webnovel

Keras Kepala

Seperti ini contohnya, jika memang manusia itu tidak perlu mencari masalah dengan orang yang memiliki kuasa besar. Baginya, orang kaya itu juga memiliki kuasa, hanya dengan segepok uang, mereka bisa menyelesaikan masalah. Namun, untuk sekarang ini, tidak berurusan dengan uang, melainkan nasib Lena yang semakin malang akibat celotehan dari Jay.

Namanya juga orang terkejut, pastinya apa yang sedang dilakukan pasti terhenti secara mendadak. Memang, Lena sadar jika ini membahayakan mereka bertiga, namun Lena juga tidak sengaja. Dan saat ini dia hanya tertunduk meminta maaf pada dua laki-laki itu, meskipun dia harus mendapatkan teguran terlebih dahulu.

"Aku benar-benar minta maaf, karena terkejut mendengar aku dan Steve berkuliah di kampus yang sama," ucap Lena menyesal.

Jay sendiri juga merasa sangat geram pada Lena, namun dirinya tetap menahan emosi. Karena malas untuk banyak berbicara. Sedangkan Steve, dia mengangguk beberapa kali, mengatakan jika tidak apa-apa. Laki-laki itu juga menyuruh Lena untuk kembali menjalankan mobil.

Lena beberapa kali melihat Jay dari kaca spion tengah. Laki-laki angkuh itu sudah tidak berbaring, melainkan duduk bersandar melihat keluar jendela. Lena sadar, jika yang saat ini dia kemudikan adalah mobil dari Jay, tapi melihat sang pemilik mobil yang memiliki sifat seperti itu, membuat Lena dengan cepat harus menyelesaikan urusannya dengan mereka berdua.

Perjalanan mereka menempuh waktu hampir satu jam lamanya, namun sesampainya didepan gedung kampus, Lena sedikit bingung, lantaran dirinya tidak mengetahui fakultas milik Steve. Namun, layaknya mengerti, laki-laki yang berada disebelah dirinya langsung menunjukkan kemana Lena harus membawa mobil ini, agar lebih dekat dengan fakultasnya. Beruntung, Lena juga langsung menangkap maksud Steve.

Tunggu sebentar, jika dilihat-lihat, ini juga dekat dengan fakultas milik Lena. Hanya saja, gedung milik Steve masih berada beberapa meter lagi. Aduh, Lena merasa jika dia tetap harus berjalan ke gedungnya nanti. Pun saat melewati gedungnya, dia hanya bisa melihat sebelum kembali fokus pada jalan.

"Kau berada di fakultas apa?" tanya Steve.

"Ilmu Komunikasi," jawabnya.

Kedua bola mata Steve terbuka lebar dan alisnya terangkat. Dia baru saja menoleh ke arah belakang, dan mengetahui jika gedung yang baru saja mereka lewati adalah gedung dari fakultas Lena.

"Hentikan saja mobilnya. Kau sudah sampai di gedungmu," titah Steve.

Presensi yang berada di belakang itu langsung melihat ke arah temannya yang mengatakan hal itu. Dirinya juga melihat Steve yang keluar dari mobil dan berjalan ke arah tempat kemudi. Tak ada suara apapun yang Jay keluarkan, bahkan dia juga tidak bergerak sama sekali. Menurutnya, tidak penting untuk diperhatikan hal seperti itu.

Dan setelah kedua orang itu keluar dari mobil, Steve langsung mempersilakan Lena untuk pergi menuju gedungnya. Mumpung masih dekat, daripada Lena harus berjalan jauh ketika sudah berada di gedung Steve.

Sempat ada keraguan dari dalam diri Lena, walaupun sejujurnya dia sangat senang. Sekilas dirinya menoleh ke arah Jay, nampaknya memang Jay tidak peduli dengannya saat ini. Dia rasa, memang tidak masalah jika Lena bisa pergi sekarang. Menoleh ke Steve dengan senyuman lembut disana, dirinya mengangguk dan akan mengikuti apa perintah Steve.

"Setidaknya, kau memiliki hati untuk meringankan bebanku. Terimakasih," kata Lena.

Gadis itu memutar tubuhnya dan akan berjalan ke gedung fakultasnya. Namun, dia mendengar suara kaca mobil yang sedang diturunkan, serta suara laki-laki angkuh yang membuatnya kesal sejak tadi pagi.

"Setidaknya, berterimakasihlah pada pemilik mobilnya,"

-

-

-

Lena baru saja memasukkan bukunya ke dalam tas, tak langsung pergi dia memilih untuk menyadarkan tubuhnya terlebih dahulu. Mengingat uang dalam dompetnya hanya satu lembar, Lena merasa tidak perlu untuk boros. Apalagi ini masih pertengahan bulan, dimana uangnya dari bulan lalu, sudah dia gunakan untuk membayar uang kuliah. Tak apalah, Lena harus menahan lapar dahulu. Toh, di dalam kamar kos-nya masih ada beberapa makanan yang diberikan Mina tadi malam.

Namun, tiba-tiba temannya itu datang dan mengajaknya untuk keluar dari kelas ini. Lena sendiri hanya ikut saja, lantaran tangannya ditarik tanpa seizinnya. Tidak, dia tidak akan marah pada temannya ini, gadis itu hanya sedikit kesal.

"Doni, lepaskan," ucap Lena.

Kendati dia sudah menggunakan kakinya untuk menghentikan langkah mereka berdua, sayangnya kekuatan Lena tak lebih kuat dari Doni. Dan itu membuat tali sepatunya terlepas begitu saja, hampir saja Lena tersandung tali sepatunya sendiri.

"Ayo makan bersama. Aku lapar," kata Doni.

"Iya, tapi kau tidak perlu menarikku seperti hewan," timpal Lena.

Kalimatnya baru saja diabaikan, Doni terus menariknya hingga ke kantin kampus. Entahlah, Lena hanya bisa menelan ludahnya secara diam-diam. Apalagi Doni menyuruhnya untuk duduk pada tempat yang dia pilih. Bisa-bisanya Doni mengajaknya ke kantin, padahal Lena saja sedang tidak memiliki uang. Helaan nafasnya keluar begitu saja, dia mengeluarkan ponselnya untuk mengalihkan rasa laparnya.

Walaupun dia terlihat sungguh-sungguh bermain ponselnya, tetapi tak ada aplikasi ponsel yang sedang dia buka. Justru, Lena saat ini sedang memikirkan banyak hal, termasuk semua hutangnya. Lena semakin takut untuk mengahadapi kehidupan dewasanya.

Suara gebrakan membuat dia terkejut, rupanya Doni baru saja tiba dengan membawa dua mangkuk bakso yang asapnya masih mengepul. Dia melihat jika temannya itu meletakkan salah satu mangkuk dihadapannya, ini pertanda jika porsi itu untuk Lena, kan?

"Aku traktir," kata Doni yang langsung duduk didepan Lena.

Gurat senyuman lahir begitu saja diwajah Lena, dia menarik mangkuknya mendekat. Tidak ada rasa sungkan, karena dia dan Doni juga sudah lumayan dekat sejak tahun lalu—bahkan, sebelum kedua orang tuanya meninggal. Dan bisa dibilang, jika Doni adalah satu-satunya teman Lena yang mengerti kehidupan Lena sebelum dan sesudah ditinggal oleh orang tuanya.

"Terimakasih," balas Lena.

Keduanya menyantap makanan yang sudah dibawa oleh Doni. Ditengah-tengah kegiatan mereka saat ini, Doni memperlambat kunyahannya, dia memperhatikan gadis yang baru saja menyuapkan makanannya ke dalam mulut. Sorot tatap Doni tak serta-merta hanya tatapan biasa, melainkan tatapan teduh. Sesuatu baru saja terlintas dikepalanya, saat memperhatikan Lena.

Barulah Doni berbicara ketika mulutnya sudah bersih akan makanan yang dia makan. Menarik nafas, sebelum memanggil Lena.

"Len," panggilnya, pun yang dipanggil pun juga menoleh. "Sesekali kau harus menggunakan uangmu untuk menyenangkan dirimu sendiri. Jangan memaksakan diri hanya untuk menabung dan menyisakan satu lembar uang dalam dompetmu," tutur Doni.

"Jika tidak begitu, aku tidak akan bisa membayar kuliahku," balas Lena.

Doni menumpu kepalanya menggunakan kepalan tangan kanannya. Dia masih tidak menyangka jika Lena akan menjawab seperti itu, padahal bisa dibilang tinggal beberapa semester lagi mereka bisa lulus. Saran sebelumnya saja terabaikan, sudah pasti yang barusan ini juga bernasib sama.