. Foto ulang tahun Kira. "Kenapa seperti ini? Kenapa Kau sangat baik padaku? Kau tahu.. Kebaikanmu telah mematahkan sayapku, Tuan Muda Ryan!" Kira menghapus air hangat bening disisi matanya, dan memasang foto Ryan dipintu dalam lockernya. Memasukkan jas lab kedalam lockernya, lalu menguncinya lagi.

"Nyonya Muda.. Kalau Kau merindukan Tuan Muda, kenapa Kau tak memintaku menghubungi Tuan Muda?" Jauh didalam sanubari Sari, ia semakin gemas dengan tingkah laku Kira. "Kenapa keduanya harus saling menyiksa seperti ini?"

Kira menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya lagi. Kira jalan menuruni tangga, tanpa ada beban. Hatinya sangat bahagia dengan apa yang dilakukan oleh suaminya, semua yang dilakukan oleh Ryan.

"Aku memang ingin sekali bekerja di lab tadi, tapi.. Memang bukan rezekiku mungkin. Hahahahah." Kira berusaha ikhlas dan menerima keadaannya. Jauh didalam hatinya, tak henti-hentinya Kira memanjatkan do'a. Kira terus berdoa untuk kebaikan suaminya, kelimpahan rezeki, umur panjang, dan keberkahan dunia dan akherat untuk suaminya. Biasanya, Kira berdoa dalam solat dhuhanya. Tapi, dia masih ada darah setelah keguguran dan belum bisa untuk solat.

"Nyonya Muda.." Sari yang merasa khawatir memanggil Kira dari belakang.

"Jangan khawatir Sari, Aku tak akan menyusahkanmu!" Kira menengok ke belakang, menatap Sari, lalu kembali menatap lurus kedepan. Menyusuri anak tangga satu persatu. "Jam berapa sekarang?" Tanya Kira tanpa menengok ke Sari.

"Jam delapan lewat tiga puluh menit, Nyonya Muda!" Sari menjawab.

"Hmm.. Masih satu setengah jam lagi sebelum kelas pertama dimulai! Apa yang harus Aku lakukan dalam satu setengah jam?" Kira bergumam dalam hatinya.

Kruuuuk Kruuuuk Kruuuuk

"Aaaah!" Kira memegang perutnya yang berbunyi. Kemarin Dia hanya makan sedikit di rumah sakit dan makan cereal malamnya. Rasa lapar mulai mengganggunya. "Sari, Kita ke kantin untuk sarapan dulu, ya! Aku rasa perutku lapar!" Kira menengok ke Sari yang kini sudah berjalan disebelahnya.

"Baik, Nyonya Muda!"

Mereka berjalan menyusuri lorong kampus menuju kantin.

"Nyonya Muda, ada apa?" Sari menyapa Kira yang berhenti tepat didepan pintu mushola yang terbuka.

"Ehmm.. Gapapa Sari!" Kira melanjutkan langkahnya.

"Suara yang mengaji itu.. Sangat merdu.. Suaranya saat membaca al-quran sangat menentramkan hati orang yang mendengarnya." Hati Kira mengomentari suara seorang laki-laki yang pernah menjadi imam solat beberapa hari lalu dan juga mengaji di mushola. Kira baru saja mendengar suara yang sama dari dalam mushola tadi. Suara yang membuatnya penasaran, tentang siapa pemilik suara itu.

"Kalian mau makan apa?" Kira bertanya pada lima bodyguard yang ada dibelakangnya.

"Jangan khawatir, Nyonya Muda, Kami tidak lapar. Anda bisa menikmati makanan Anda." Kata seorang pemimpin bodyguard itu.

"Siapa namamu?" Tanya Kira.

"Saya Gita." Jawabnya.

"Sari, tolong hubungi Asisten Andi, katakan, Gita baru saja menolak perintahku!" Kira melipat kedua tangannya dan menatap Gita

"Ah, maafkan Saya, Nyonya Muda. Tak ada niat untuk menyinggung Anda. Kami akan ikut sarapan bersama Anda." Suara Gita sangat panik mendengar perintah Kira ke Sari.

"Hahahha.. Jadi begitu cara kerja mereka? Mereka takut padaku, kan? Hahahaha!" Kira sangat senang. Kini Dia punya mainan baru untuk menumpahkan semua kesalnya pada Ryan.

"Baiklah. Pilih makanan Kalian. Sari akan mengurus semuanya. Dan Kalian akan makan satu meja denganku. Kalian harus bisa senormal mungkin menjadi temanku, atau Aku akan meminta Sari menghubungi Asisten Andi!" Kira membuka tasnya, mengambil dompet dan menyerahkan ke Sari. "Aku mau lontong sayur dan es jeruk." lalu berjalan ke kursi dikantinnya tanpa menunggu jawaban Sari.

"Tuh apa tadi kataku.. Dia mengerikan.. Semakin mirip dengan Tuan Muda!" Sari menatap penuh arti kepada semua bodyguard Kira. Tatapan yang hanya bisa dimengerti antara Sari dan para bodyguard.

"Kau bilang Nyonya Muda sangat baik dan tak menyusahkan." Gita berbisik saat mengikuti Sari memilih makanan. Empat bodyguard lain duduk bersama Kira.

"Hehehe.. Itulah manusia. Mereka akan semakin mirip dengan pasangannya " Jawab Sari yang asal. Dia tak tahu bagaimana Kira bisa berubah begitu cepat dalam beberapa hari.

Kira menggunakan waktu menunggu untuk bicara dan mengenal nama-nama para bodyguardnya. Dia tak ingin merasa canggung. Apalagi, Kira berpikir mungkin akan selamanya Dia berhubungan dengan para bodyguard ini. Setelah lima menit menunggu, makanan Kira akhirnya datang. Kira, Sari, dan lima bodyguard tadi duduk bersama di meja kantin dan menghabiskan makanan mereka.

"Nyonya Muda, ini dompet Anda." Sari menyerahkan ke Kira.

"Hmm.. Terima kasih." Kira menyimpan kembali di tasnya. "Kalian bisa mengobrol, jangan canggung. Aku ingin suasana yang ga kaku. Kalian paham?" Kira menjelaskan keinginannya.

"Baik. Nyonya Muda." Gita menjawab Kira. Dan memang, setelah itu suasana lebih cair. Rasanya seperti dikelilingi banyak teman. Kira pun ikut bercanda bersama mereka. Menimpali obrolan bersama mereka.

"Terima kasih, telah mengirim mereka. Aku tak harus bengong sendiri menunggu selama satu setengah jam." Hati Kira kembali lagi pada Ryan. Walaupun kondisi ramai, dan Dia tak sendirian. Tapi justru Kira mengingat Ryan baik sendiri ataupun sepi. Hatinya bingung. Kira terus beristighfar dalam hatinya untuk mengurangi mengingat Ryan.. Tapi selintas lalu, bayangan Ryan selalu muncul dan tak benar-benar hilang.

"Kiraaaaaaaa!" Suara panggilan yang sudah tak asing lagi dari arah belakang Kira.