webnovel

Penjaga Sang Dewi

WARNING FOR 21+ Siapa yang mau dituduh sebagai pria gay padahal kenyataannya ia memiliki seorang pacar wanita? Itulah yang dialami oleh Alrescha June Winthrop Harristian, seorang pemilik label rekaman dan perusahaan entertainment ternama, Skylar Labels. Oleh karena itu, ia membayar seorang wanita untuk kencan semalam demi membuktikan pada teman-temannya jika dia adalah pria normal. Sampai di tengah kencan, Rei sadar jika gadis yang bersamanya sebenarnya bukan gadis panggilan. Rasa bersalah membuatnya mencoba mencari untuk meminta maaf pada gadis tersebut, namun gadis itu menghilang. Rei terpaksa meminta bantuan asisten pribadi barunya, Axel Clarkson untuk ikut mencari gadis itu. Masalahnya, Rei perlahan malah mulai merasakan suka pada asistennya tersebut. Apakah Rei sebenarnya memang seorang gay? Atau ia hanya terjebak pada perasaan masa lalu dengan cinta pertamanya saat remaja? "Aku rasa ... aku jatuh cinta padamu, Axel!" ujar Rei makin mendekat dan Axel makin mundur ke belakang sampai ia terjebak diantara Rei dan lemari buku. "Pak ..." "Kita bisa menjalin hubungan yang rahasia!" Axel melebarkan matanya dengan bibir terbuka terkejut. (cerita ini merupakan salah satu sekuel dari The Seven Wolves) follow my IG: @nandastrand, FB: @NandaStrand

Andromeda_Venus · Urban
Not enough ratings
447 Chs

My Dark World

Rei mendengus kesal dan tak habis pikir dengan gosip aneh yang melandanya kini. Jika ia melihat pada sampul majalah itu lagi, ia mulai sakit hati.

"Mereka nuduh lo gay lagi?" tanya Ares yang tengah meneleponnya.

"Apa lagi!" sahut Rei dengan ketus dan kesal. Tapi bukannya ikut sedih, sahabatnya itu malah tertawa keras.

"Kenapa lo malah ketawa? Lo seneng liat gue susah!" sembur Rei makin kesal mendengar suara tertawaan Ares yang makin keras.

"Rei ... Rei ... lo tu kayak bukan orang Entertainment aja. Lo tau kan kalo dunia hiburan itu isinya gosip ama bullshit? Mereka hidup dari bikin gosip."

"Tapi bukan berarti, mereka bisa seenaknya ngatain gue gay!" balas Rei tak mau kalah sengit.

"Itu salah lo sendiri, siapa suruh lo gak tunjukin siapa cewek lo!" Rei jadi terdiam dengan perdebatannya dengan Ares. Ini tak akan pernah berhasil.

"Gue gak mau karir Christina rusak. Reputasi dia sedang gak bagus belakangan setelah perkelahian di klub waktu itu!" Ares malah mendengus mengejek tiap kali ia mendengar nama Christina disebut Rei.

"Gue heran sama lo. Lo tu ganteng ... banget malah. Masa cowok sekelas lo milih cewek murahan kayak gitu jadi pacar? Yang ada bukan reputasi dia yang rusak tapi reputasi lo yang hancur!" tukas Ares lagi. Ares memang selalu bicara tanpa perasaan sama sekali. Ia memang jelas-jelas tak menyukai Christina. Baginya Christina tak beda dari wanita penghibur di klub malam. Wanita itu hanya sedang memanfaatkan Rei sebagai produser dan pemilik label rekaman agar kariernya terus berada di atas.

"Setidaknya dia bisa ngelayanin gue dengan baik!" Ares tertawa lagi.

"Kalo lo mau cari cewek buat lo tidurin, lo simpan aja cewek di mansion lo. Gampang!"

"Udah deh gue males berdebat soal itu!"

"Trus, ngapain lo di Boston?"

"Ada audisi di sini. Gue mau datang buat liat!"

"Alesan, lu mau ketemu Christina kan? Gue tau dia jadi juri!" sahut Ares lagi.

"Emangnya lu nonton TV?"

"Cewek yang gue tidurin semalam nonton TV, jadi gue ikutin!"

"Siapa namanya?" Ares tampak diam dan berpikir. Sementara Rei sudah menyengir kemenangan.

"Entahlah, gue gak ingat!" Rei sontak mendengus mengejek. Entah sudah berapa banyak gadis yang mampir menghangatkan ranjang Ares selama ini, ia bahkan sampai tak hafal nama mereka.

"Oh ya, Rei. Bokap gue suruh nanya soal Om Joona sama Tante Claire. Gue gak berani sama Nyokap lo, takut dia marah!" Rei mendengus keras lagi dan tak menjawab.

"Lu ngomong kek sama dia. Ajak dia pulang!" sambung Ares lagi.

"Ah, bodo amat. Gue uda gak peduli!" sahut Rei dengan kesalnya.

"Sekarang dia dimana?"

"Mabok kali, gue uda males ngasih tau atau nolongin dia terus. Kemaren dia bahkan sampai dikeroyok orang di jalan gara-gara gak bayar minuman. Dia gak sadar uda ngerusak reputasinya sendiri dan gue." Ares masih diam mendengarkan Rei mengeluarkan seluruh omelan soal Ayahnya, Arjoona.

"Seorang Arjoona Harristian uda gak sanggup lagi bayar vodka, apa gak salah! Lebih baik mereka cerai aja deh, gue uda capek ma kelakuan dia yang gak berubah!" sambung Rei makin kesal.

"Jangan gitu. Dia kan jadi begitu gara-gara kejadian sama Uncle Shawn." Rei mendengus kesal dan tak mau menjawab lagi. Ia memilih untuk mengakhiri panggilan itu.

"Ntar gue telepon lagi ya, Res. Gue sedang ga mau ngomongin soal itu."

"Ya udah, ntar pas lo pulang aja kita ngobrol lagi. See ya, Bro. Hati-hati cewek lo selingkuh! Hehehe!" Rei terkekeh kecil dan menutup panggilan itu dan separuh melempar ponsel ke atas meja kopi di depannya. Rei menghela napas sambil memandang kolam renang pribadi di kamar presidensial suite yang diperuntukkan untuknya.

Rei sadar jika ia sudah banyak berubah. Dulu ia kira, ia akan jadi seorang ilmuwan atau astronaut karena kesukaannya pada antariksa dan ingin langsung melihat bintang-bintang dari dekat. Tapi kini kehidupan membawanya sebagai pencetak bintang-bintang hiburan yang mendunia.

Rei merelakan impian lamanya, setelah yang terjadi delapan tahun yang lalu saat ayahnya kehilangan lagi salah satu sahabatnya, saat itu itulah semua berubah. Rei sebagai anak tertua harus mengambil tugas Ayahnya mengurus perusahaan padahal ia sedang kuliah.

Setelah itu badai mulai menerpa keluarganya. Ayahnya yang hangat dan begitu mencintai keluarga berubah jadi seorang pemabuk yang tak peduli pada apa pun. Arjoona bahkan pernah menghancurkan seisi rumah saat ia marah.

Anak-anak mereka, Rei, Venus dan Chloe sempat keluar dari rumah karena tak tahan dengan ayah mereka yang pemabuk. Salah satu Paman yang paling mereka hormati, Jayden Lin, bahkan tak sanggup lagi menghadapi ayah mereka. Akhirnya ayah mereka sekarang tinggal di apartemen kecil di pinggiran New York sambil mengurus perceraian dengan ibu mereka, Claire Winthrop.

Rei bahkan tak peduli lagi saat sang ibu memutuskan untuk bercerai dan kini memiliki kekasih baru. Meski sebenarnya Rei masih berharap sang ayah bisa berubah dan semuanya kembali normal.

Bosan dengan keadaannya, Rei memilih bangun setelah direktur teknis memberikannya laporan. Ia keluar ingin melihat audisi langsung calon bintang masa depan dunia tarik suara.

"Aku takut sekali, bagaimana jika suaraku tidak keluar?" tanya Honey duduk di salah satu bangku bersama Angelica di ruang tunggu. Honey tampak gugup meski ia sudah mempersiapkan segalanya.

"Jangan gugup nanti kamu tidak bisa bernyanyi." Honey jadi menunduk pada ucapan Angelica.

"Begini saja, anggap saja kamu bernyanyi di depan kaca dan tak ada siapa pun!" sambungnya lagi memberi semangat pada sahabatnya itu. Honey pun mengangguk dengan mantap dan senyuman. Ia menarik satu napas panjang dan siap untuk menjalani putaran pertama sebelum ia dinilai oleh juri dan lolos audisi.

Babak pertama adalah seleksi umum dimana semua peserta diminta satu persatu bernyanyi untuk didengar dasar nada suaranya. Jika lolos mereka akan masuk ke dalam sebuah ruangan dan bernyanyi di depan juri yang terdiri dari penyanyi-penyanyi ternama serta produser musik. Dan di sanalah penentuannya, apakah mereka lolos audisi atau tidak.

Ketika tiba giliran Honey, ia pun bernyanyi di depan satu orang panitia seleksi. Suara merdu tanpa iringan musik milik Honey Clarkson sempat memukau beberapa orang. Saat Rei masuk ke dalam ruangan itu dan belum sempat dikenali, sayup-sayup ia mendengar suara emas Honey

"I'll be good for you, I ain't gonna take my love away. And I will love you more, boy, everyday ..."

Suara Honey yang lembut namun bernuansa RnB sempat membuat Rei berpaling mencoba melihat. Namun begitu ia memicingkan mata, direktur teknis menghampiri dan menunjukkan ke mana dirinya harus berada. Rei pun mengikuti direktur itu dan mengindahkan Honey yang akhirnya lolos tahap pertama.

Dari tempatnya, Charlotte Harper bisa mendengar tepukan tangan dari peserta lain untuk Honey yang malu-malu berhasil melalui tahap pertamanya dengan baik. Charlotte juga ikut lolos dan siap untuk bersaing dengan Honey. Masalahnya ia merasa tak percaya diri dengan kemampuannya ditambah rasa iri pada Honey yang tak pernah hilang.

"Dia tidak boleh lolos!" gumam Charlotte menatap kesal pada Honey yang sedang berjingkrak senang karena menjadi peserta audisi.