1 Bab 1 - Hari Pertama

Panas. Terbakar dari dalam. Bergejolak seperti gelombang ombak. Dimabukkan oleh rasa nikmat. Dikuras dengan muntahan nektar, dan dibuat lemas oleh sentuhan. Agatha terbuai tak karuan. Sejenak dalam hatinya bertanya, apa yang terjadi pada dirinya?

"Aku tidak suka kau tertidur, bangunlah dasar wanita!" Suara kasar seorang pria seakan ditunjukan kepadanya, bersamaan dengan tepukan di bokong yang membuat Agatha tersentak.

Namun hal itu tidak cukup membuatnya dapat membuka mata. Agatha mengerutkan keningnya dalam. Dia tidak suka suara yang galak itu akan tetapi malah memberinya sensasi lain.

"Ini mungkin akan menyakitkan, tapi hanya sementara jadi kau tidak perlu khawatir. Aku juga menyediakan obat-obatan untukmu." Suaranya berbisik di telinga, terdengar lembut dengan nada penuh perhatian, jelas bukan pria yang sama. Sepertinya dia tipe pria yang manis. Pria ini lebih baik ketimbang pria sebelumnya. Agatha sedikit merasa tenang.

"Aku akan membuatmu terbangun. Semua wanita menyukai yang di sini." Sekarang suara yang berbeda kembali terdengar. Tidak satu pun di antara dua suara pria tadi. Namun setelah dia bicara, sesuatu yang asing memasuki ruang rahasianya dan membuat Agatha seketika tersentak membuka mata.

Pandangan Agatha berputar-putar. Tubuhnya menggeliat tidak mau diam sejak benda asing mengaduk-aduk dunianya. Di tengah rasa yang memuncak, Agatha mendapati bayangan buram tiga sosok pria berada di kedua sisi.

Siapa mereka?

Agatha sudah menyadari, kondisinya saat ini tidak berbusana, bersama mereka yang tidak berhenti menggoda sisi binatangnya. Kewarasan Agatha ingin menghentikan kegilaan ini, akan tetapi anehnya dia takut sentuhan mereka berakhir dengan cepat.

Entah siapa mereka dan seperti apa wajah mereka. Agatha terlalu terlena. Dia hanya bisa mengepalkan tangan dan mengerang keras ketika tubuhnya seakan meledak seindah kembang api.

Agatha membuka matanya perlahan. Cahaya silau membuatnya terganggu. Dalam sekejap dia menyadari dirinya berada di kamarnya sendiri. Dia terdiam mengatur napas sambil menatap langit-langit kamar.

Agatha masih ingat semuanya. Tiga pria panas, dan mereka melakukan hal tak senonoh bersama. Mengingatnya lagi membuat wajah Agatha memanas bak air mendidih. Tapi di lain sisi dia bersyukur semua itu hanya mimpi.

Benar-benar pengalaman mimpi yang menggairahkan. Mimpi yang tak belum pernah hadir di dalam bunga tidurnya sejak dia beranjak menjadi wanita dewasa. Lalu Agatha beringsut bangun dan terduduk.

Sejenak Agatha terdiam merasakan seprainya basah. Terlebih ketika dia menyentuh pusat tubuhnya, lalu mengangkat tangan di depan wajah, dia mendapati jemarinya nampak lengket. Rupanya mimpi itu tidak sekadar terjadi di alam bawah sadar, tetapi juga berdampak pada dunia nyata.

Agatha menghela napas. Ini adalah mimpi basah, yang sepertinya tidak akan pernah terlupakan.

***

[Apa kau akan masuk kelas hari ini? Sejujurnya aku agak malas, tapi kudengar ada dosen tamu di kelas kita!]

Pesan singkat dari sahabat di layar ponselnya mengingatkan Agatha tentang hari ini. Dia hampir saja lupa kalau hari ini mereka sudah harus hadir di kelas setelah lama libur. Pagi ini juga adalah hari pertama memasuki semester akhir.

Agatha bergegas bangkit dan membersihkan diri di kamar mandi. Setelah mengenakan pakaian yang nyaman dengan setelan jeans dan blouse dirangkap coat, dia meraih tasnya lalu pergi meninggalkan apartemen.

Waktunya sedikit mepet dari jadwal masuk kelas. Jadi dia mengikat rambutnya yang panjang tergerai sambil sedikit berlari kecil menuju halte. Beruntung ketika baru menginjakkan kaki di halte, bus datang tepat waktu tanpa perlu menunggu dengan sabar.

Namun, Agatha harus berlomba dengan penumpang lainnya. Mereka berbondong-bondong menyerbu masuk, membuatnya terdorong arus dari belakang, dan berhasil masuk di dalam bus ketika semua tempat duduk sudah penuh.

Tidak ada pilihan lain selain berdiri berdesakan di sepanjang perjalanan. Pagi yang merepotkan hari ini. Agatha mengeluh. Dia mungkin bisa saja bolos seperti temannya di hari pertama, tetapi Agatha tipe mahasiswa yang rajin. Sulit bagi teman-temannya memengaruhi Agatha untuk sekadar bolos satu mata kuliah.

Tiba-tiba bus berhenti mendadak. Mereka hampir saja menabrak orang yang menyebrang di depan, dan akibatnya membuat penumpang di dalamnya terdorong tajam ke depan. Agatha kebetulan tidak berpegangan dengan apapun, yang seketika menabrak dada bidang seseorang dengan agak keras. Hidungnya menjadi korban.

Agatha meringis sakit.

"Apa kau baik-baik saja?"

Suara bariton yang renyah terdengar di sisi telinga Agatha. Agatha mendongakkan wajah, melihat ke atas untuk menemukan leher kokoh yang putih dengan jakun, tulang rahang yang tegas dan tirus, hingga tatapannya terpukau pada sepasang iris kuning keemasan yang bening dibalik bingkai kacamata kotaknya.

[Astaga, dia terlihat seperti dewa Yunani -yang katanya tampan. Apakah aku tidak salah lihat?]

Wajah pria itu tidak hanya tampan, perangainya terlihat lembut dengan tatapan mata yang ramah, sedangkan kacamata di hidung mancung itu membuatnya seperti pria cerdas yang bijaksana. Biasanya tipe wajah seperti ini sering berhadapan dengan banyak orang dan menyukai anak-anak.

Agatha pernah membaca buku cara mengenali kepribadian orang lewat tipikal wajahnya, dan begitulah yang dapat Agatha tebak dari sosok pria luar biasa menawan ini.

"Nona, apa anda terluka?" Suaranya yang menegur, seketika menarik lamunan Agatha, dan dia tersadar bahwa sejak tadi mereka masih berpelukan.

Agatha dengan cepat menarik tubuhnya dari posisinya yang bersandar pada tubuh pria asing ini. Perlahan, tangan pria itu lepas dari pinggangnya yang sempat ditahan secara spontan akibat pengereman mendadak tadi.

"Aku baik-baik saja, terima kasih." Agatha menundukkan wajahnya, malu.

[Astaga, betapa memalukannya dirimu, Agatha!]

***

avataravatar
Next chapter