webnovel

Perjalanan Cinta KIRA

Shakira Chairunisa yang ingin menyelamatkan ayahnya dari kesalahan masa lalu, akhirnya setuju untuk menikah dengan seorang pemuda kaya usia 30 tahun bernama Ryan Adiantara, pemilik kerajaan bisnis Rich Tech Company. Pernikahan tanpa cinta yang dilandasi oleh dendam Ryan kepada ayah istrinya membuat kehidupan wanita berusia sembilan belas tahun itu hidup bagaikan dalam neraka. Ditambah dengan penyakit mental yang di derita Ryan, membuat semua menjadi semakin berat dari hari ke hari untuk Kira. Akankah keberuntungan berpihak pada Kira? Bisakah Kira bertahan dengan semua kesulitan yang dialaminya? Akankah Kira mampu memperjuangkan masa depan dan kebebasannya dari belenggu kekejaman Ryan? Mimpi untuk menjadi seorang scientist.. Akankah itu terwujud? Ikuti kelanjutan kisahnya dalam novel bergenre romantic - Perjalanan Cinta KIRA

Ri_Chi_Rich · Urban
Not enough ratings
102 Chs

Gundah di Tengah Malam

"Pulanglah Sari, Aku tak akan membuat masalah lagi!" Kira bersikeras dan berusaha meyakinkan Sari.

"Baiklah Nyonya Muda. Saya akan kembali besok pagi jam setengah tujuh pagi. Permisi Nyonya Muda"

"Terima Kasih, Sari."

Klek

Sari menutup pintu kamar dan akhirnya meninggalkan Kira dengan para bodyguard yang berjaga didepan..

"Cinta yang aneh.. Bagaimana bisa Tuan dan Nyonya Muda saling mencintai dan saling menyakiti disaat bersamaan? Huff.. Untung hubunganku dan suamiku tak serumit ini!" Sari berjalan meninggalkan apartemen.

Tak ada yang dilakukan Kira selain menangis, tiduran meringkuk dikamar. Setelah Sari pergi, Kira membuka niqobnya, membuka kerudungnya, menaruh di keranjang baju kotor dalam walking closet. Kira segera kembali ke tempat tidur. Menangis diatas ranjang hingga akhirnya Kira tertidur.

Jam 11:00 malam

"Ah, Aku ketiduran." Kira terbangun dari tidurnya dan mengamati sekeliling. "Cantiknya.." Kira tertegun melihat kebelakang tempat tidurnya. Lampu kelap kelip gedung bertingkat yang terlihat dari dalam kamarnya. Kaca yang besar dibelakang tempat tidurnya, memungkinkan Kira mengamati indahnya Kota Jakarta dimalam hari dari ketinggian.

"Apa ini alasanmu mengajakku ke apartemen ini malam itu? Untuk menunjukkan betapa indahnya melihat lampu-lampu itu dari kamar ini?" Kira kembali menghapus bening dari sudut matanya. "Aku merindukanmu.. Kau juga tak datang malam ini, bukan? Ini hari ketigaku tanpamu.. Aku merindukanmu.." Air mata Kira kembali mengalir. Sesak didadanya membuat air mata Kira tak berhenti mengalir. "Aku merindukanmu.. Kenapa Kau tak datang? Apa Kau sangat membenciku sekarang? Tapi kenapa Kau harus menaruhku ditempat seindah ini kalau Kau membenciku? Dimana Kau sekarang?" Hati Kira semakin sakit memikirkan Ryan. Kira akhirnya menyenderkan diri di sandaran tempat tidur, dengan memeluk bantal dan terus menangis disana. Mengeluarkan semua sesak didadanya.. Menumpahkan kerinduannya pada Ryan dengan air matanya.

Jam 01:00 pagi

Setelah dua jam menangis, air mata Kira menjadi kering. Kira akhirnya berhenti menangis. Hanya memeluk bantal dengan pandangan yang kosong dan hatinya juga masih terasa perih. Sakit didalam rahimnya masih terasa. Bahkan darah juga masih mengalir setelah keguguran. Ingin rasanya Kira bersandar dan bercerita tentang sakitnya ini. Tapi, tak ada siapapun untuk berbagi, selain bantal yang dipelukanya untuk menekan dan mengurangi sakit didada dan perutnya.

"Astaghfirulloh.. Kenapa seperti ini rasanya sakit hati?" Batin Kira beristighfar.

Kira menghapus air matanya, berjalan ke arah luar pintu kamar.

Kosong

"Hah.. Memang apa yang Aku harapkan? Dia duduk dibawah menungguku?" Kira tersenyum sinis.

Tak ada seorangpun dalam apartemen ini. Kira memberanikan dirinya untuk turun ke lantai satu, pergi ke dapur dan mengambil air untuk minum. Menangis membuat Kira sangat haus dan lapar. Tapi, tak ada pelayan dalam apartemen ini yang bisa membantu Kira seperti di rumah Ryan. Hanya penjaga didepan yang masih berjaga. Kira melihatnya tadi dari kamera dipintu masuk.

"Ya.. Ya.. Ya.. Aku cukup tahu diri, Aku hanya budakmu bahkan sekarang menjadi tawananmu dengan penjagaan yang begitu banyak didepan. Kenapa Aku berharap Kau harus memberikan pelayan disini untukku? Hahaha.. Masih bagus Aku masih dikasih tempat tinggal dan kulkas penuh makanan seperti ini!" Kira yang sedikit kesal karena tak melihat Ryan, mulai berspekulasi macam-macam dalam pikirannya.

Kira mengambil susu dari dalam kulkas, dan membuka lemari pantry, mengambil cereal. Kira menuangkan cerealnya ke mangkok dengan ditambah susu. Membawanya ke meja makan.

"bismillahirrohmanirrohim." Kira melanjutkan membaca do'a makan. Kira sangat bersyukur dengan makanannya sekarang. Tapi, tetap saja hatinya tak bisa dibohongi. Kira merindukan Ryan, rasa rindu itu semakin besar.. Dan membuat hati Kira kesal, membuatnya terus mengumpat walaupun sambil menikmati makanannya.

"Harusnya Kau menaruhku dalam penjara, bukan apartemen mewah seperti ini kalau Kau membenciku!"

Kira menyuap suapan pertama cerealnya.

"Harusnya Kau tak menyiapkan makanan didalam kulkas, supaya Aku mati kelaparan. Bukankah Kau membenciku?"

Suapan kedua

"Kenapa denganmu, hah? Apa begitu tinggi wibawamu sehingga Kau tetap ingin membunuhku dalam apartemen sekeren ini?"

Suapan ketiga

"Apa Kau ingin Aku bunuh diri dengan terjun dari atas gedung ini? Hahhaha"

"Aku tak akan lakukan itu, karena Aku akan masuk neraka kalau bunuh diri! Lebih baik Kau menembak atau meracuniku. Itu lebih mudah dan bisa membuatku mati."

"Atau Kau memang ingin membuatku masuk neraka dan mendapat siksaan dunia dan akherat? Kau baru puas setelah itu?"

"Sebegitu bencikah dirimu padaku sampai harus membuatku tersiksa karena merindukanmu, hah?"

"Apa ini cara balas dendam terdasyatmu? Membuatku merindukanmu hingga mati?"

"Kau tahu betapa Aku ingin Kau ada disini?"

Kira terus bicara dengan hatinya. Hingga akhirnya Kira menangis sambil makan. Karena kata hatinya terus saja menusuk dan menimbulkan kerinduan yang mendalam untuk Ryan.

"Aku mencintaimu.. Datanglah walaupun Kau hanya ingin menyiksaku.. Aku mohon"

Suapan cereal terakhir. Dan Kira menangis sejadi-jadinya.

"Ada apa dengan diriku ini? Aku hanya tak melihatnya dalam dua puluh empat jam, tapi dadaku sesak sekali. Aku tak pernah seperti ini sebelumnya. Willy, bahkan meninggalkanku tiga tahun untuk mengambil gelar S2 nya dan menjadi dokter specialist di Luar negeri. Tapi Aku tak menangisinya seperti ini.. Kau.. Kau yang selalu menyiksaku, menyakitiku, menghinaku, memakiku, memaksaku, bahkan merenggut keperawananku.. Kenapa Aku merindukanmu? Kenapa Aku menginginkanmu? Kenapa Aku ingin Kau yang ada disini memelukku atau memarahi kebodohanku? Kenapa Aku begitu gila ingin melihatmu? Hwawaaaaaaa.." Kira tak mengerti jalan pikirannya.

Dia akhirnya mencari pengalihan. Kira berdiri dan mencuci piring yang tadi digunakannya untuk makan. Menaruhnya kembali setelah meniriskannya, lalu berjalan ke arah kolam renang.

Kira duduk dikursi dipinggir kolam. Diam memandang indahnya kota. Hembusan angin malam menerpa wajah Kira dan rambut Kira bergerak mengikuti arah angin. Gelapnya malam, memberikan sedikit luka tambahan dalam hatinya. Kesepian. Rasa kosong dalam jiwanya.

"Harusnya Aku membiarkan Sari tadi tinggal disini untuk menemaniku! Tapi.. Aku tak ingin Sari ada disini. Aku tak ingin orag lain ada disini selain Dia!" Kira menunduk menatap air dalam kolam. Air yang membalikkan pantulan cahaya lampu. Kira mendekat, jongkok dan memasukkan tangannya ke dalam air kolam. Memainkan tangannya didalam kolam. Pikirannya kosong hanya ingin bermain dengan riak air.

"Apa Aku sudah menjadi gila karenamu?" Hati Kira kembali berbicara.

"Hahahahah.." Kira tertawa sambil menangis.

"Bodoh! aku harus melakukan sesuatu yang berguna.. Aku tak boleh seperti ini! Aku harus membuat diriku produktif!" Kira menghapus air matanya, berdiri, masuk ke dalam apartemen dan menutup pintu.

Kira lalu kembali ke kamarnya, Kira berniat mengerjakan tugas-tugas kuliahnya. Berharap dirinya bisa melupakan Ryan apabila sibuk dengan tugas-tugasnya.

Kira duduk di meja belajarnya, mulai membuka bukunya satu-satu. Apapun dilakukan oleh Kira. Mulai dari mengerjakan tugas, laporan praktikum, membaca buku diktatnya, tapi tetap saja.. Bayangan Ryan masih terselip..

"Kenapa Kau memberiku meja belajar seperti ini?"

"Kenapa laptop ini Kau berikan juga padaku? Laptop semahal ini.. Hufff.. Apa Kau ingin menjadi renternir lagi dengan membelikanku laptop ini dan menagihku dengan bunga yang besar?"

"Kenapa Kau baik sekali padaku kalau Kau membenciku?"

"Kau bahkan tak ingin melihatku lagi.. Kenapa baik padaku?"