webnovel

Pendekar Lembah Damai

Suro terdiam dibalik tubuh kaku Ki Ronggo, satu-satunya jalan supaya nyawanya bisa bertahan lebih lama adalah dengan diam tidak bergerak. Padahal ia berharap bisa mellihat wajah dan mengingat para penyerangnya, hingga kelak jika ia masih hidup dan berumur panjang, akan menuntut balas atas semua yang terjadi malam itu. “Kang Wulung!” seru satu suara lainnya, “Apa tindakan selanjutnya?” Sejenak tak ada suara, hanya langkah-langkah kaki yang berderap kesana kemari. “Anak-anak! Bakar tempat ini!!!” perintah dari orang yang dipanggil dengan sebutan Kang Wulung, yang disahut dengan suara gemuruh banyak orang. Tak lama, suasana malam menjadi terang benderang dengan cahaya merah, Suro terdiam dibalik tubuh kaku Ki Ronggo, satu-satunya jalan supaya nyawanya bisa bertahan lebih lama adalah dengan diam tidak bergerak. Padahal ia berharap bisa mellihat wajah dan mengingat para penyerangnya, hingga kelak jika ia masih hidup dan berumur panjang, akan menuntut balas atas semua yang terjadi malam itu. Perjalanan seorang remaja, hingga dewasa di negeri yang jauh dari tempat kelahirannya. Takdir memaksanya menjalani hidup dalam biara Shaolin. Suatu saat ketika ia akan pulang ke kampung halamannya, ia harus bisa mengalahkan gurunya sendiri dalam sebuah pertarungan.

Deddy_Eko_Wahyudi · Action
Not enough ratings
112 Chs

Serangan Gelap

Malam hari...

Suro tiba-tiba terbatuk dan mengeluarkan darah segar dari mulutnya. Ia merasakan tiba-tiba daerah jantungnya terasa sakit seperti ada sesuatu yang menusuk. Saat itu, dia sedang berkumpul bersama ditempat biasa mereka duduk.

Tentu saja mereka terkejut, melihat Suro yang semula dalam keadaan sehat tiba-tiba menampakkan kondisi yang tidak terduga

"Ada apa pendekar Luo?" Wan Cai dan lainnya terlihat panik, membantu Suro yang bertumpu dengan kedua tangannya di lantai.

Nafas pemuda itu turun naik dengan bibir mengernyit dan mata menyipit menahan sakit, wajahnya tiba-tiba memucat dan keringat membasahi wajahnya seperti seperti disiram air.

"A-aku...jantungku s-seperti tertusuk..." jawabnya terengah-engah.

Suro berusaha untuk duduk normal dalam keadaan bersila. Tiba-tiba perasaannya menjadi tidak enak dan gelisah. Seperti ada rasa takut yang berlebihan menghantui dirinya.

"Bagaimana?" Xiou Yu bertanya sambil memijat-mijat punggung Suro.

"Wajahmu pucat sekali," kali ini Chien Cou bersuara.

Ia melihat wajah Suro begitu pucat seperti mayat dan melihat pemuda itu seperti ketakutan.

"Entahlah," Suro menjawab dengan terlihat panik, "Aku juga merasa takut berlebihan pada sesuatu."

Baru saja mengatakan kondisi yang ia rasakan, ia terbatuk kembali disusul dengan memuntahkan darah segar.

"Aku akan mengangkatmu ke pembaringan!" Mo Lai berkata, sambil mendekati Suro dan langsung membopong tubuh Suro yang nampak dalam keadaan lemas ke atas pembaringan..

"Astagfirullah," ia berbisik lirih dan mencoba untuk pasrah.

Ia merasa dirinya akan mati. Tetapi kenapa dalam rasa ketakutan?

Tidak seperti biasanya, kapan pun, ia siap jika takdir kematian sudah sampai padanya dan dalam kondisi apapun. Ini aneh, katanya dalam hati.

Kemudian ia ingat ucapan Ki Ronggo, bahwa rasa takut adalah tiupan dari syetan, maka berlindunglah pada Allah dari rasa takut, berserah dirilah pada Nya!

"Ya Allah, Engkau tahu bahwa aku hanya takut pada Mu ketika berbuat dosa, jikalau memang ini datang akibat kesalahanku, maka ampunilah aku," katanya berbisik dengan suara yang hanya ia sendiri yang mendengar.

Matanya terpejam, bibirnya terus-menerus membaca istigfar memohon ampunan dengan sungguh-sungguh.

Sesuatu yang aneh pun terjadi. Disaat matanya terpejam, ia seperti melihat sesuatu dalam hitungan secepat kilat. Ada sebilah pisau menancap persis di daerah ia merasakan tusukan. Namun setelah itu, pandangannya kembali melihat kegelapan.

"Apa itu?" tanyanya pada diri sendiri, namun ia tak sadar kalau suaranya juga terdengar oleh yang ada didalam gua itu.

"Kenapa pendekar Luo? Ada apa?" Suara ribut dan panik dari gerombolan Srigala Merah terdengar di sisi pembaringan.

Dalam keadaan mata masih terpejam, ia mengatakan, "Aku seperti melihat... ada sebilah pisau menusuk daerah jantungku!"

Mendengar kalimat Suro, mereka semua menjadi terkejut sambil memandangi daerah tubuh yang disebutkan oleh pemuda itu.

Mo Lai yang terdekat dengan tubuh Suro langsung memegang daerah jantung, menelusurinya beberapa kali dan tak menemukan apa-apa.

"Aku tak merasakan ada pisau atau sesuatu yang lain," katanya kemudian memberi informasi.

Tiba-tiba Xiou Yu berkata keras dan spontan, "Aku tahu!"

Mereka kembali terkejut kesekian kalinya. Pandangan langsung terfokus dan menunggu apa yang akan dikatakan oleh Xiou Yu.

"Jangan-jangan, pendekar Luo kena tenung!"

"Apa!!??" mereka spontan berseru.

Suro pun terlihat kaget begitu Xiou Yu menyebutkan kata itu.

Sebenarnya ia sudah mengenal yang namanya tenung atau sihir dinegerinya, tetapi ia tidak tahu kalau di negeri ia berada saat ini juga ada istilah tenung.

Ia sedikit membuka mata menatap ke arah orang-orang yang sedang mengelilinginya dan mengangguk dengan anggukan pelan dan lemah.

"Sepertinya memang demikian..." ucapnya lemah.

Setelah mengatakan itu, ia kembali memejamkan mata. Sekejap dan secepat kilat, gambaran pisau yang menancap dijantungnya terlihat kembali dan kemudian gelap, membuatnya semakin yakin, bahwa ia memang terkena sihir.

Ia kembali berdzikir memohon perlindungan dan petunjuk dalam keadaan pasrah. Ia tak tahu bagaimana menghadapi sihir, yang ia tahu hanyalah berdoa agar terhindar dari gangguan sihir. Istigfar dan ingatan pada tuhan perlahan-lahan mengikis ketakutan yang tadi menyelubungi hatinya.

Tangannya tiba-tiba bergerak tanpa ia kehendaki, berputar beberapa kali di daerah jantungnya, membuat gerakan memegang sesuatu dan kemudian membuat gerakan seperti mencabut.

Tiba-tiba, Suro merasakan sebuah kebebasan ketika tangannya melakukan sebuah tarikan mencabut sesuatu yang tak terlihat. Rasa sakit yang menusuk tahu-tahu menghilang begtu saja. Perlahan ia membuka mata dan melihat tangannya seperti menggenggam sesuatu yang kosong.

"Apa yang terjadi, pendekar Luo? Apa kau baik-baik saja?" mereka bertanya panik dan ingin mendengar jawaban dari Suro.

Suro tak langsung menjawab, namun menarik nafasnya beberapa kali dengan bibir bergerak-gerak mengucapkan rasa syukur berulang-ulang. Wajahnya yang semula pucat berangsur-angsur kembali segar.

Tubuhnya terasa ringan seperti sedia kala, maka ia mencoba bangkit dan mengambil posisi duduk ditepi pembaringan.

"Aku melihat sebilah pisau menancap dijantungku," ia mengulanginya lagi. Kali ini ia mengatakannya dengan yakin bahwa ia memang melihat sebuah pisau.

***

Ma Han terlonjak dari duduknya, mengakibatkan Chen Lian terperanjat. Gumpalan kain yang dibentuk seperti boneka manusia berukuran setinggi lengan orang dewasa itu terbakar dan mengeluarkan api serta asap hitam ditangannya, lalu buru-buru ia melemparkannya ke lantai bersama sebuah pisau yang semula menancap pada boneka itu hingga menimbulkan suara benturan besi dengan lantai.

Muka Ma Han nampak berkeringat dan pucat, matanya terbelalak dengan bibir bergetar. Kepalanya menggeleng-geleng tak percaya melihat bonekanya habis dilalap api, dan pisau belati yang ia gunakan untuk menusuk boneka juga berubah warna menjadi hitam dan hangus mengeluarkan asap karena panas.

"A-apa...a-apa yang terjadi?" Chen Lian terlihat penasaran, matanya tak lepas memandang Ma Han yang dalam kondisi shock.

Ma Han lalu menatap Chen Lian dengan matanya yang gelap, "Dari mana anak ini berasal?"

Chen Lian langsung menampakkan raut wajah yang heran mendengar pertanyaan lelaki penyihir itu, apakah telah terjadi sesuatu yang membuat Ma Han menanyakan asal Suro, ia membatin.

"Menurut informasi, ia berasal dari seberang lautan yang disebut Jawa," Chen Lian menjawab, ketika ia hendak mempertanyakannya kembali, lelaki itu melihat Ma Han dalam kondisi yang tidak bisa menerima pertanyaan.

Dahi Ma Han yang berkeringat nampak berkerut, terdiam seperti sedang berfikir.

Chen Lian bisa menebak kalau telah terjadi sesuatu pada serangan sihir yang dilakukannya terhadap Suro. Melihat kondisi boneka sihirnya yang habis terbakar dan pisau belati yang digunakan untuk menusuk juga dalam kondisi hangus dan berasap, mungkin saja Ma Han gagal dan mendapat serangan balik.

"Ada apa dengan seranganmu?" Chen Lian melanjutkan dengan menngajukan pertanyaan, "...dan mengapa boneka ini bisa terbakar?"

Ma Han terlihat belum mau menjawab pertanyaan Chen Lian, karena sedang tenggelam dalam fikirannya.

Tak lama kemudian, ia buru-buru duduk bersemedi kembali, memejamkan mata, mengosongkan fikiran sambil bibirnya mengucapkan kalimat-kalimat mantera, lalu jiwanya melayang lepas dari raga seperti ilmu sakti Meraga Sukma menuju ke suatu tempat di mana ada keterikatan energi dari darah Suro.

Jiwanya langsung melihat Suro di dalam sebuah gua bersama lima orang lelaki yang mengelilinginya. Ia bingung melihat keadaan pemuda itu dalam keadaan sehat, dan membuatnya ragu kalau tenungnya tidak mencapai sasaran. Tetapi, melihat bekas darah yang tumpah membasahi pakaian Suro yang berwarna putih menunjukkan kalau serangan tenungnya tadi sempat berhasil melukai pemuda itu.

Ketika ia mencoba lebih dekat, pemuda itu seperti dapat merasakan tanda-tanda keberadaannya, dan itu membuatnya terkejut dan berfikir kalau Suro memiliki tenaga batin yang sangat kuat. Sampai suatu ketika, secara tiba-tiba sebuah energi besar seperti melemparkan jiwanya kembali masuk ke raganya yang sedang dalam posisi bersemedi dihadapan Chen Lian.

Brak!

Jiwanya seolah dihempas memasuki raga, lalu raganya terhenyak dari semedi menghantam dinding kayu dibelakangnya.

***

"Wah," Xiou Yu kembali berseru kaget, kali ini wajahnya yang memucat dan nampak ketakutan, "Jangan-jangan itu perbuatan si Mata Iblis, Ma Han!"

"Ma Han?" spontan orang-orang sama berseru kaget menyebut nama itu.

Tiba-tiba Suro seperti orang yang kebingungan, ia merasakan suatu energi yang merangsang kulitnya seperti menebal. Pandangannya lalu berkeliling kesetiap sudut ruangan memastikan tidak ada sesuatu yang mencurigakan. Dirinya merasa sedang diawasi.

"Siapa dia?" Wan Cai bertanya penasaran, "Apakah dia itu seorang penyihir?"

Xiou Yu mengangguk, "Dia adalah seorang penyihir dari Bukit Gelap!"

"Bukit Gelap, bukit yang dikelilingi perbukitan yang lebih tinggi, sehingga sinar matahari tak sampai padanya!" Chen Cou mengatakan sambil menjentikan ibu jarinya seperti mengerti sesuatu.

"Umm!" Xiou Yu mengangguk membenarkan keterangan Chien Cou, "Daerah lembab dan lebih dingin dari bukit lainnya yang konon banyak dihuni oleh mahluk gaib. Tak ada yang berani merambah memasuki hutan di bukit itu kecuali Ma Han sendiri. Bisa dikata, ia adalah penguasa Bukit Gelap!"

"Wuih!" Mo Lai menggeleng-gelengkan kepalanya seperti tak habis fikir. Matanya menatap Suro dengan tatapan kagum, "Sepertinya pendekar Luo sudah menjadi orang yang berbahaya bagi Perwira Chou, sampai-sampai meminta bantuan tukang sihir untuk mengalahkanmu."

Suro tak menanggapi kalimat Mo Lai yang seperti menyanjungnya. Ia malah menjadi khawatir mendapat musuh baru.

Xiou Yu nampak berjalan mondar-mandir sambil memainkan jari-jarinya, dahinya berkerut sedang memikirkan sesuatu.

"Tak ada yang bisa melawan kekuatan penyihir itu apabila dia sudah melakukan serangan. Tetapi hari ini aku melilhat sendiri, bagaimana pendekar Luo memusnahkan serangannya dengan begitu mudah," katanya seperti heran sekaligus takjub, "Anda pasti juga mempunyai ilmu sihir yang tinggi!"

Mendengar perkataan Xiou Yu yang langsung menusuk membuat Suro terhenyak kaget, matanya menyipit menatap Xiou Yu. Tak lama kemudian bibirnya mengangkat senyum dan disusul dengan suara tawa kecil.

"Aku tak punya ilmu sihir," jawabnya membantah, "Agamaku sangat melarang mempelajari ilmu sihir, dan hukumannya adalah neraka!"

Xiou Yu langsung menatap Suro penasaran. Ia masih belum bisa mempercayai ucapan Suro.

"Bagaimana bisa?" tanyanya.

Suro menarik nafas panjang dan membuangnya. Ia merasakan kelegaan maksimal, pertanda dirinya sudah terbebas dari serangan sihir. Lalu ia menjelaskan kepada semua yang ada disitu.

"Jelas saja. Sihir itu memanfaatkan kekuatan atau bantuan dari jin, dan jin adalah salah satu mahluk yang diciptakan. Di alam semesta ini tak ada kekuatan mahluk apapun yang diciptakan lebih besar dari kekuatan tuhan, sang Pencipta," Suro berusaha menjelaskan dengan kalimat praktis agar mudah difahami.

Mereka seperti tertarik mendengar penjelasan Suro. Yang jelas, mereka sangat ingin mendengarkan penjelasan tentang bagaimana memusnahkan kekuatan sihir jahat.

"Manusia pada dasarnya terdiri dari jiwa dan raga atau jasad, jiwa dan raga dikuasai oleh Ruh ketuhanan. Jin itu hanya terdiri dari jiwa tanpa raga atau jasad. Seseorang dapat memanfatkan jin jika ia bisa merasakan jiwanya sendiri dengan olah batin. Yang sebenarnya terjadi adalah jin menipu mereka seolah mereka menguasai jin, tetapi sebaliknya, jinlah yang menipu mereka."

Mereka saling pandang, tak faham apa yang disampaikan oleh Suro. Pemuda itu tahu, penjelasannya tak membuat mereka puas, karena ia sendiri juga bingung bagaimana memberi pemahaman pada mereka yang tidak mempunyai dasar ilmu mengenai kejiwaan.

Maka, ia memutuskan untuk tak melanjutkan penjelasannya.

***

Chien Lian melihat Ma Han nampak begitu panik dengan nafas turun naik berusaha membetulkan posisi duduknya. Ia memutuskan untuk tidak bertanya terlebih dahulu, menunggu sampai lelaki penyihir itu tenang.

"Anak ini memiliki energi batin yang sangat kuat!" Ma Han berkata sambil mulutnya mendesis seperti menahan geram, "Ada kekuatan besar yang melindunginya."

Chen Lian tertegun, ia mencoba membayangkan bagaimana Ma Han merasakan kekuatan Suro hanya dengan berdiam semedi. Otaknya tak bisa menjangkau yang diceritakan lelaki itu.

"Bukankah ilmu sihirmu selama ini tak ada yang menandinginya?" Chen Lian bertanya, "Bukankah selama ini, setiap orang yang menjadi sasaran ilmu sihirmu tak pernah ada yang selamat?"

Ma Han menatap Chen Lian seperti tersinggung, maka ia berdiri dan mendekati Chen Lian. Jarinya langsung menunjuk bahu lelaki itu.

"Kau bertanya padaku, apakah kau bermaksud mengejek?" Ma Han seperti tak terima. Matanya terlihat mendelik dan membesar.

Buru-buru Chen Lian tersenyum mencoba menenangkan Ma Han yang mulai naik darah, dengan perlahan menurunkan tangan Ma Han yang menunjuk-nunjuk dadanya.

"Hei, tunggu dulu," Chen Lian langsung menyahut, sebelum Ma Han berbuat sesuatu yang buruk padanya, "Anda tahu, aku sangat awam dengan ilmu sihir, bukankah hal yang wajar kalau aku menanyakannya."

Ma Han terlihat kembali tenang mendengar sanggahan Chen Lian. Matanya yang gelap mendelikpun kembali normal, tetapi senyumnya masih menyeringai sambil memutar tubuhnya membelakangi Chen Lian.

"Aku tak tahu anak itu belajar ilmu apa, tetapi aku tak akan menyerah. Ini baru permulaan," katanya dengan yakin.