webnovel

Mimpi Manis

Waktu hampir menunjukkan jam lima sore, seperti yang lain Rhein mulai berkemas untuk pulang. Sebenarnya Rhein ingin segera sampai di rumah hari ini karena dia merasa sangat lelah tapi setengah jam yang lalu Keenan telah menelponnya untuk memintanya menunggu. Dia merasa lelah dengan tatapan sinis teman-temannya, lelah dengan tingkah Surya dan makian Meta yang tertuju padanya. Sampai saat ini Meta masih menganggap Rhein adalah istri kedua suaminya dan Keenan adalah pengantin pengganti Surya. Lucu sekali! Sayangnya saat ini dia tak mungkin mengatakan kalau suaminya adalah Keenan Adi Wijaya dan bukan dan dia bukanlah sekedar pengantin pengganti seperti yang dituduhkan Meta.

Dengan gontai Rhein berjalan menuju lift, sore ini suasana kantor sudah mulai lengang. Untungnya Surya dan Meta sudah pulang sejak jam tiga tadi jadi dia tak perlu kuatir akan bertemu pasangan itu. Begitu keluar dari Lift, telepon Rhein bergetar, ternyata Keenan sudah menunggunya di depan gedung kantornya, dia bahkan menjemput Rhein di pintu keluar gedung dan langsung memeluknya saat Rhein sampai di sana. Seandainya ada cermin Rhein pasti bisa melihat pipinya yang memerah karena perlakuan Keenan kepadanya, mereka kemudian berjalan menuju mobil Keenan dengan tangan Keenan yang memeluk pinggangnya.

Rhein merasa hangat dengan perlakuan Keenan tapi sisi lain hatinya merasa takut. Ya dia takut akan menjadi terbiasa dengan semua perlakuan manis dari Keenan hingga nanti dia akan merasa berat untuk meninggalkannya. Rhein menganggap semua perlakuan manis Keenan padanya adalah mimpi, sebuah mimpi yang manis.

Keenan membukakan pintu penumpang untuk Rhein kemudian memutari mobilnya menuju kursi di sebelah Rhein kemudian menghidupkan mesinnya.

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Keenan saat melihat wajah lelah Rhein.

"Tak ada," Dalam hati Rhein bertanya apakah Keenan bisa merasakan kesedihan di hatinya, apakah kesedihan itu tampak nyata di wajahnya.

"Bukankah kamu sudah berjanji untuk selalu mengatakan semuanya kepadaku?" Sambil menjalankan mobilnya Keenan mengangkat tangan kirinya untuk mengelus kepala Rhein membuat Rhein menoleh menatap wajah Keenan yang tengah serius memandang jalanan di depannya, ada senyum yang tercetak di bibirnya membuatnya terlihat sangat manis.

Rhein sedang mempertimbangkan untuk menyampaikan masalahnya atau tidak ketika Keenan menoleh dan tatapan mereka bertemu, Rhein segera saja merasakan pipinya panas dan darahnya berdesir. dia segera menunduk menghindari tatapan Keenan yang mempesonanya.

"Katakan saja, aku akan mendengarkan semua yang kamu katakan." kini tangan kiri Keenan telah berpindah ke pipi Rhein dan mengusapnya dengan lembut.

Rhein merasa dadanya meledak dengan perlakuan Keenan itu, membuatnya putus asa. Rhein memegang tangan Keenan agar berhenti mengusap pipinya, dia berusaha bernafas sangat pelan agar Keenan tidak mendengar debaran dadanya.

"Jangan ge-er, Rhein. Mungkin saja Keenan bersikap seperti ini pada semua wanitanya." Rhein memperingati dirinya dalam hati. Bukankah wajar seorang CEO mempunyai affair dengan banyak wanita seperti yang biasa dibacanya di dalam novel? Rhein benar-benar bingung karena sikap Keenan yang membuatnya menjadi menjadi plinplan.

Dulu ketika menjalin kasih dengan Surya, Rhein memberi syarat untuk tidak melakukan kontak fisik sebelum mereka menikah dan Surya setuju meski mereka mereka sempat berciuman dua atau tiga kali. Dengan Keenan, Rhein tak tahu harus bagaimana, toh mereka sudah menikah dan dia juga suka bahkan terkadang merindukan sentuhan Keenan.

"Ada masalah apa,tadi.. " Keenan ternyata masih menunggunya bercerita.

Rhein menatap Keenan, cukup lama sebelum akhirnya berkata, "Bukan masalah sebenarnya, hanya saja aku sedang mempertimbangkan untuk pindah tempat kerja,"

"Kenapa ingin pindah? Ada masalah apa?" Keenan meremas tangan Rhein yang ada dalam genggamannya.

Rhein menikmati sentuhan Keenan di jemarinya, merasakan sengatan listrik yang mengaliri tubuhnya.

"Aku... ah.. perusahaan tempatku bekerja itu milik Surya."

"Surya? Si brengsek yang secara tidak langsung menyerahkahmu padaku? Sepertinya aku harus berterimakasih padanya," Keenan tertawa.

"Ih, jangan bercanda," Rhein mengerucutkan bibirnya membuat Keenan merasa gemas.

"Kenapa kalau Surya pemiliknya? Kamu kan bisa bersikap profesional?" Goda Keenan, ada seringai di wajahnya.

"Ya, sudah!" Rhein makin cemberut,

"Kenapa tidak di rumah saja?"

Rein menatap Keenan. Di rumah saja?

"Aku belum berfikir untuk berhenti bekerja," sungut Rhein membuat Keenan tertawa.

***

AlanyLove

Next chapter