webnovel

Peran Utama

CherilynCey · Teen
Not enough ratings
390 Chs

Tawaran

"Serius deh, kalian tuh ngomongin apa sih?"

Daya yang kini kekuatannya telah membaik mencoba untuk bangun dari tidurnya. Eki dengan sigap duduk di belakang Daya agar cewek itu dapat bersandar padanya. Sedangkan Aron yang tadinya ingin pergi kembali duduk lagi di kursi tadi.

"Maksud lo De?" tanya Aron pada Eki.

Eki mendengus. "Ingatan lo bukan cuma lemah di pelajaran, ternyata lemah di orang juga."

Aron tidak menanggapi cibiran yang dilontarkan oleh Eki. Dia malah mendekatkan kursinya ke tempat tidur dan menatap Eki dengan serius.

"Ini De," kata Eki sambil menunjuk Daya.

"De, adik lo itu kan?" tanya Aron ragu-ragu.

Eki mengangguk. "Gimana, sekarang ingatkan?"

Tatapan Aron beralih ke Daya. "Gue kira, dia pacar lo."

Eki terkekeh dan berkata, "Nggak mungkin dia pacar gue. Pacar gue lebih cantik dari pada dia."

"Heh!" tegur Daya dengan nada tinggi.

"Kalian berdua bikin pangling ya," ucap Aron sambil menggaruk kepalanya.

"Day, lo nggak ingat dia?" tanya Eki pada Daya seraya menunjuk Aron.

Daya pun memperhatikan Aron lagi, kali ini lebih detail dari yang sebelumnya. Seingat Daya awalnya dia melihat cowok itu di sebuah acara gosip yang tayang di televisi, memang dia merasa tidak asing dengan wajahnya. Akan tetapi, saat itu Daya merasa semacam dejavu.

"Emangnya aku kenal dia di mana?" Daya balik bertanya pada Eki.

"Dia Opal teman Kakak dari SD sampai SMP. Dia juga sering nginap di rumah. Dulu, di rumah mama," jelas Eki.

Daya melihat kilatan kesedihan di mata Eki saat kakaknya itu mengatakan kalimat terakhirnya. Kesedihan itu juga menjalar pada dirinya. Daya juga merasakan kesedihan saat mengingat kembali masa-masa dia dan kakaknya berada di rumah lama.

"Aku enggak ingat, teman kakak banyak."

"Dan De itu pemalu," tambah Aron yang tiba-tiba masuk dalam pembicaraan antara Daya dan Eki.

"Jangan panggil gue sama panggilan itu," kata Daya. "Panggil Daya atau Day atau terserah. Asal jangan panggil sama nama itu."

"Oh, oke." Aron merasa tidak ada yang salah dengan panggilan De. Sempat terbersit rasa penasaran kenapa cewek ini tidak mau dipanggil dengan panggilan 'De' lagi. Namun, dia mengurungkan niatnya untuk bertanya itu dan mengalihkan pembicaraan dengan bertanya hal lain.

"Kalo gitu, gue mau tau sesuatu."

"Apa?"

"Mau apa lo ke stand jualan gue?"

"Ya, mau beli barang lo. Emang mau apalagi?" Daya tidak berani berkata yang sebenarnya karena dia tidak mau kalau Eki tau alasannya untuk ikut sampai ke sini.

"Gue enggak tau sejak kapan adik gue ini suka sama artis Indonesia. Setau gue, dia sukanya sama artis dari Korea."

"Kalo gitu, ayo ke stand gue. Lo bisa pilih apa aja di sana dan jangan khawatir bakalan desak-desakan lagi karena gue bakalan bawa lo masuk ke dalam standnya."

Daya menyipitkan matanya menata Aron penuh curiga. "Lo nyuruh gue beli dagangan lo atau nyuruh gue bantuin lo jualan?"

"Kalo lo mau bantuin juga nggak masalah." Aron menaikkan kedua bahunya.

"Ide bagus, kamu sama Opal aja Day. Aku takut nggak bisa jagain kamu, soalnya sibuk jagain kue Cecil."

Eki mendorong adiknya agar segera beranjak dari tempat tidur. Menurutnya, dia juga sudah lama meninggalkan stand Cecilia dan takut tempat itu akan ramai lagi.

"Mau ikut nggak?" tawar Aron dan cowok itu mengulurkan tangannya.

Mendapatkan dorongan di punggungnya dan ada uluran tangan di hadapannya membuat Daya seperti tidak punya pilihan lagi. Sambil menghembuskan napas panjang, mau tidak mau Daya menerima uluran tangan Aron.

"Aku pergi ya Kak," kata Daya berpamitan pada Eki.

"Gue pinjam adik lo ya Ki," sahut Aron sebelum akhirnya membawa Daya berjalan ke luar dari tempat yang pengap ini.

Aron membawa Daya memasuki stand jualannya. Mereka melewati pintu belakang sehingga tidak banyak orang yang bisa melihat mereka. Penggemar Aron hanya bisa melihat siapa yang ada di dalam saat orang itu sudah berdiri di atas tangga.

"Lo mau gue bantuin apa?" tanya Daya.

"Bantuin bungkus bisa?"

"Oke," jawab Daya seraya mengangguk.

"Tenang, nanti gue kasih beberapa barang ekslusif dari gue."

Daya hanya memutarkan bola matanya. Dia sama sekali tidak butuh barang apa pun dari Aron. Hal yang dia inginkan hanyalah sebuah video Aron yang mengucapkan selamat ulang tahun untuk Alice. Hanya itu dan setelah itu, Daya akan menyebutkan permintaanya ke Deri.

Seperti yang disuruh kan oleh Aron, Daya membantu cowok itu untuk membungkus barang yang dibeli oleh penggemarnya. Terkadang, Daya berjinjit untuk mengintip penggemar yang membeli barang Aron. Ternyata omongan cowok itu memang benar adanya, kalau penggemarnya rata-rata menggunakan pakaian berwarna hitam atau putih.

"Maaf ya, barang yang dibawa hari ini sudah habis. Tapi, kalian jangan khawatir besok bakalan lebih banyak barang yang akan dijual. Jadi, jangan lupa datang lagi," ucap Aron pada penggemarnya yang hanya tinggal beberapa.

Daya akhirnya bisa meregangkan otot tangannya yang dari tadi terus saja menarik tas belanjaan dan membungkus dengan rapi barang yang dibeli oleh penggemar Aron. Dia tidak pernah tau kalau artis di Indonesia juga bisa memiliki penggemar sebanyak Aron ini. Daya pikir, ini hanya berlaku untuk artis yang sudah terkenal secara internasional.

"Capek ya?"

Daya segera menoleh ke arah Aron. Kemudian, dia mengangguk dan menguap begitu saja.

"Hey, matahari belum terlalu lama tenggelam. Kenapa lo udah ngantuk aja?"

"Gue cuma kecapean," kata Daya sambil memaksakan tersenyum.

"Nih," Aron memberikan minuman dengan rasa kopi yang tadi dia pesan ke timnya. "Lo suka latte?"

Daya segera menerima minuman itu dan menyeruputnya. Selain karena ingin menghilangkan rasa kantuknya, tenggorokannya juga terasa kering.

"Mana, lo bilang bakalan mau ngasih gue barang eksklusif dari lo?" tagih Daya.

Sebenarnya, Daya tidak begitu butuh barang eksklusif dari Aron. Akan tetapi, setelah dia pikirkan lagi mungkin saja barang ekslusif dari cowok ini akan berguna nantinya. Selain itu, Daya tentu harus meminta upah atas pekerjaan yang sudah dia lakukan untuk Aron.

"Yah, barang gue sudah habis. Gimana dong?" Nada suara Aron penuh dengan penyesalan. "Eh, tapi ... besok bukannya lo masih di sini? Iya kan?"

"Enggak tau, gue sih tergantung Kak Cecil."

"Cecil? Cecilia maksud lo?" tanya Aron lalu dia menoleh pada stand cewek yang baru saja dia tanyakan itu. "Heh, itu Riski. Kenapa dia ada di sana?"

"Kak Eki itu pacarnya Kak Cecil."

"Oh?" Aron nampak bingung sebab setau dia, Cecil tidak pernah membahas soal pacar. Padahal, mereka sudah beberapa kali mengerjakan projek bersama.

"Kalo gitu," lanjut Aron lagi. "Kalo lo besok sudah nggak di sini, gue bakalan titipin barang eksklusif gue ke Cecilia. Gimana?"

Daya mengangguk dan berdiri dari tempat duduknya. "Terserah lo deh."

"Eh tapi, kalo lo mau bantuin gue lagi besok. Gue bakalan kasih lo hadiah yang lebih. Mau nggak?"

"Kalo hadiahnya gue yang pilih, bisa nggak?"

"Selama gue sanggup buat ngasih ke lo gue bakalan kasih."

"Oke. Gue pergi dulu kalo gitu."

"Bye," ucap Aron dan dia yakin ini bukan ucapan perpisahan.