webnovel

Perfect D'angelo Bride

Warning cerita 21 + harap bijak dalam membaca "Aku menikahi mu bukan hanya untuk melepaskan keluarga ku dari kutukan tapi aku menikahi mu karna aku mencintai mu, bagi ku hanya kamu istri ku  dan ibu dari anak-anak ku karna bagi ku tidak ada satupun wanita di dunia ini yang pantas menggantikan posisi mu," "Belum cukup kah, aku menunjukkan cinta ku melalui tindakan ku, aku bukan pria yang suka mengumbar kata-kata cinta tanpa bukti nyata" Sean D'angelo (25 tahun) seorang pengusaha sukses yang memiliki sifat dingin, licik, dan kejam. Hanya saja tak ada satu orang pun tau kalau Sean menderita sebuah kutukan yang terus menerus membuatnya menderita. Agustaf D'Lucifer (26 tahun) seorang pengusaha sukses yang menjadi rival Sean D'angelo dalam merebut cinta sang gadis takdir Sarah Frederica (21 tahun) adalah seorang gadis  takdir yang di beri anugrah untuk mematahkan kutukan yang menimpa salah satu dari 2 keluarga terpandang, hanya 1 keluarga yang mampu menaklukan hati sang gadis takdir. Bagaimana kisah  perebutan cinta sang gadis takdir, akankah  Sean dan agustaf mampu membuat sarah jatuh cinta pada mereka ataukah pada akhirnya mereka gagal menaklukkan hati gadis takdir, Bagaimana perjuangan Sean dan agustaf dalam merebut cinta sang gadis takdir ?  Penasaran kisah selanjutnya! Yuk, simak kisah cinta perfect D'Angelo Bride disini!

Vvy_Ccya31 · Realistic
Not enough ratings
316 Chs

Sarah terpaksa pergi dari rumah

Ckiiiiitttt....

Bunyi rem Bis tua yang Sarah dan nenek Amira tumpangi dan secara perlahan bis itu mulai berhenti "Baru...Baru..Baru, Kita telah sampai, selamat tinggal, selamat berjumpa dengan keluarga, selamat sore" ucap kondektur Bis dengan kencang, memberitahukan kepada penumpang yang hanya tersisa beberapa orang di dalam bis bahwa mereka telah sampai di pemberhentian di Kota Baru yang berjarak 100 Km dari tempat tinggal Sarah yang berada di kota lama, Kota Baru merupakan daerah tujuannya untuk pergi.

Sarah bangkit dari tempat duduknya sembari memapah sang nenek untuk segera turun dari bis setelah memberikan beberapa lembar uang untuk membayar biaya tumpangan Sarah dan nenek Amira turun dari Bis. Sarah melirik kekanan dan kekiri mencari tukang ojek untuk mengantar keduanya ke tempat tujuan namun tak ada satupun yang ia temukan bahkan pangkalan ojek di sekitar sini semua terlihat kosong.

"Nek, kita akan berjalan kaki dari sini sekitar 500 meter, nenek sanggup berjalan ?" Sarah bertanya dengan lembut yang dibalas anggukan lemah oleh nenek Amira.

Hembusan angin sore yang dingin di kota baru terasa menyiksa bagi nenek Amira yang hanya mengenakan daster lusuh, terlihat ia mendekap kedua tanganya yang gemetaran dengan erat sementara Sarah mengenakan kemeja putih dan celana kain berwarna hitam. Sadar tak ada yang bisa ia beri untuk sedikit menutupi tubuh neneknya Sarah menggunakan tanganya merangkul erat pundak nenek Amira sambil memapahnya berjalan dengan perlahan memberikan sedikit kehangatan untuk Nenek Amira.

Mereka berjalan dengan perlahan menyusuri pinggiran jalan raya, lalu berbelok ke salah satu jalan kecil di sisi jalan raya, tak ada canda tawa maupun obrolan yang menemani langkah kedua wanita itu, mereka hanya berjalan dalam diam, sampai akhirnya mereka tiba di sebuah gang kecil yang akses jalannya hanya muat untuk satu mobil, tak lama berjalan dari mulut gang akhirnya mereka berdua sampai di tujuan.

Sebuah Rumah KPR sederhana dengan cat rumah kusam tanpa pagar dengan halaman kecil dan ada sebuah teras kecil seukuran setengah meter yang di beri hiasan bunga mawar kecil dan beberapa pot tanaman tomat, cabai, seledri dan daun bawang. Sarah membantu neneknya duduk di teras, lalu ia mengetuk pintu rumah itu. Ya, dia datang ke rumah Bi Ina tetangga depan rumahnya dulu di kota lama yang sudah pindah ke kota baru. Satu-satunya orang yang menyayanginya dan memperlakukannya dengan baik selain nenek Amira.

Bi Ina adalah seorang janda tanpa anak, dulu Bi Ina tinggal di depan rumah Sarah dan bekerja di pabrik tahu namun Bi Ina harus pindah ke kota baru untuk mengurus rumah peninggalan kedua orang tuanya yang telah pergi setahun lalu karena sebuah kecelakaan beruntun.

Bi Ina yang tengah sibuk di dapur samar-samar mendengar ketukan pintu, antara dengar atau tidak karena suara itu beradu selaras dengan bunyi pisaunya kala ia tengah sibuk memotong beberapa sayuran. Tapi lama-lama semakin jelas bunyi yang ia dengar dan dia tersadar. Ada yang mengetuk pintu rumahnya. Dengan tergopoh-gopoh Bi Ina berjalan kearah pintu.

"Siapa kira-kira yang datang bertamu sesenja ini" gumam Bi Ina ia merasa ada yang aneh sehingga ia tidak segera membuka pintu melainkan memilih mengintip dari balik gorden dan ia terkejut saat melihat nenek Amira tetangganya dulu di kota lama duduk di teras rumahnya dan Bi Ina semakin kaget ketika dia membuka pintu melihat Sarah yang datang dengan penampilan kusut dan baju putihnya memiliki noda di beberapa sisi.

Seketika Bi Ina menyadari sesuatu, ada masalah berat yang telah terjadi pada nenek Amira dan Sarah tetangganya yang paling baik di kota lama dan mereka pula lah yang selalu mengulurkan tangannya menolong Bi Ina saat ia masih tinggal di sana dengan gerakan refleks Bi Ina menyambut keduanya, dia segera mendekat dan merangkul nenek Amira lalu menarik perlahan lengan Sarah membawanya masuk ke dalam rumah.

Bi Ina segera membuatkan teh hangat untuk nenek Amira dan Sarah, ia tidak bertanya apapun pada keduanya.

'sepertinya tengah terjadi masalah besar, aku ingin bertanya tapi tidak tega, ini bukan saat yang tepat untuk banyak bertanya' gumam Bi Ina dalam hati menggelengkan kepalanya beberapa kali saat memandang wajah sendu Sarah dan neneknya.

"Bibi pamit kedapur dulu ya Sar, kamu sama nenek mu istirahat dulu di kamar tamu kebetulan di sini ada 3 kamar, nanti Bibi bersihkan dulu kamar satunya" ucap Bi Ina.

"Terimakasih Ina, kami merepotkan mu" ucap nenek Amira

"Tak apa Nek, aku malah senang ada kalian disini" ucap Bi Ina.

"Bawa nenek mu kekamar dulu Sar" titah Bi Ina

"Nanti Bibi panggil kalau makanan sudah siap" lanjut Bi Ina.

Sarah menganggukkan kepalanya sembari memapah neneknya kekamar yang di tunjuk Bi Ina.

Saat Bi Ina tengah sibuk menyiapkan makan malam Sarah datang menghampiri Bi Ina

"Bi, ada yang bisa Sarah bantu ?" Tanyanya.

"Astaga, kamu mengagetkan Bibi, Sar" ucap Bi Ina menepuk-nepuk dadanya.

"Maaf Bi" jawab Sarah

"Kamu istirahat aja, pasti cape habis dari perjalanan jauh, biar bibi yang nyiapin makan malam" ucap Bi Ina

"Gak Bi, Sarah gak ngerasa cape malahan Sarah merasa gak enak, sudah numpang nginap terus gak bantu apa-apa" ucap Sarah sembari menghampiri tumpukan cucian piring kotor.

"Hmm.." ucap Bi Ina mengiyakan keinginan Sarah percuma dia melarang karena anak itu sudah mulai mencuci piring.

"Sar, boleh Bibi bertanya ?" Ucap Bi Ina menoleh kekanan dan kekiri, ia tidak ingin nenek Amira mendengar pertanyaan yang akan ia ucapkan.

"Bibi pasti mau bertanya apa yang terjadi pada ku dan nenek, Kan?" Ucap Sarah tanpa menjawab pertanyaan Bi Ina namun sebaliknya ia malah mengutarakan pertanyaan.

"Tebakan mu benar Sar, Bibi sebenarnya ingin bertanya nanti namun rasa ingin tahu bibi terlalu besar" ucap Bi Ina malu karena Sarah bisa menebak dengan benar apa yang ia ingin tanyakan tanpa meleset sedikit pun.

Sarah pun menceritakan semuanya kepada Bi Ina tanpa menutupi ataupun mengubah alur cerita.

"Astaga, Sar tega sekali ibu mu" ucap Bi Sarah menggelengkan kepalanya

"Perilaku buruk ibu mu jangan di contoh ya Sar, dia manusia paling tidak bersyukur di dunia ini" ucap Bi Ina

"Iya Bi, Sarah sebenarnya tidak ingin melakukannya itu namun Sarah terpaksa Bi Sarah tidak terima nenek di pukul" adu Sarah.

"Sarah sadar kok bi Sarah anak yang tidak berguna Bi, seperti kata ibu, Sarah hanya jadi beban ibu dan nenek"ucap Sarah sendu sembari menatap ke langit-langit dapur menyembunyikan air matanya.