webnovel

Perfect Husband (Dayton And Angelica)

Menjadi seseorang yang di anggap beban adalah hal yang tidak mudah. Sulit namun tak ada yang bisa di lakukan. Terluka namun tak bisa di ungkapkan. Sakit namun tak bisa di jelaskan.Selamat datang di kisahku. Bahagiakan dia jika kau tak mau sampai kehilangannya.

Irhen_Dirga · Teen
Not enough ratings
16 Chs

Bab 8 ~ Kebencian Arminda

Angelica masuk ke gedung apartemennya dengan berjalan sempoyongan seperti biasa membuatnya duduk di depan kamarnya, Angelica memilih tak masuk ke dalam apartemen karena ia tak bisa bertemu kakaknya yang sudah menunggunya sejak tadi. Angelica mencoba mengatur napasnya dan duduk di depan kamarnya.

Suara pintu terbuka terdengar membuat Angelica tersadar dan beranjak dari duduknya, Arminda sedang menatapnya kesal, membuat Angelica tak bisa mendongak karena begitu bingung harus mengatakan apa jika sang kakak menanyakan tempat tinggalnya.

"Apa kamu sudah mendapatkan tempat tinggal?" tanya Arminda tanpa menyuruh Angelica untuk masuk.

"Aku belum mendapatkannya," jawab Angelica, lalu menundukkan kepala.

"London luas bodoh, kenapa di kota seluas ini kamu tak mendapatkan satu pun tempat?"

"Karena biaya sewanya sangat mahal, aku sudah berusaha seharian ini, tapi aku tak mendapatkan tempat yang sesuai dengan pendapatanku, kamu 'kan tahu aku hanya bekerja sebagai make up artis," ujar Angelica yang memberanikan diri menatap sang kakak.

"Jadi maumu sekarang apa? Walaupun biayanya sangat mahal, tapi kamu harus berusaha dan tetap harus pindah dari sini, aku akan menjual unit ini dan aku tak bisa membawamu pergi bersamaku, bukan tak bisa tapi aku tak mau dan tak sudi," ujar Arminda penuh penekanan.

"Berikan aku waktu seminggu, aku mohon, Armind, jangan mengusirku sekarang, kamu tau aku tak punya teman dan aku tak punya keluarga di luar sana," ujar Angelica memohon pada sang kakak.

"Tapi kamu punya Axen, jadi kenapa tak menyuruh Axen menjemputmu dan mematuhi perintahnya untuk menikah dengannya, hidupmu akan lebih baik lagi jika kamu bersamanya," ujar Arminda.

"Kamu yang telah menjualku pada Axen dan kamu tak memiliki hati nurani sedikit pun, Arminda, untuk memberikanku tempat tinggal setelah kamu menerima uang dari Axen dengan menjaminkanku."

"Karena kamu bagaikan beban berat dalam kehidupanku, jadi pergilah dari sini, lebih baik kita tak usah bertemu lagi dan kita tak memiliki hubungan darah sejak dulu, jadi kenapa kamu harus membebaniku dengan kehidupanmu?"

"Kamu benar-benar tega, Arminda."

"Hidupku saja sudah susah dan kamu menambahnya dengan menumpang hidup padaku, dulu aku membiarkanmu karena aku masih memiliki hati tapi sekarang aku tak bisa membiarkannya lagi," ujar Arminda.

"Tapi setidaknya berikan aku tempat untuk malam ini," lirih Angelica.

"Di sini sudah tak ada tempat untuk kamu jadi pergi lah sebelum aku menyeretmu, kamu adalah wanita tersial dalam hidupku, hadir di tengah-tengah kami sebagai adikku dan kamu merebut segalanya dariku, jadi pergi lah dan jangan kemari lagi. Aku sudah membakar pakaianmu jadi kamu lebih baik menyuruh Axen untuk membelikanmu," ujar Arminda menyeringai mengerikan.

Arminda membanting pintu apartemennya keras, membuat Angelica terperangah dan terduduk di lantai, ia tak tau harus kemana setelah semua yang di lakukan Arminda padanya. Angelica menangis tersenduh-senduh membuat Dayton mendengar semuanya lewat pintu kamarnya.

Angelica bersandar lewat tembok dan menyelimuti tubuhnya yang kedinginan dengan jasnya, Angelica tak tau harus kemana dan lebih memilih tetap di sini.

Ya Tuhan. Kenapa hidupku sangat menyedihkan? Apa salahku di masa lalu sampai aku harus menerima semua ini di masa depan? batin Angelica

Arminda keluar dari apartemennya dan melempar sepatu milik Angelica tepat di depan adiknya.

"Hanya ini yang tak aku bakar."

Arminda memang sangat membenci adiknya sampai tak ada tempat yang ia simpan untuk sang adik, angelica terisak hidupnya bagaikan lempengan yang tak akan pernah menyatu dengan raganya. Dayton menjadi saksi bisu yang mendengarkan segalanya lewat pintu apartemennya.

♥♥♥

Esok paginya ketika Angelica sedikit sadar dari tidurnya ia dengan nyaman membentangkan kedua tangannya, entah sejak kapan di luar apartemen jadi seenak ini untuk tidur, Angelica melihat matahari menyengat masuk, ia tersenyum ketika merasakan cahaya matahari yang membuatnya tenang.

Dayton tersenyum melihat wanita aneh yang sudah membuat hari-harinya begitu lebih merepotkan terlihat begitu lucu ketika Angelica tak sadar saat ini ia ada di mana.

Angelica membuka pejaman matanya dan membuat pikirannya kembali sadar sepenuhnya, Angelica membulatkan matanya penuh ketika melihat Dayton sedang berdiri menatapnya.

"Aku dimana?" tanya Angelica walaupun begitu jelas tahu ia di mana.

"Di mana lagi jika bukan apartemenku," ujar Dayton.

"Aku tak tahu bagaimana caranya aku masuk ke sini."

"Apa ini hobimu untuk membuat semua orang repot?" tanya Dayton menyerupai sindiran.

"Aku 'kan sudah bilang aku tak tau kenapa aku bisa masuk ke sini karena aku tak terlalu mabuk semalam dan aku—"

"Jika kamu tak mengingatnya ya sudah, jangan cerewet dan mandi lah untuk menyegarkan tubuhmu," ujar Dayton hendak melangkah meninggalkan Angelica.

"Apa maksudmu menyegarkan tubuhku? Apa yang terjadi? Tak terjadi sesuatu 'kan pada kita?" tanya Angelica.

"Aku sudah bilang jangan banyak bicara dan mandi saja." Dayton kembali melangkahkan kakinya keluar kamar membuat Angelica memutari memori kepalanya. Dayton tersenyum di depan kamar ketika mengingat jika ia yang telah menggendong Angelica masuk ke apartemennya, di bantu oleh Joseph.

"Apa kamu sudah menyiapkan sarapan?" tanya Dayton pada sekretarisnya yang merangkak menjadi asisten pribadinya

"Sudah, Pak."

"Baiklah."

"Saya sudah menemui pusat makelar, katanya wanita itu ingin menemui anda."

"Apa kamu mengatakan bahwa aku yang akan membeli unit sebelah?" tanya Dayton.

"Aku belum mengatakannya tapi makelar sudah tahu bahwa saya adalah sekretaris anda, tapi saya sudah menyuruh para makelar itu untuk tak mengatakan siapa yang akan membelinya."

"Jadi bagaimana? Jika wanita itu meminta bertemu?"

"Aku akan menyuruh Lilian untuk mengatas namakannya."

"Baiklah, kerjakan semuanya jangan sampai tercium oleh siapapun apalagi keluargaku terkhusus Angelica," ujar Dayton.

"Baiklah, Tuan." Joseph menundukkan kepala lalu berjalan meninggalkan sang atasan menuju ruang tamu.

Di menit kemudian Angelica berjalan menghampiri Alvin yang sedang menunggunya di meja makan.

"Apa kamu sudah mandi?" tanya Dayton.

"Iya."

"Ya sudah, sarapan-lah."

"Tapi tak terjadi apa-apa 'kan di antara kita?"

"Apa kamu mengharapkan agar di antara kita terjadi sesuatu?"

"Bukan, maksud aku—"

"Jika maksud kamu bukan itu ya sudah, lupakan saja dan sarapan lah!" perintah Dayton.

Angelica lalu menyendokkan sarapannya ke mulutnya dan mencoba makanan yang sudah di siapkan Dayton untuknya, benar-benar enak dan menggugah seleranya.

"Sebenarnya aku di usir dari unit sebelah," ujar Angelica membuat Dayton menghentikan sendoknya dan meneguk minumannya.

"Terus?"

"Seperti yang aku katakan sewaktu aku mabuk, jika saudaraku itu tidak suka padaku, seperti inilah yang harus aku terima," ujar Angelica membuat Dayton tak berani berkomentar, suara seseorang membuat Angelica dan Dayton berbalik.

"Selamat pagi Nona dan Tuan." Beberapa maid menundukkan kepala.

"Masuk!" perintah seorang wanita yang benar-benar cantik.

Lima orang berderetan masuk kedalam apartemen dan memperlihatkan pakaian, sepatu, tas dan kosmetik juga beberapa perhiasan di depan Angelica dan Dayton, Angelica menatap Dayton yang tak mengerti apa maksud semua ini.

"Saya sudah menyuruh mereka untuk membawa rancangan terbaik dari butik, dan mereka ini adalah suruhan," ujar Lilian.

"Baiklah."

"Apa ini, Dayton?" tanya Angelica dengan berbisik.

"Apa kamu tak lihat?"

"Tapi untuk apa?"

"Apa kamu mau memakai pakaianmu itu seharian?"

"Aku bisa ke unit sebelah untuk mengambil pakaianku"

"Bukannya semua pakaianmu sudah di bakar oleh saudaramu itu?"

"Kamu tau dari mana?"

"Hem? Oh, aku mendengarnya kamu mengatakannya"

"Apa aku mengatakannya lagi? Aish."

"Pakai saja apa yang kamu suka."

Angelica berjalan memasuki kamar dan kelima orang suruhan dari butik mengatur deretan sepatu, gaun, perhiasan dan tas mewah yang tentu saja sangat mahal terlihat dari bagaimana gaya hidup Dayton.

"Kami tak tau apa yang anda suka, Nona, jadi kami menyiapkan semuanya untuk membuat anda nyaman," ujar salah satu wanita.

"Tapi saya tak membutuhkan semua ini."

"Tentu saja kami tak bisa menolak perintah Tuan Leonidas," ujar Lilian.

"Tapi—"

"Kalian atur semua yang sudah kalian bawah di tempat yang sudah di sediakan!" perintah Lilian.