15 Maaf untuk Menciummu

Rhein menghabiskan sisa harinya di kntor dengan mengerjakan tugasnya membuat desain cover untuk beberapa novel yang hendak diterbitkan, Rhein terlihat begitu serius di depan komputernya dan tak menggubris Nena yang dari tadi menggodanya hingga Nena akhirnya diam sendiri karena tak ditanggapi Rhein. Gadis itu juga tak memperdulikan Surya yang beberapa kali mondar-mandir di depannya.

"Kamu pulang naik apa, Rhein?" tanya Nena sambil menatap jam di dinding.

"Taksi," jawab Rhein, dia melihat jam di tangannya, gak terasa ternyata setengah jam lagi jam kantor berakhir. Dia segera menyimpan pekerjaannya sebelum mematikan komputer, kemudian mulai berkemas.

"Dia gak menjemputmu?"

"Dia?"

"Suami kamu? Huh! Kamu pura-pura atau gimana?" ejek Nena.

"Tadi sih bilang mau menjemput tapi gak tahu karena tadi aku menolaknya,"

"Palingan Rhein malu kalau kita lihat suami dia," gadis yang tadi berbicara di toilet, Yulia menanggapi perkataan Mumut sambil tertawa sinis.

"Iya, aku takut kalian kaget karena dia tak seperti ekspektasi kalian?" jawab Rhein sambil tersenyum. Rhein tak bisa membayangkan bagaimana reaksi mereka kalau tahu siapa suaminya. Nena pasti akan berteriak keras-keras atau bahkan speechless saat mengetahui Keenan suaminya adalah Keenan Adi Wijaya yang sering diceritakannya. Dan Yulia yang dari tadi sinis kepadanya bisa jadi akan selalu berusaha menjilatnya. Rhein tak akan keberatan teman-temannya tahu kalau dia istri Keenan, masalahnya dia hanya sementara sementara menjadi istri Keenan dan dia tak ingin mereka mengejeknya setelah dia tak lagi menjadi istri Keenan.

Rhein sudah hampir berdiri untuk untuk pergi dengan Nena saat Surya mendekatinya.

"Rhein, kumohon... kita harus bicara!" kata Surya membuat Rhein dengan wajah lelah, dia segera memberi tanda pada Nena dan Yulia agar meninggalkan Rhein dengannya.

Kedua wanita itu segera meninggalkan Rhein di kubikelnya dengan Surya yang berdiri di sebelah kursinya. Surya segera duduk kursi Nena dan menggesernya ke sebelah Rhein. Suasana di sekitar mereka sudah sepi hanya ada mereka berdua,

"Tidak ada yang perlu di bicarakan saat ini," kata Rhein dingin, dia segera meraih tasnya dan berdiri dari duduknya Surya segera menangkap tangannya dan menahannya.

Rhein menghela nafas lega karena dia tidak jatuh di pangkuan Surya meski lelaki itu menginginkannya karena tadi Rhein sempat meraih satu sisi kubikelnya sehingga meski terhuyung dia masih dalam posisi berdiri.

"Mengapa kamu begitu berubah sekarang?" kata Surya getir.

"Ya, semuanya memang harus berubah, kita bukan siapa-siapa lagi sekarang." Rhein segera melangkahkan kakinya dan berjalan keluar dari ruangan itu, dia segera menuju ke arah lift.

Surya yang baru menyadari kalau Rhein sudah pergi segera membuntuti Rhein dan mengikuti masuk lift. Di dalam lift Rhein berdiri sejauh mungkin dari Surya membuat pria itu semakin geram, dia baru saja hendak mendekat ke arah Rhein ketika pintu terbuka dan beberapa orang masuk ke dalam lift mendesak mereka dan membuatnya tak bisa mendekati Rhein. Meski terdesak ke sudut lift Rhein merasa lega karena tak harus berdua saja menuju lantai dasar. Entahlah, saat ini dia masih merasa jengkel dengan Surya, dia merasa sakit hati dibohongi oleh laki-laki yang pernah dicintainya.

Ting!

Rhein mendesak kerumunan agar bisa segera keluar dari lift saat mereka sampai di lantai dasar agar dia terbebas dari Surya tapi rupanya tindakannya percuma karena kerumunan itu tak bisa , ditembusnya, mereka bahkan memarahi Rhein karena telah mendorong mereka. Akhirnya Rhein hanya bisa pasrah saat Surya menjajari langkahnya.

"Aku antar pulang," kata Surya sambil meraih tangan Rhein dan menggenggamnya, dulu Rhein paling suka kalau Surya menggandengnya sepanjang jalan seperti ini meski Surya hanya akan melakukannya ketika mereka hanya berdua.

"Lepas!" kata Rhein sambil menghentakkan tangannya dan berharap pegangan Surya segera lepas tapi lelaki itu semakin erat menggenggamnya membuat Rhein merasa gugup.

"Aku tahu kamu sangat suka kalau aku menggandengmu seperti ini," Surya tersenyum, meski geram dia mencoba tetap bersabar dengan Rhein.

"Tolong lepas, Ya, aku tak mau kalau istri kamu melihatnya, dia pasti akan salah paham!" desis Rhein sambil berusaha melepaskan tangannya.

"Berarti kalau dia tak melihat aman, kan? Tenang saja dia sedang di luar kota sekarang!" Surya tersenyum miring, dia semakin mengeratkan membuat genggamannya di tangan Rhein membuat Rhein meringis menahan sakit.

"Aku sangat merindukanmu, Rhein! Kamu jangan menghindar dariku!" suara Surya parau.

Rhein hanya diam, kini dia merasa sangat benci pada laki-laki itu dan ingin pergi jauh darinya. Kalau saja dia tidak bekerja di kantor Surya hal itu pasti akan mudah baginya. Surya membawanya ke tempat mobilnya di parkir dan kini mereka telah sampai di sana.

"Rhein," suara Surya terdengar melembut dia sudah membuka pintu mobilnya.

Sebuah mobil berhenti di sebelah mobil Surya dan pintunya terbuka. Rhein segera tercekat meliha siapa yang keluar dari mobil itu, Keenan! Tatapan Keenan langsung terarah pada tangannya yang masih digenggan Surya. Rhein mendesah dalam hati dan berharap Keenan tidak salah paham. Surya sendiri tampak terpana melihat Keenan, dia tak percaya Keenan menjemput Rhein. Merasa genggaman Surya mengendor, Rhein segera melepaskan tangannya dan berlari ke arah Keenan.

"Aku sudah menyuruhmu menungguku, kenapa sudah samapai di sini?" tanya Keenan dengan dingin, membuat Rhein menundukkan wajahnya.

"Maaf..." hanya itu yang terucap dari mulut Rhein, dia memberanikan diri memeluk lengan kanan Keenan,

"Apakah dia mengganggumu?" Keenan melepas lengannya yang dipegang Rhein dan berpindah memeluk bahu Rhein.

"Tidak, mari kita pulang." kata Rhein sambil mencium pipi Keenan, membuat kedua laki-laki itu terkejut dengan ekspresi berbeda. Ya, Keenan tampak tersenyum senang sedang Surya ampak semakin geram.

"Oke, mari kita pulang!" Keenan melempar tatapan membunuh kepada Surya sebelum membalas ciuman Rhein dengan sebuah kecupan ringan di bibir Rhein membuat gadis itu merasa seluruh tubuhnya menggigil.

Keenan segera membimbing Rhein ke kursi penumpang dan membantunya duduk di sana dia kemudian memutari mobilnya dan duduk di samping Rhein, ditatapnya Rhein yang tertunduk malu karena telah menciumnya tadi, senyum tampak menghias pipinya. Keenan segera mengulurkan tangannya menyentuh kepala Rhein dan mengusap-ngusapnya dengan penuh sayang.

"Maaf.." ucap Rhein irih.

"Untuk apa?" goda Keenan.

Laki-laki dapat melihat pipi Rhein yang memerah dan tangannya yang gelisah meremas ujung kemejanya, terlihat sangat lucu dan menggemaskan!

"Men...ciumu," suara Rhein nyaris tak terdengar.

"Aku tidak keberatan kamu menciumku! bahkan lebih dari sekedar mencium," Keenan terkekeh. sebenarnya Keenan juga heran kenapa dia selalu ingin menyentuh gadis di sebelahnya.

"Uh, maunya!"

Keenan kembali tertawa melihat wajah tersipu Rhein dan mengusap kepala Rhein lalu mencium puncak kepala sang istri kemudian Keenan menjalankan mobilnya meninggalkan Surya dan tampak galau di sana sendirian. Melihat kemesraan yang diperlihatkan kedua insan itu, Surya merasa kemarahannya memuncak, ditendangnya ban mobilnya saat mobil yang dikendarai Keenan melaju dari depan matanya.

***

avataravatar
Next chapter