webnovel

Pendekar Lembah Damai

Suro terdiam dibalik tubuh kaku Ki Ronggo, satu-satunya jalan supaya nyawanya bisa bertahan lebih lama adalah dengan diam tidak bergerak. Padahal ia berharap bisa mellihat wajah dan mengingat para penyerangnya, hingga kelak jika ia masih hidup dan berumur panjang, akan menuntut balas atas semua yang terjadi malam itu. “Kang Wulung!” seru satu suara lainnya, “Apa tindakan selanjutnya?” Sejenak tak ada suara, hanya langkah-langkah kaki yang berderap kesana kemari. “Anak-anak! Bakar tempat ini!!!” perintah dari orang yang dipanggil dengan sebutan Kang Wulung, yang disahut dengan suara gemuruh banyak orang. Tak lama, suasana malam menjadi terang benderang dengan cahaya merah, Suro terdiam dibalik tubuh kaku Ki Ronggo, satu-satunya jalan supaya nyawanya bisa bertahan lebih lama adalah dengan diam tidak bergerak. Padahal ia berharap bisa mellihat wajah dan mengingat para penyerangnya, hingga kelak jika ia masih hidup dan berumur panjang, akan menuntut balas atas semua yang terjadi malam itu. Perjalanan seorang remaja, hingga dewasa di negeri yang jauh dari tempat kelahirannya. Takdir memaksanya menjalani hidup dalam biara Shaolin. Suatu saat ketika ia akan pulang ke kampung halamannya, ia harus bisa mengalahkan gurunya sendiri dalam sebuah pertarungan.

Deddy_Eko_Wahyudi · Action
Not enough ratings
112 Chs

Permainan Sihir

Menyadari Suro tidak ada bersama mereka, Wan Cai langsung berseru mengingatkan rekan-rekannya yang masih sibuk dengan kondisi Xiou Yu.

Buru-buru mereka keluar dari dalam gua, dan mendapati Suro sedang berdiri memandang berkeliling, yang mereka tahu kalau pemuda itu sedang mencari keberadaan Ma Han yang sedang bersembunyi.

Perlahan, gerombolan Serigala Merah melangkah ke depan dengan gerakan hati-hati sambil memperhatikan keadaan sekeliling, khawatir kalau-kalau Ma Han muncul tiba-tiba melakukan serangan.

Malam yang begitu gelap membatasi pandangan mata mereka untuk dapat melihat lebih jauh. Saat itu, mereka mengandalkan penerangan yang berasal dari dalam gua, sehingga untuk melangkah lebih jauh mereka harus ekstra hati-hati.

Benar saja, satu sosok tubuh entah dari mana datangnya muncul persis beberapa langkah dihadapan Suro. Mereka semua bingung, bagaimana Ma Han bisa melewatinya.

Karena kemunculannya yang tiba-tiba, membuat Suro terkejut setengah mati sambil mundur beberapa langkah.

Sosok tubuh itu kini berada ditengah lingkaran Suro dan gerombolan Serigala Merah. Namun begitu, tak ada tanda-tanda bahwa sosok tubuh itu akan bergerak memeriksa keadaannya yang sudah terkepung. Sepertinya ia tak memperdulikan kelompok Serigala Merah.

Setelah mampu menguasai keadaan, Suro baru bisa memperhatikan kalau dihadapannya itu adalah seorang lelaki setengah abad bertudung kain tebal menutupi kepala yang menyatu dengan jubahnya. Di wajahnya juga terdapat goresan panjang melintang dipipi, dengan bibir hitam dan mata yang nyaris juga hitam.

Melihat itu, Suro merasa bergidik seram.

"Anak kecil!" katanya kepada Suro, "Hebat juga kau, ya!"

Suro berusaha untuk bersikap tenang. Ia memperhatikan gerombolan Serigala Merah yang sudah membuat kepungan bersiap untuk melakukan serangan.

"Anda yang bernama Ma Han?" Suro bertanya.

Lelaki itu tersenyum kemudian perlahan tertawa terkekeh.

"Hebat...hebat.... Kau sampai bisa tahu namaku," Ma Han berkata datar. Ia tahu kalau Suro mengetahui namanya dari Siluman Harimau yang ia kirim dan merasuki Xiou Fu.

"Hmm.... Berarti benar," Suro sudah merasa yakin kalau itu memang Ma Han, "Suatu kehormatan buatku untuk membunuh penyihir!"

"Oh?" Ma Han mendelik, kemudian seringai senyumnya menyeruak meremehkan Suro. Aura kegelapan sangat kental melingkupi tubuhnya.

"Di negeriku, apa yang sudah kau lakukan pada rekanku hanyalah mainan anak-anak." Suro berkata datar. Ia memang berniat untuk menyombongkan diri dihadapan orang sombong, apalagi dihadapan penyihir yang ingkar tuhan.

"O ya?" sahutnya. Merasa Suro meremehkannya membuat emosinya sedikit naik.

Tahu-tahu, Xiou Fu keluar dari dalam gua. Ketika melihat Ma Han, wajahnya langsung berubah merah karena marah.

Setelah sadarnya, Wan Cai sempat memberi informasi bahwa dirinya kerasukan Siluman Harimau yang dikirim oleh Ma Han.

Begitu tahu bahwa Ma Han sudah ada dihadapannya, ia langsung menerjang ke arah lelaki penyihir itu dengan menghunuskan pedang.

"Jangan!" Suro berteriak memperingatkan Xiou Fu, tetapi tubuh Xiou Fu sudah terlanjur melewatinya dan hampir mendekati tubh Ma Han.

Ma Han menaikkan sudut bibirnya kembali ketika Xiou Fun menerjangnya. Lelaki penyihir itu hanya memandang ke arah Xiou Fu, dan tiba-tiba tubuh Xiou Fu tidak bisa bergerak sama sekali dengan posisi pedangnya yang terhunus.

Buk!

Tubuhnya limbung jatuh ke tanah seperti kayu yang roboh. Kekuatan mata sihirnya mempengaruhi semua organ geraknya.

Sontak saja keempat rekannya menjadi terkejut, lalu terpancing untuk menyerang bersamaan dengan pedang terhunus.

"Jangan!" untuk kedua kalinya Suro berteriak, tetapi terlambat.

Ma Han kembali melemparkan pandangan ke masing-masing penyerangnya dengan tatapan mata yang sama seperti yang ia lakukan pad Xiou Fu.

Kali ini, hal yang menimpa Xiou Fu pun terjadi. Tubuh mereka langsung mematung dan berjatuhan satu persatu di atas tanah menyusul suara gedebuk tubuh mereka.

Suara tawa terdengar keras keluar dari mulut Ma Han si Mata Iblis. Saking kerasnya, membuat tubuh penyihir itu berguncang-guncang.

"Mereka akan begitu selamanya jika tidak kubebaskan," Ma Han berkata dengan suara berat.

Suro tidak berani gegabah, melihat apa yang terjadi pada gerombolan Serigala Merah membuatnya harus berhati-hati berhadapan dengan Ma Han. Jika sihir pandangan mata itu membuatnya mematung seperti kelima orang Serigala Merah, maka nasibnya akan berakhir saat itu juga.

Ma Han menyadari kalau Suro merasa takut untuk bergerak, maka ia pun melangkah perlahan memperkecil jaraknya dengan Suro. Kemudian langkahnya berhenti ketika sudah berada pada jarak serang.

"Kau takut?" tanyanya sambil tersenyum meremehkan.

Suro hanya mendengus dan bersikap waspada, hatinya terus-menerus berdzikir meminta perlindungan.

Tiba-tiba, Ma Han melakukan gerakan menggertak, membuat Suro terkejut dan langsung memasang kuda-kuda serang.

Tetapi, Ma Han tak juga menyerangnya.

Saat itulah, wajah Ma Han berubah. Betapa tidak, disaat ia menggertak, disaat itu pula sebenarnya ia sudah melancarkan tatapan mata sihirnya. Tetapi, tubuh pemuda itu tidak mematung seperti yang lain yang terjadi pada lawan-lawan sebelumnya, malahan Suro tetap mampu bergerak dan bersiap dengan kuda-kuda serang.

Di lain pihak, Suro masih rupanya tak menyadari kalau Ma Han sebenarnya sudah melancarkan serangan. Maka ia hanya bersikap menunggu.

"Hah!" Ma Han melancarkan serangan kembali dengan gertakannya.

Kali ini, Suro bereaksi dan malah menyerangnya dengan pukulan tangan kanan.

Buk!

Telak, tubuh Ma Han termundur beberapa langkah.

Di akhir langkahnya, tubuh penyihir itu menunduk menahan sakit. Nafasnya terasa terhenti akibat pukulan Suro yang menghantam tubuhnya.

"Oh, sihirnya tak mempan padaku," Suro membatin, dan keheranan dengan tubuhnya yang masih bisa bergerak.

Ma Han mendapati serangan pemuda itu menjadi lebih terkejut lagi. Lalu Ia menatap Suro dengan tatapan heran. Sampai-sampai berfikir kalau Suro memiliki ilmu sihir juga.

Tiba-tiba ia teringat akan ucapan Chen Lian. Ia baru menyadari kalau lelaki itu benar telah memperingatkannya dengan mengatakan kalau Suro itu bukanlah lawan yang enteng.

Ia lalu menegakkan tubuh dan mendengus untuk menutupi rasa malu karena kegagalannya membuat tubuh Suro mematung.

"Bagaimana ini, anak ini rupanya tak bisa diserang dengan ilmu sihir!" Ma Han membatin.

Ia merasa begitu panik. Jika tahu kondisinya bakal begini, ia pasti tak akan menyuruh Chen Lian pergi, dan akan bekerja sama menyerang Suro.

Selama ini, tak ada yang bisa menang melawan ilmu sihirnya walaupun ia adalah pendekar ahli kungfu, tak ada satupun yang bisa melawan jika terkena tatapan matanya. Tetapi kali ini, tatapan mata saktinya tak berpengaruh apa-apa terhadap Suro.

Kemarahannya membuat si penyihir itu kemudian merentangkan kedua tangannya. Dibarengi dengan teriakan panjang, tiba-tiba angin bertiup kencang, kemudian mulutnya komat-kamit merapal mantera. Tubuhnya terangkat perlahan, semakin lama semakin tinggi hingga setinggi dua kali ukuran tubuh manusia.

Suro tek bergeming dengan semakin meneguhkan kuda-kudanya, matanya menyipit mencegah butiran-butiran debu masuk kematanya. Tetapi, tetap tak melepaskan pandangannya ke tubuh Ma Han yang melayang di udara.

Tiba-tiba, tangan Ma Han menutup seperti gerakan menepuk nyamuk. Dari gerakan tangannya itu, segumpal pusaran angin melesat sangat cepat ke arah Suro.

Secara refleks, Suro menyilangkan tangan menghalau pusaran angin yang datang.

Wuss!

Buk!

Begitu serangan datang, Suro menahan nafas, tubuhnya terlempar dan menghantam keras tebing batu yang berada dibelakangnya lalu terjatuh di tanah.

Rasa sesak mendera, nafasnya terhenti beberapa detik. Punggungnya serasa sakit seperti mau patah. Jika saja ia tidak memenuhi tubuhnya dengan udara yang terkondensasi, benturan keras itu akan membuatnya muntah darah.

Perlahan, ia mencoba berdiri. Belum sempurna tubuhnya tegak, satu pusaran angin kembali datang, memaksanya untuk melemparkan diri ke samping.

Derak pusaran angin yang menghantam dinding tebing menimbulkan suara derak batu yang retak dan berjatuhan. Ma Han mendengus marah melihat serangannya gagal. Kemudian ia mengulanginya kembali dengan gerakan sama.

Wus!!

Suro kembali melompat, dan berguling hingga tanpa sadar tubuhnya membentur tubuh Xiou Yu.

Merasa tak ingin serangan itu mengenai tubuh Xiou Yu, buru-buru ia bergerak menjauh, tetapi tangannya sempat meraih pedang yang ada dalam genggaman Xiou Fu.

Wuss!!

Serangan berikutnya kembali menerjang. Serangan kali ini nyaris saja mengenainya karena waktunya tersita disaat ia sibuk melepaskan pedang dari genggaman tangan Xiou Fu. Ia sempat mengelus dada bisa lolos dari serangan Ma Han.

Suro berusaha mendekati tubuh Ma Han untuk melancarkan serangan, tetapi tubuh Ma Han selalu menjauh hingga Suro merasa kehabisan akal.

"Pada dasarnya, manusia itu bersifat alamiah. Terkadang sifat alamiah itu tak berlaku. Jika terjadi pada para Nabi, itu disebut Mu'zizat. Jika terjadi pada para wali, disebut Karomah. Jika terjadi pada orang biasa yang beriman, disebut ma'unah. Jika terjadi pada orang batil disebut istidrad," disela-sela gerakannya, ia teringat ucapan Ki Ronggo.

"Manusia tak mungkin bisa melayang. Itu pasti bantuan jin," Suro membatin.

Energi harus dilawan energi, fikirnya.

Wuss!

Suro kembali melompat hingga serangan dari Ma Han menemui tanah kosong. Debu-debu berterbangan ke udara.

Di saat seperti itu, ia buru-buru berdiri. Untuk mendekati Ma Han, ia merasa kesulitan. Selama itu pula ia tak akan bisa melakukan serangan.

Dengan tarikan nafas cepat, ia menyalurkan energi di telapak tangan sampai ia merasakan gumpalan udara memenuhinya, lalu menyorongkan tangan ke arah tubuh Ma Han yang sedang melayang.

Tahu-tahu, tubuh Ma Han seperti dihantam angin yang tak terlihat begitu tangan Suro menyorong. Tubuhnya melambung jauh dan jatuh ke tanah.

"Berhasil!" ia bersorak dalam hati.

Tak menyia-nyiakan kesempatan, ia langsung berlari secepat yang ia bisa menyusul tubuh Ma Han yang baru saja terjatuh.

Sebelum Ma Han sempat bangkit, Suro melompat sambil memegang gagang pedang dengan kedua tangannya. Ujung pedang yang tajam diarahkan ke bawah, dan...

Clep!!

Suara lenguhan panjang keluar dari mulut Ma Han ujung pedang menembus tubuhnya hingga ke tanah. Darah menyembur dan membanjiri pakaian dan tubuh Ma Han hingga tanah yang mendasarinya pun berubah menjadi merah.

Tanpa kasihan, Suro melanjutkannya dengan memutar pedang yang sudah menancap ditubuh Ma Han hingga suara lenguhan panjang kesakitan kembali terdengar. Dari mulutnya menyembur darah segar, membuat Ma Han kesulitan untuk bernafas, dan beberapa saat kemudian nyawanya terlepas dari raga. Ia tewas tanpa banyak perlawanan. Ilmu sihir yang ia banggakan pun tak berguna.

Suro mengatur nafasnya yang terengah-engah sambil melangkah mundur menjauhi tubuh Ma Han yang sudah tak bernyawa.

"Pendekar Luo!" satu suara yang ia kenal memanggil.

Ia melihat Xiou Fu datang sambil berlari ke arahnya. Tak lama, rekannya yang lain pun menyusul dan membentuk lingkaran mengelilingi jasad Ma Han. Efek pandangan mata sihir Ma Han punah dengan sendirinya ketika ia mati.

Suro kemudian mencabut pedang yang masih menancap ditubuh Ma Han, lalu menyerahkannya pada Xiou Fu.

"Anda luar biasa!" Xiou Fu mengangkat tangan dan mengepalkannya didepan dada lalu menunduk dalam untuk memberi hormat.

Melihat hal yang demikian membuat rekan-rekannya yang lain mengikuti apa yang dilakukan oleh Xiou Fu. Mereka merasa kagum pada Suro yang berhasil mengalahkan ilmu sihir Ma Han yang terkenal.

Buru-buru, Suro langsung menahan tangan mereka satu persatu agar tak berbuat seperti itu padanya.

"Jangan, itu berlebihan!" sahutnya tulus.

Namun, mereka seperti tak perduli, dan tetap melakukan penghormatan pada Suro.

Ia merasa tak suka melihat perlakuan gerombolan Serigala Merah yang dianggapnya berlebihan, mengingat secara usia, mereka jauh diatas usia Suro.

"Tidak, pendekar Luo!" Xiou Yu seperti menolak, "Ini adalah penghormatan yang pantas untuk anda."

"Benar!" Wan Cai menyahut.

Akhirnya semuanya mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh Wan Cai.

"Aku sudah melihat, bahwa Ma Han itu mewakili setan dengan ilmu sihirnya. Walau pun dalam dunia ini aku tidak pernah mendengar ada yang mampu mengalahkannya, tetapi malam ini, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Ahlakmu yang menunjukkan ilmu yang kau pelajari membuat ilmu sihir Ma Han si Mata Iblis tak berarti apa-apa. Ini menandakan bahwa kau mempelajari sesuatu yang benar," Xiou Yu berkata dengan jujur dan dari lubuk hatinya.

Matanya terlihat berkaca-kaca, kemudian dengan kalimat yang tegas, ia melanjutkan, "Anda dan saudaraku sekalian menyaksikan, Aku Wang Xiou Yu, mulai detik ini menyatakan bertobat dari segala keburukan, berusaha untuk berbuat baik sepanjang hidup, oleh sebab itu, aku memohon kepadamu untuk membimbingku!"

Mendengar kalimat Xiou Yu yang demikian dan terlihat sungguh-sungguh, sontak membuat Suro terharu, matanya berkaca-kaca menatap Xiou Fu yang juga menatap ke arahnya dengan tatapan serius.

Tiba-tiba, suara lain terdengar satu persatu dari mulut kelompok Serigala Merah.

"Aku juga!"

"Aku juga!"

Suro langsung bertakbir dan bersimpuh, kemudian sujud tersungkur sambil mengucapkan syukur berulang-ulang.