webnovel

Pendekar Lembah Damai

Suro terdiam dibalik tubuh kaku Ki Ronggo, satu-satunya jalan supaya nyawanya bisa bertahan lebih lama adalah dengan diam tidak bergerak. Padahal ia berharap bisa mellihat wajah dan mengingat para penyerangnya, hingga kelak jika ia masih hidup dan berumur panjang, akan menuntut balas atas semua yang terjadi malam itu. “Kang Wulung!” seru satu suara lainnya, “Apa tindakan selanjutnya?” Sejenak tak ada suara, hanya langkah-langkah kaki yang berderap kesana kemari. “Anak-anak! Bakar tempat ini!!!” perintah dari orang yang dipanggil dengan sebutan Kang Wulung, yang disahut dengan suara gemuruh banyak orang. Tak lama, suasana malam menjadi terang benderang dengan cahaya merah, Suro terdiam dibalik tubuh kaku Ki Ronggo, satu-satunya jalan supaya nyawanya bisa bertahan lebih lama adalah dengan diam tidak bergerak. Padahal ia berharap bisa mellihat wajah dan mengingat para penyerangnya, hingga kelak jika ia masih hidup dan berumur panjang, akan menuntut balas atas semua yang terjadi malam itu. Perjalanan seorang remaja, hingga dewasa di negeri yang jauh dari tempat kelahirannya. Takdir memaksanya menjalani hidup dalam biara Shaolin. Suatu saat ketika ia akan pulang ke kampung halamannya, ia harus bisa mengalahkan gurunya sendiri dalam sebuah pertarungan.

Deddy_Eko_Wahyudi · Action
Not enough ratings
112 Chs

Perjalanan yang Tertunda

"Apakah pendekar Luo yakin sudah merasa sehat?" Chien Cou berusaha menahan Suro agar bertahan lebih lama lagi. Ia merasa luka yang dialami Suro masih belum sembuh benar.

Suro tersenyum, lalu mengangguk.

Luka akibat tusukan anak panah yang melukai tubuhnya beberapa hari lalu memang belum sembuh benar. Tetapi ia merasa lukanya itu sudah tidak membahayakannya lagi dan hanya tinggal menunggu proses pemulihan saja. Lagi pula, tenaganya juga sudah pulih seratus persen.

Pagi itu ia berniat akan pergi dari sarang Serigala Merah, menuju kota kediaman Huang Nan Yu. Ia yakin, Tan Bu dan yang lainnya sedang menunggu kedatangannya di sana dengan rasa khawatir, disamping ia juga merindukan mereka semua.

"Aku merasa lebih baik," jawabnya.

Wan Cai menangkupkan kepalan tangannya, wajahnya menunjukkan kalau ia tidak yakin akan jawaban Suro, lalu mengatakan, "Sekedar saran tuan pendekar, menurutku, lebih baik anda tetap berada disini dari pada berkumpul dengan keluarga tuan. Aku yakin, anda juga tak mungkin menembus dermaga dengan membawa keluarga tuan. Seandainya lagi tuan berkumpul dikediaman tetua Huang Nan Yu, dan orang-orang pemerintah mengetahuinya, bukankah itu dapat membahayakan keselamatan mereka juga? Lagi pula, aku tidak yakin kalau lukamu tidak menjadi lebih baik jika anda pergi."

"Menurutku juga demikian," Mou Li menimpali denga turut memberikan saran, "Sebaiknya anda selesaikan dulu urusan tuan dengan Chen Lian. Dari pada terus-terusan menghindar dan menyelinap menerobos ke dermaga, lebih baik anda menunda kepulangan tuan beberapa bulan lagi, untuk lebih amannya sampai masalah ini selesai."

Suro terdiam dan berfikir mendengar beberapa masukan dari para perampok itu. Memang benar, seharusnya ia tak perlu menghindari pertarungan dengan orang-orang yang mengejarnya. Selama dia menghindar, ia tak akan bisa membawa keluarganya dalam perjalanan dengan aman keluar dari negeri China.

Ia yakin kalau Chen Lian masih berada tak jauh dari sini, sedang menunggunya untuk keluar.

Hatinya terlalu fokus pada kerinduan dan khawatir akan keadaan Tan Bu, Yang Li Yun maupun Rou Yi, sehingga tak bisa berfikir seperti yang disarankan ole Wan Cai dan Mou Li. Mestinya, ia juga tak perlu khawatir, karena ada tetua Huang Nan Yu dan kelompok Bayangan Merah yang pasti akan melindungi keselamatan mereka.

Suro kemudian memandang berkeliling menatap para perampok yang semula akan melepas kepergiannya di mulut gua.

"Anda semua benar," ucapnya, "Mungkin aku harus memulihkan dulu lukaku disini sampai beberapa hari ke depan."

Para perampok itu saling pandang sambil tersenyum lebar satu sama lain. Mereka sepertinya gembira dengan keputusan Suro.

"Maaf, jika aku merepotkan kalian!" kali ini Suro mengatakannya sambil membungkuk dan menangkupkan kedua kepalan tangannya.

"Jangan begitu, pendekar Luo," Xiou Yu mengangkat tangannya, "Sejak anda disini, kebutuhan kami justru telah anda penuhi. Jika tidak, pastilah kami akan melakukan perampokan lagi!"

Mendengar kalimat Xiou Yu, yang lain pada tertawa, termasuk Suro.

Memang, selama dia berada di gua dan tinggal bersama para perampok itu, Suro memberikan potongan kecil emas dan uang yang ia bawa dari peninggalan ayah angkatnya, yang kebetulan tidak hilang selama dia dalam penangkapan Chen Lian. Terikat rapi di balik pakaiannya. Dan ia bersyukur, para perampok itu tidak berniat mencuri harta yang ia bawa tetapi justru menolongnya. Jika tidak, ia pasti sudah jadi mayat di tangan Chen Lian.

Dari harta yang ia bawa itulah, ia meminta Wan Cai dan kelompoknya untuk tidak merampok, minimal selama ia masih berada diantara mereka. Meminta mereka untuk membeli keperluan pakaian dan makanan, terutama yang ia butuhkan adalah sayur-sayuran agar ia juga bisa makan.

Tetapi kemudian Suro menghentikan tawanya. Beberapa malam ini ia selalu bermimpi buruk. Takutnya itu adalah suatu pertanda yang buruk pula bagi keselamatan mereka. Atau itu suatu pertanda kalau dirinya mengalami teror ilmu hitam dari orang yang diceritakan oleh Xiou Yu, yakni Ma Han Si Mata Iblis.

"Jika aku disini, aku khawatir akan keselamatan anda semua," katanya tiba-tiba.

Wan Cai menyahut dengan dibarengi senyumannya, "Kami sudah terbiasa bertarung. Jika pun ada hal yang buruk, bersama dengan anda, kami tak perlu khawatir."

Suro tertawa mendengar kalimat Wan Cai yang dianggapnya bercanda, "Aku bukan dewa penyelamat. Nyawaku sendiri juga terancam."

"Anda tenang saja, pendekar Luo," Chien Cou menimpali, "Entah kenapa, aku merasa nyaman bersamamu. Seolah-olah, demi membelamu, jika aku mati pun sepertinya aku bangga dan merasa terhormat!"

Selesai Chien Cou mengatakannya, yang lain sama mengangguk sambil tersenyum. Mereka seperti sepakat dengan yang diucapkan oleh lelaki itu.

"Aku juga!"

"Aku juga!"

Mereka masing-masing berkata seperti memperebutkan sesuatu.

Ah, para perampok ini pada dasarnya masih memiliki hati yang baik jika ada yang mengarahkannya, Suro membatin.

***

"Malam ini bulan terang, aku akan menyerang anak muda itu," Ma Han mengatakannya dengan seringai menakutkan yang membuat Chen Lian bergidik, "Sementara, kau pergilah untuk mencari tahu kediaman Huang Nan Yu, jika bertemu, bunuh mereka!"

Chen Lian tertegun sejenak mendengar perkataan Ma Han.

"Apa kau sanggup menghadapinya?" Chen Lian mencoba meyakinkan pendengarannya atas ucapan Ma Han, "Bukankah lebih baik kita menyerangnya bersama-sama?"

Ma Han mendengus mendengar perkataan Chen Lian yang seperti meragukan kemampuannya. Ia kembali menatap lelaki itu dengan tatapan mengancam.

"Aku yakin dengan kemampuanku, makanya aku tak memerlukan bantuanmu di sini dan menyuruhmu untuk pergi. Perintah dari tuan Chou adalah menghabisi orang-orang yang sudah merepotkannya. Bukankah membunuh mereka jauh lebih mudah dari pada membunuh Luo Bai Wu itu?"

Chen Lian tak bisa menyembunyikan raut wajah tak sukanya. Ia merasa diremehkan oleh lelaki penyihir itu. Tetapi untuk berkata keras, tentu ia tak berani, mengingat jika Ma Han tersinggung dan marah tak terkendali dan mau membunuhnya, maka ia bisa membunuhnya tanpa menyentuh sama sekali.

Ma Han tentu tahu dan bisa membaca apa yang ada dalam fikiran Chen Lian. Tapi ia tak perduli dan tahu kalau kemarahan Chen Lian tak akan membuatnya berani untuk berhadapan dengannya. Makanya ia tetap akan memaksa Chen Lian untuk pergi.

Nampak kalau keahliannya dalam ilmu sihir membuatnya congkak dan sombong.

"Tuan Chou punya banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Termasuk menghabisi kelompok organisasi Bayangan Merah. Jika kau tak sanggup, lebih baik kau katakan saja, biar aku yang mengambil alih!" Ma Han kembali melanjutkan kalimatnya.

Chen Lian tersenyum mengejek, lalu memberanikan diri menatap Ma Han. Ia ingat, Ma Han sendiri pernah terlempar ketika pertama kali menyerang Suro dengan sihirnya. Bukankah dari kejadian itu saja mestinya si Mata Iblis sudah bisa mengukur kekuatan Suro? Padahal Suro sendiri ia ketahui tidak memiliki ilmu sihir seperti Ma han.

"Kau terlalu meremehkan kekuatannya. Tapi, baiklah..." katanya sambil membalikkan badan ingin buru-buru pergi, "Silahkan jika kau tidak ingin dibantu. Aku akan pergi sekarang juga bersama prajurit yang ada!"

Setelah mengatakan itu, Chen Lian melangkah dengan gusar meninggalkan Ma Han yang tertawa melihat kepergiannya.

"Kau tunggulah aku memberi kabar berita kematian anak muda itu, kemudian aku akan menyusulmu!" Ma Han berseru di sela suara tawanya yang berat.

Chen Lian tak menggubrisnya, tetapi dalam hati ia berkata dengan emosi, "Atau berita kematianmu!"

***

Zhu Xuan menangkupkan tangannya dihadapan tetua Huang Nan Yu.

Di kediaman wanita paruh baya itu, Tan Bu, Yang Li Yun dan Yin Rou Yi menemaninya di ruang tamu menemui Zhu Xuan yang datang berkunjung seorang diri.

Yang Li Yun kali ini sudah tidak menggunakan tongkat lagi, tetapi ia masih belum bisa bergerak luwes dan leluasa.

Sementara Rou Yi yang bagian punggungnya terluka akibat tertusuk anak panah bersama Suro juga nampak lebih baik.

"Aku menyarankan agar anda semua bersembunyi dikediaman rahasia kami." Zhu Xuan menawarkan bantuan kepada tetua Huang Nan Yu dan orang-orang yang bersamanya.

Wanita itu tersenyum ramah, dan membalas dengan menunduk hormat, "Tawaran tuan sungguh kami hormati. Tetapi, aku khawatir, jika sewaktu-waktu tuan muda Yang datang mencari, tentu akan kesulitan."

"Anda benar, hanya saja aku masih merasa khawatir jika ternyata pendekar Luo ...." ucapannya terhenti ketika memandang ke arah Li Yun dan Rou Yi yang tiba-tiba menunjukkan wajah khawatirnya ketika ia akan mengatakan sesuatu kemungkinan kejadian yang buruk terhadap Suro, "Jika Chen Lian masih hidup, tentu tugas selanjutnya adalah menghabisi orang-orang yang terkait dengan pendekar Luo."

Zhu Xuan berusaha memframing kalimatnya agar tak membuat sedih orang-orang dihadapannya, terutama Li Yun dan Rou Yi.

"Jika kakak Luo tidak berhasil mengalahkannya dan justru kejadiannya seperti yang tuan Zhu Xuan katakan, sepertinya kematian bagiku adalah lebih baik." Li Yun mengatakannya dengan sikap tegas, seolah baginya lebih baik mati daripada hidup tanpa Suro, "Aku akan menghadapinya dengan segenap kemampuanku!"

Rou Yi langsung menoleh ke arah Li Yun yang berada disampingnya. Matanya langsung berkaca-kaca, lalu memegang lengan Li Yun.

Li Yun langsung menoleh kepadanya melihat Rou Yi yang nyaris menangis dan berbalik memegang tangan Rou Yi begitu erat sambil tersenyum. Li Yun masih terlihat lebih tabah dibanding Rou Yi. Makanya, gadis itu berusaha agar Rou Yi tetap tenang.

"Mohon maaf Nona Li dan Nona Yi. Aku berfikir kalau tuan muda Yang tak menghendaki demikian. Dia pasti menginginkan anda berdua harus berjuang untuk melanjutkan hidup." Ucap Zhu Xuan.

Li Yun tersenyum ke arah Zhu Xuan, lalu berkata sambil menunduk hormat, "Hatiku mengatakan kalau kakak Luo masih hidup. Aku bisa merasakannya."

Kalimat Li Yun yang yakin membuat Zhu Xuan terlihat menarik nafas, ia mencoba tersenyum. Mengingat kejadian hari itu, ia merasa sangsi. Luka yang dialami Suro bisa dibilang sangat parah, apa mungkin bisa mengadakan perlawanan? Jika satu atau dua orang prajurit, barangkali masih ada kemungkinan, tetapi untuk menghadapi Chen Lian, itu adalah hal yang sangat sulit ia bayangkan Suro bisa menang.

Nyatanya, sampai beberapa hari setelah kejadian itu, tanda-tanda keberadaan Suro pun belum ada. Makanya ia khawatir, seandainya Chen Lian berhasil membunuh Suro, target selanjutnya adalah mereka.

"Aku juga yakin, kalau kakak masih hidup," Rou Yi menimpali, suaranya terdengar agak berat menahan sebak didadanya yang akan tumpah menjadi tangisan.

Zhu Xuan tak bisa langsung menjawab, ia takut kalimat yang akan dikatakannya akan menyinggung perasaan dua gadis itu. Yang ia lakukan adalah mengangguk-angguk sambil mendesah dan menarik nafas.

"Maafkan saya, nona," katanya, "Mungkin karena usia saya yang sudah tua, saya tidak memahami perasaan kalian muda-mudi yang begitu dalam terhadap pendekar Luo, sehingga bisa merasakan hal demikian karena ikatan batin kalian yang kuat dan saling terhubung."

Tan Bu kali ini terdengar menghela nafas dan menghembuskannya dengan panjang. "Adik Luo itu orang baik. Aku yakin, Allah SWT selalu melindungi orang baik seperti dia. Walaupun beberapa kali kejadian buruk yang nyaris merenggut nyawanya, adik Luo selalu saja selamat."

"Kami, organisasi Bayangan Merah juga berharap demikian. Semoga saja pendekar Luo selalu dalam lindungan langit dan bumi," Zhu Xuan mengatakannya dengan sungguh-sungguh.

"Kami sangat berterima kasih pada tetua Zhu Xuan atas perhatiannya pada tuan Muda Yang. Kami pun berdo'a semoga perjuangan tuan berhasil," Huang Nan Yu pun berbalik mendo'akan Zhu Xuan.

Zhu Xuan tersenyum sambil menangkupkan kedua tangannya memberi hormat sebagai tanda berterima kasih.

"Baiklah kalau begitu," katanya, "Jika anda berubah fikiran, pintu kami selalu terbuka untuk kalian semua. Aku akan selalu mengawasi keberadaan kalian dengan menempatkan orang-orangku dibeberapa titik. Jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, maka mereka akan segera datang membantu dan memberi kabar kepadaku."

Huang Nan Yu melihat kalimat yang diucapkan oleh Zhu Xuan nampak tulus dan keluar dari hatinya. Ada perasaan sungkan untuk menolak kebaikan yang ditawarkan oleh pemimpin tertinggi organisasi Bayangan Merah itu. Makanya, ia berusaha berkata dengan halus dan tak bermaksud menyinggung.

"Sekali lagi, kami mengucapkan terima kasih atas bantuannya," Huang Nan Yu menunduk hormat.

Zhu Xuan memberi isyarat dengan mengangkat tangan, "Aku sudah berjanji pada pendekar Luo untuk membantunya menjaga anda semua. Jadi kalian tak perlu sungkan. Musuh yang kita hadapi adalah sama."

Mereka semua tersenyum pada Zhu Xuan.

Dengan apa yang disampaikan oleh lelaki itu, paling tidak sudah memberikan rasa aman dalam diri mereka.

"Kalau begitu, saya mohon izin untuk pamit," lanjut Zhu Xuan dengan sopan.